Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Confession #3

Ada seorang perempuan yang mungkin sering membuatmu kesal. Kesal karena sifat keras kepalanya. Sampai kau merasa dia tak pernah membutuhkanmu. Dia yang selalu bisa membuka sendiri botol minumannya. Kalau pun sulit, dia tak akan meminta bantuanmu sampai dia bisa membukanya. Dia yang akan menolak tawaranmu untuk membantu memarkir sepeda motornya. Kalau pun sulit, dia masih juga menolaknya sampai dia selesai melakukannya. Dia yang masih segan kau bayarkan makan dan minumnya. Sampai kau mungkin merasa dia benar-benar tak membutuhkanmu. Semua hanya karena dia terbiasa melakukan semuanya sendiri. Sama sekali bukan untuk menolak bantuanmu. Apalagi menjatuhkan harga dirimu sebagai lelaki. Dia masih tak terbiasa dengan kehadiranmu. Belum terbiasa membagi bebannya denganmu. Juga karena tak pernah membiarkan dirinya tergantung dengan kehadiran orang lain. Tapi, salahkah kalau harus terus bersikap seperti biasanya? Seolah terlalu kuat dan sama sekali tak membutuhkanmu. Ataukah harus berpura-

Tentang Seorang Teman Baik

Biarkan saya menulis sesuatu tentang seorang teman. Teman yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri. Kami memang mungkin tak begitu dekat. Tak berkabar setiap harinya. Dan, mungkin saja bukan hanya saya yang dekat dengannya. Dia hanya sering bersikap baik ke banyak teman. Dan, saya hanya punya sedikit teman yang begitu dekat dengan saya. Maaf, saya orangnya mungkin cukup terbuka ke banyak orang. Tapi, masih sedikit orang yang bisa kuanggap 'nyaman' berbagi cerita dengannya. Si teman ini salah satunya. Biar saya tulis tentangnya. Biar saya tetap ingat punya teman sebaik dia. Dia ini... (maaf, saya lebih suka tidak menuliskan identitas seseorang saat menuliskannya. Hehe) Dia termasuk orang pertama yang saya kenali di kampus. Selain tiga orang teman kuliah yang saya kenal dari waktu SMA dulu. Dia ini, satu dari dua orang yang saya temui di Baruga kampus dulu. Dan, satu teman yang lain juga masih jadi teman terdekat dan terbaik saat ini. Kenapa orang pertama yang kita temui

Ada Bahagia di Delapan November

Banyak yang berbahagia hari itu. Ada adik sepupu kesayangan dengan usia sebelas tahunnya. Juga kakak tersayang dengan tiga tahun berpasangan dengan sang kekasih. Mereka semua sangat berbahagia menyambut hari itu. Saya pun sama. Sebelum subuh hari, saat di mana seseorang memilih meninggalkan saya. Adik sepupu, Nabila panggilannya. Hari itu membuat kejutan di rumah kami. Setelah beberapa hari sebelumnya terus memaksa kami membelikan hadiah ini-itu untuknya. Ternyata, dia masih juga butuh perayaan. Tanpa diberi izin, dia memanggil beberapa teman terdekatnya ke rumah. Untung saja, ada persiapan kecil-kecilan yang sebenarnya hanya untuk keluarga. Dengan beberapa kado tambahan dari teman-temannya, jelas dia sangat berbahagia. Meski sederhana, hanya sajian nasi kuning, minuman dingin, dan kumpulan cerita sampai mereka lelah dan memilih pulang. Kakak-kakak tersayang, kakak Kiky dan kak Donald. Di ulang tahun ketiga pacaran mereka, ternyata tak melulu harus senang. Kesibukan kerja kakak dan

Confession #2

Kau masih tak juga yakin Benarkah mulai menyukainya? Benarkah akan terus bertahan dengannya? Yang kau coba hanya, menjalaninya sebaik mungkin Beberapa hari setelah memutuskan bersama dengannya kau malah bertemu dengan seseorang yang pernah kau sukai Masih ada rasa... meski tak lagi ada harap Yang kau coba hanya, mengingatkan diri tentang dia di sana Kau tahu, sepertimu dia juga sama tak yakinnya Kalian hanya belajar menjalani apa yang kalian punya Kau sendiri, belajar memberi dan menerima yang ada Juga menjaga sikap, agar tak terlalu mengganggu hidupnya Kalian masih sangat baru, bukan? Mungkin jadinya wajar saja kalau mesti sekaku ini Tapi, juga manis ketika sepertinya kalian menikmati keadaan Sekarang, kau yakin yang kau bisa hanya bertahan untuknya Kau masih tak juga tahu jelas Seperti apa rasa yang dia punya untukmu? Untuknya sendiri, kau merasa senang bisa bersama dengannya Meski, sesekali masih ada ragu Kau hanya belajar menyukai Dan sepertinya tak ada ya

