Hari keempat…
Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa… banyak yang bangun telat!!! Kalau tidak salah, ada pertandingan bola di malam harinya. Jadi, banyak yang begadang dan terlambat bangun pada pagi harinya. Kami tiba di kunjungan pertama hari itu 45 menit lebih lama dari perjanjian. Kunjungan pertama kami adalah sebuah perusahaan asuransi dimana seorang senior menjadi public relations disana.
Hal yang baru kami ketahui, ternyata perusahaan besar tersebut didirikan oleh tiga orang guru. Dengan tanpa modal, mereka mendirikan usaha mereka sedikit demi sedikit, hingga sekarang perusahaan mereka telah mempunya cabang di beberapa kota besar, termasuk Makassar. Oh, iya… disana ada seorang senior kita, mbak Riana Mustamin yang juga menjadi pembicara disana.
Alhamdulillah, kami diberi makan siang disana. Setelah makan siang, beberapa teman sempat berfoto-foto di lantai teratas gedung tersebut. Tempat pertemuan dan jamuan makan siang tami memang berada di lantai paling atas, jadi bukan teman-teman kami yang mau repot naik di lantai teratas hanya demi berfoto disana.
Jadwal kunjungan pertama telah bergeser dari jadwal awal yang telah ditentukan. Sempat ragu kunjungan ketiga kami hari itu bisa dilaksanakan. Tapi, begitulah…
Kami tiba pada kunjungan kedua. Sebuah perusahaan periklanan. Khususnya lagi mengorganisir sebuah pameran. Kata seseorang, perusahaan ini perusahaan iklan terbesar di Indonesia. Dan, gedungnya… masya Allah!!! Sampai-sampai di toiletnya hanya tersedia tissue, beserta sebuah peringatan Global Warming yang tertempel di samping tissue tersebut. :-/
Agak membosankan disana. Beberapa teman tampak tidak bersemangat. Sepertinya karena fokus berharap kunjungan ketiga kami hari itu tidak ditiadakan. Sembari saling melirik satu sama lain, akhirnya ada beberapa teman yang menjadi penolong dan bertanya ini-itu. Entah serius atau tidak, tapi lama kelamaan pertanyaan mereka berbobot juga hingga membuat kami jadi serius menyimak penjelasan dari para pembicara disana. Setelah diskusi berakhir, segera bergegas menuju tujuan selanjutnya.
“Susah ditemukan stasiun TV itu kalau orang jarang kesana!” Kira-kira begitu kata dosen pendamping kami. Bus yang dikendarai kami akhirnya mulai melewati jalan yang lebih kecil, lalu berputar-putar tidak jelas sampai beberapa kami merasa kami hanya melewati jalan yang itu-itu saja. Dan, *tadaaaaaaaaaaaaa* saya tertidur saking lamanya di jalan. Saya dibangunkan oleh seorang teman dan menjadi orang terakhir yang turun dari bus. Sampai-sampai lupa membawa jas almamater. :( Setibanya disana, kami terlambat dari jadwal yang telah ditetapkan! Seharusnya pukul 17.00 untuk mengikuti pengarahan dan coffee break, akhirnya menjadi pukul 17.00 lewat banyak!! Tapi, untung masih kebagian cemilan-nya. Hhe :D
Sekitar 30 menit setelah tiba disana, kami pun mulai memasuki studio dari program yang akan kami tonton. Dan, wow!! teman-teman saya lincah!! Dosen pendampingnya juga lincah!! Kami duduk di bagian depan. Hhahaha. Awalnya kukira tempat duduk itu untuk tamu-tamu penting saja. Tapi, ternyata untuk umum juga. Dan, tak kalah lincah, serombongan mahasiswa dari salah satu universitas di Jawa juga duduk di bagian depan. Tepat bersampingan dengan rombongan kami.
Selagi menunggu acara dimulai, kami dihibur oleh seorang penyanyi. Yang mungkin untuk menyemangati kami. Lalu, si penyanyi itu meminta perwakilan penonton untuk menyanyi di panggung bersamanya. Oerwakilan pertama, dari salah satu orang di rombongan sebelah kami. Lalu, perwakilan selanjutnya dari rombongan kami. Langsung saja kami tunjuk ‘Luna Maya’ yang menyanyikan Cinta Terlarang-The Virgin dengan sangat seriusnya.
Program tersebut mengundang beberapa orang asing sebagai bintang tamunya. Awalnya, kupikir orang-orang ini adalah investor asing yang berpengaruh besar pada pembangunan Indonesia. Jadi aagak malas mengikutinya. Tapi, ternyata mereka adalah orang-orang asing yang peduli pada negeri Indonesia. Mulai dari karya sastra Jawa kuno, pengembangbiakan orang utan di Kalimantan sana, kebersihan tepi pantai Lombok dari sampah-sampah ‘snack-snack’ dan ‘mei-mei’, hingga pemuda asing yang peduli untuk mendidik anak-anak dari keluarga yang tidak mampu.
