Langsung ke konten utama

Study Tour Exist'08 (7)

Perjalanan ke Bali…

Bus berangkat sekitar pukul 21.00, dan baru berhenti pada pukul 02.00 untuk makan malam. Beginilah kalau perjalanan jauh, jam makannya tidak jelas. Beberapa dari teman kami lupa makan malam dan menderita maag, termasuk saya. Untung ada obat dari seorang teman, yang lalu membuat saya merasa lebih mendingan. Terimakasih, Maya!! ^^
Lanjut tidur, lalu terbangun sekitar pukul 10.00. Dan beberapa menit kemudian singgah di POM Bensin untuk membersihkan diri, ada yang mandi, keramas, ataupun sekedar gosok gigi dan cuci muka. Untung saja bus kami ber-AC, jadi kami tidak terlalu bermasalah dengan keringatan. Tidur lagiiii *hanya itu yang bisa dikerjakan*. Sempat bermain UNO di atas bus yang sedang berjalan itu. *sempat-sempatnya!!*
Oh, iya… AC bus kami sempat bermasalah di jalan. Mulai tidak nyaman dengan keadaan ini, bus kami diservis dulu AC-nya di suatu tempat. Jadinya, kami bersinggah lagi. Ada yang memanfaatkan kesempatan dengan mengisi baterai ponselnya di warung pedagang dekat perhentian bus kami, ada yang sekedar makan cemilan, ataupun minum untuk menyegarkan diri.
Pukul 15.00 kami singgah makan siang, entah dimana. Tidur lagi. Singgah lagi di POM bensin. Singgah lagi makan malam sebelum tengah malam. Tidur lagiiiii. Terbangun memandangi datangnya pagi, berubahnya cahaya biru kelam di langit menjadi kuning keemasan. Sekitar pukul 10.00 tiba di pelabuhan penyeberangan ferry dari Surabaya ke Bali. Kami diminta turun dari bus. Ada yang memilih membersihkan diri di kamar mandi disana, ada yang menyempatkan diri sarapan, ada pula yang membeli kacamata untuk persiapan di Bali nanti.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, bus kami naik ke ferry. Begitu pula kami. Sementara ferry kami berjalan, ada yang memilih untuk duduk saja karena mabuk laut yang menyerang, ada yang menuntaskan sarapan yang tak sempat sebelum ke ferry tadi, ada pula yang sibuk berfoto-foto. ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...