Untukmu, Hati

Katanya, kita bisa berdosa kalau dengan sengaja sudah menyakiti diri sendiri. Kalau menyakiti hati termasuk diantaranya, itu artinya saya menanggung dosa yang sama besarnya. Ya, sepertinya saya sudah dengan sengaja terus mencicipi sakit hati. Tahu sesuatu itu hanya akan memperburuk keadaan hati, tapi tetap juga saya teruskan. Saya hanya mencoba memberi kesempatan. Kepada sang harapan untuk tetap hidup. Padahal, saya sendiri sudah seperti berdiri di tepi jurang yang bebatuannya rapuh. Kemungkinan besar saya hancur ketika terjatuh. Tapi, tetap saya memilih bertahan. Mengandalkan keajaiban untuk datang menyelamatkan, meski dengan kemungkinan yang nyaris tak terlihat. Salahkah untuk berharap banyak? Ada pepatah, "Sekeras-kerasnya batu bila tertimpa hujan akan retak juga." Maka, entah sekeras apa hal yang kita punya untuk ditaklukkan. Kita selalu punya harapan untuk menghancurkannya. Setidaknya, membuatnya sedikit retak. Apalagi kalau kita punya hati yang tulus untuk melulu

Dunia Barumu

Sesuatu yang baru untuk hidupmu yang tampak membosankan. Atau, memang selalu kau rasa membosankan? Aneh memang, tiba-tiba saja memiliki sesuatu untuk kau perhatikan. Juga untuk membiasakan diri diperhatikan berlebihan. Setidaknya, ini memang yang pernah sesekali melintas di pikiranmu, bukan? Nikmatilah... Meski dengannya, kalian memulainya dengan sebuah ketidakyakinan. Kau yang tak yakin bisa mulai hubungan yang sangat baru bagimu ini. Juga dia yang tak yakin dengan dirinya sendiri yang sudah lama tak menjalin hubungan seperti ini. "Mau belajar denganku?" katanya lagi. "Boleh, iya, mau..." katamu masih dengan ketidakyakinan. Kalian pun memulainya. 22 Oktober 2013. Meski kau tak ingin mengingat waktunya. Yang mungkin saja akan membuatmu jadi orang menyebalkan di kemudian hari. Sekarang yang kau bisa hanya menikmatinya. Mencoba percaya pada dirimu dan dirinya. Mencoba memberi kesempatan pada hidup, untuk memberimu warna lain yang selama ini kau anggap cukup membo

Confession #1

Mendengarnya berkata, "Jadi, apa kau menyukaiku?" Setelahnya, mungkin itu diam terlama dalam jeda kau berbicara dengannya. Jelas, kau tak pernah bisa jujur tentang itu. Bukannya tak suka, tapi rasanya masih sulit untuk bisa menyukai seseorang yang berbahaya bagimu. Seperti ingin mendekati sesuatu yang seharusnya kau jauhi. Semacam anak kecil yang suka bermain kembang api. Tahu itu berbahaya tapi tetap saja senang memainkannya. Kau mungkin belum begitu menyukainya. Tapi, senang ketika tahu ada seseorang yang mendengarkan ketika kau butuh berbicara. Mencoba memperbaiki pemikiranmu yang kadang keliru. Membagi ceritanya denganmu seolah kau orang yang sangat dekat dengannya. Juga seseorang yang bisa kau percayakan untuk membicarakan hal-hal yang tidak kau bagi dengan yang lain. Kau luar biasa senang dekat dengan seseorang yang menenangkan sepertinya. Tapi, dia tak pernah tahu. Kalimat yang diucapnya pernah jadi kalimat yang paling kau harapkan terucap oleh seseorang yang lain

Sedikit Introspeksi

Kadang butuh waktu yang terlalu lama. hanya untuk sadar dan menyesal atas salah yang pernah kau perbuat. Dua tahun, misalnya. Menyesal dua tahun ini pikiran melayang-layang tak jelas. Padahal tugasnya ya cuma kuliah. Mahasiswi malas. Bodoh. Pernah suka menulis. Bercita-cita jadi penulis. Lalu malas. Takut dikritik. Berhenti menulis. Tentulah kualitas tulisan jadi tak meningkat. Dulu berminat di fotograsi. Dikritik (non verbal) langsung ciut. Mogok pegang kamera. Bagaimana mungkin bisa jadi fotografer meski cuma pemula? Sangat berkeinginan bertemu, berteman, di lingkungan yang baik-baik. Tapi, imannya naik turun tak jelas. Kapan ketemunya sama orang baik-baik? Tak begitu pandai dan cukup baik untuk benar-benar berteman dengan yang lainnya. Dinding gengsi yang dibangun terlalu tinggi. Mereka pergi dan kau tak pernah bisa meminta mereka sekedar untuk tinggal lagi sejenak. Punya keterbatasan dalam menyampaikan ekspresi, rasa, dan pikiran. Sering disalah mengerti orang-orang. Mereka menjauh

#tanpajudul

Ada rasa yang mungkin belum kau tahu adanya Entah kenapa... yang kubisa hanya mendiamkannya saja Padahal sudah mulai menyusahkanku Berwujud rindu tak tuntas yang menyesakkanku Mereka bilang, kau harusnya tahu Tapi, bisa apa jika menikmati waktu denganmu lebih menarik bagiku? Maaf... masih juga berdiam diri Sembari menunggu waktu menjauhkanmu dan takkan mempertemukan kita disini lagi