Untuk orang asing yang pertama, agak membosankan. Atau mungkin kelelahan yang amat sangat sampai membuat saya menganggap semua yang ada di sekitar saya itu membosankan. Yang kedua juga, masih mengantuk. Yang ketiga kantuk mulai hilang karena pengucapan orang asing tersebut atas ‘snack-snack’ yang ternyata adalah sampah dari bungkus kemasan cemilan-cemilan. Dan, ‘mei-mei’ yang ternyata adalah mie.
Lalu, yang keempat. Pemain sirkus yang mengajarkan anak-anak kecil di salah satu kawasan di Jakarta untuk bermain sirkus. Tak hanya itu, beliau juga mengajarkan anak-anak tersebut untuk menjadi percaya diri dan bersemangat menjalani pendidikannya di sekolah.
Acara usai, dan acara berfoto-fotopun dimulai!! Para rombongan lain bergegas untuk berfoto rombongan bersama si pembawa acara. Tak kalah dengan rombongan kami. Tapi, lebih lincah lagi, beberapa teman kami berhasil berfoto berdua saja dengan si pembawa acara yang banyak dikagumi orang itu. Membuat iri sebagian teman lain, memang. Tapi, tidak saya. :p Keluar dari studio, beberapa teman kami mewakili kami untuk mengambil buku untuk rombongan kami. Yang kemudian dibagikan saat kami di bus.
Hampir tengah malam saat bus kami bersinggah untuk menurunkan kami makan malam di suatu tempat. Nasi goreng gila yang ternyata biasa saja. Seorang pengamen lelaki yang berpenampilan seperti perempuan menghampiri kami. ‘penampilan’ yang entah hanya berakting atau memang merasa seperti itu membuat beberapa kami terus berpikir betapa kerasnya hidup di ibukota ini.
Makan malam selesai, kami lalu bergegas kembali ke wisma. Sebelumnya, mengantarkan bapak pendamping kami untuk pulang ke rumahnya yang ada di ibukota itu. Merasa tidak enak juga melihat bapak itu harus berjauhan dengan keluarganya, yang sudah berada pada jarak yang sangat dekat dengannya, hanya untuk menemani dan mendampingi kami. *ingat bapak sendiri*. Dan, kembali ke wisma dan tiba sekitar tiga puluh menit lewat tengah malam. Ibukota masih ramai...
Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa… banyak yang bangun telat!!! Kalau tidak salah, ada pertandingan bola di malam harinya. Jadi, banyak yang begadang dan terlambat bangun pada pagi harinya. Kami tiba di kunjungan pertama hari itu 45 menit lebih lama dari perjanjian. Kunjungan pertama kami adalah sebuah perusahaan asuransi dimana seorang senior menjadi public relations disana.
Hal yang baru kami ketahui, ternyata perusahaan besar tersebut didirikan oleh tiga orang guru. Dengan tanpa modal, mereka mendirikan usaha mereka sedikit demi sedikit, hingga sekarang perusahaan mereka telah mempunya cabang di beberapa kota besar, termasuk Makassar. Oh, iya… disana ada seorang senior kita, mbak Riana Mustamin yang juga menjadi pembicara disana.
Alhamdulillah, kami diberi makan siang disana. Setelah makan siang, beberapa teman sempat berfoto-foto di lantai teratas gedung tersebut. Tempat pertemuan dan jamuan makan siang tami memang berada di lantai paling atas, jadi bukan teman-teman kami yang mau repot naik di lantai teratas hanya demi berfoto disana.
Jadwal kunjungan pertama telah bergeser dari jadwal awal yang telah ditentukan. Sempat ragu kunjungan ketiga kami hari itu bisa dilaksanakan. Tapi, begitulah…
Kami tiba pada kunjungan kedua. Sebuah perusahaan periklanan. Khususnya lagi mengorganisir sebuah pameran. Kata seseorang, perusahaan ini perusahaan iklan terbesar di Indonesia. Dan, gedungnya… masya Allah!!! Sampai-sampai di toiletnya hanya tersedia tissue, beserta sebuah peringatan Global Warming yang tertempel di samping tissue tersebut. :-/
Agak membosankan disana. Beberapa teman tampak tidak bersemangat. Sepertinya karena fokus berharap kunjungan ketiga kami hari itu tidak ditiadakan. Sembari saling melirik satu sama lain, akhirnya ada beberapa teman yang menjadi penolong dan bertanya ini-itu. Entah serius atau tidak, tapi lama kelamaan pertanyaan mereka berbobot juga hingga membuat kami jadi serius menyimak penjelasan dari para pembicara disana. Setelah diskusi berakhir, segera bergegas menuju tujuan selanjutnya.
“Susah ditemukan stasiun TV itu kalau orang jarang kesana!” Kira-kira begitu kata dosen pendamping kami. Bus yang dikendarai kami akhirnya mulai melewati jalan yang lebih kecil, lalu berputar-putar tidak jelas sampai beberapa kami merasa kami hanya melewati jalan yang itu-itu saja. Dan, *tadaaaaaaaaaaaaa* saya tertidur saking lamanya di jalan. Saya dibangunkan oleh seorang teman dan menjadi orang terakhir yang turun dari bus. Sampai-sampai lupa membawa jas almamater. :( Setibanya disana, kami terlambat dari jadwal yang telah ditetapkan! Seharusnya pukul 17.00 untuk mengikuti pengarahan dan coffee break, akhirnya menjadi pukul 17.00 lewat banyak!! Tapi, untung masih kebagian cemilan-nya. Hhe :D
Sekitar 30 menit setelah tiba disana, kami pun mulai memasuki studio dari program yang akan kami tonton. Dan, wow!! teman-teman saya lincah!! Dosen pendampingnya juga lincah!! Kami duduk di bagian depan. Hhahaha. Awalnya kukira tempat duduk itu untuk tamu-tamu penting saja. Tapi, ternyata untuk umum juga. Dan, tak kalah lincah, serombongan mahasiswa dari salah satu universitas di Jawa juga duduk di bagian depan. Tepat bersampingan dengan rombongan kami.
Selagi menunggu acara dimulai, kami dihibur oleh seorang penyanyi. Yang mungkin untuk menyemangati kami. Lalu, si penyanyi itu meminta perwakilan penonton untuk menyanyi di panggung bersamanya. Oerwakilan pertama, dari salah satu orang di rombongan sebelah kami. Lalu, perwakilan selanjutnya dari rombongan kami. Langsung saja kami tunjuk ‘Luna Maya’ yang menyanyikan Cinta Terlarang-The Virgin dengan sangat seriusnya.
Program tersebut mengundang beberapa orang asing sebagai bintang tamunya. Awalnya, kupikir orang-orang ini adalah investor asing yang berpengaruh besar pada pembangunan Indonesia. Jadi aagak malas mengikutinya. Tapi, ternyata mereka adalah orang-orang asing yang peduli pada negeri Indonesia. Mulai dari karya sastra Jawa kuno, pengembangbiakan orang utan di Kalimantan sana, kebersihan tepi pantai Lombok dari sampah-sampah ‘snack-snack’ dan ‘mei-mei’, hingga pemuda asing yang peduli untuk mendidik anak-anak dari keluarga yang tidak mampu.
Untuk orang asing yang pertama, agak membosankan. Atau mungkin kelelahan yang amat sangat sampai membuat saya menganggap semua yang ada di sekitar saya itu membosankan. Yang kedua juga, masih mengantuk. Yang ketiga kantuk mulai hilang karena pengucapan orang asing tersebut atas ‘snack-snack’ yang ternyata adalah sampah dari bungkus kemasan cemilan-cemilan. Dan, ‘mei-mei’ yang ternyata adalah mie.
Lalu, yang keempat. Pemain sirkus yang mengajarkan anak-anak kecil di salah satu kawasan di Jakarta untuk bermain sirkus. Tak hanya itu, beliau juga mengajarkan anak-anak tersebut untuk menjadi percaya diri dan bersemangat menjalani pendidikannya di sekolah.
Acara usai, dan acara berfoto-fotopun dimulai!! Para rombongan lain bergegas untuk berfoto rombongan bersama si pembawa acara. Tak kalah dengan rombongan kami. Tapi, lebih lincah lagi, beberapa teman kami berhasil berfoto berdua saja dengan si pembawa acara yang banyak dikagumi orang itu. Membuat iri sebagian teman lain, memang. Tapi, tidak saya. :p Keluar dari studio, beberapa teman kami mewakili kami untuk mengambil buku untuk rombongan kami. Yang kemudian dibagikan saat kami di bus.
Hampir tengah malam saat bus kami bersinggah untuk menurunkan kami makan malam di suatu tempat. Nasi goreng gila yang ternyata biasa saja. Seorang pengamen lelaki yang berpenampilan seperti perempuan menghampiri kami. ‘penampilan’ yang entah hanya berakting atau memang merasa seperti itu membuat beberapa kami terus berpikir betapa kerasnya hidup di ibukota ini.
Makan malam selesai, kami lalu bergegas kembali ke wisma. Sebelumnya, mengantarkan bapak pendamping kami untuk pulang ke rumahnya yang ada di ibukota itu. Merasa tidak enak juga melihat bapak itu harus berjauhan dengan keluarganya, yang sudah berada pada jarak yang sangat dekat dengannya, hanya untuk menemani dan mendampingi kami. *ingat bapak sendiri*. Dan, kembali ke wisma dan tiba sekitar tiga puluh menit lewat tengah malam. Ibukota masih ramai...
Komentar
Posting Komentar