Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2012

Kembali Berulang

Rasanya tetap sakit saat melihatmu bermain dengan yang lain. Ketika bukan aku yang menjadi perhatianmu. Waktu tak hanya aku yang dijaga olehmu. Apa ini?! Tak mungkin kembali suka kan? Apa tak cukup usahaku selama sembilan bulan untuk melupakan rasaku? Berhasil... Tapi, ketika rutinitas kembali mempertemukan kita. Rasa itu hadir lagi. ARGH!! Temanku bilang, "Kembali ke masa lalu berarti mengulang kesalahan yang sama." Ya, aku tahu. Tak seharusnya kupercayai kata-katanya. Toh dia kembali lagi dengan kekasih lamanya yang sudah pernah membuatnya nyaris menangis darah. Tak seharusnya rasa itu kembali lagi. Merusak segala pusat konsentrasiku. Mengaburkan titik fokusku. Mendinginkan hati sampai rasanya begitu menyakitkan. Kau tak perlu tahu itu. Aku hanya perlu belajar melewati waktuku dengan tak menganggapmu istimewa. Kita memang tak pernah istimewa, bukan? :)

Perjalanan NURANI KOSMIK 2012 (1)

Berkunjung ke tempat yang baru memang sangat menyenangkan. Rasa penasaran bisa membuatmu terlalu bersemangat. Kau bahkan sampai lupa menyiapkan diri dengan kondisi terbaikmu. Kurang istirahat padahal tahu kalau beberapa hari ke depan waktu istirahat otomatis berkurang. Pasti! Ya, beberapa hari kemarin saya sempat mengikuti NURANI KOSMIK adik-adik 2012. :) Ini semacam Bina Akrab kalau di tempat lain. Kami menyebutnya NURANI (Nuansa Radikal dan Unik). Menyenangkan! Meski juga harus dibayar dengan beberapa perjuangan. ;) Tak apalah. Setidaknya, ada lagi pengalaman luar biasa yang bisa saya ikuti bersama KOSMIK. :D Mulai dari... Packing ! Sehari sebelum NURANI berlangsung, saya masih belum mengabari orang serumah kalau saya akan menginap tiga hari ke depan di Lannying Agrowisata, Bantaeng, yang menjadi lokasi NURANI. Ibu saya sedang sibuk sampai saya lupa meminta izin kembali untuk pergi waktu itu. Kebiasaan saya, memang meminta izin jauuuuuuuh hari sebelum kegiatan berlangsung. Jadi

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)

Tanggal Sebelas Bulan Sebelas

Saya tak ingat pernah merayakan hari ini atau tidak. Yang teringat, dua kali darinya sewaktu kecil, dilalui di rumah temanku. Rumah serupa gedung bertingkat entah empat atau lima lantai. Itu hari ulang tahunnya. Teman SD yang hilang entah kemana, tanpa menunggu hari kelulusan kami waktu itu. Saya tahu, hari ini juga hari istimewa untuk dua orang lainnya. Hari yang tak pernah sekalipun dirayakan sejak saya mulai mampu mengingat sesuatu. Tapi, kini tak lagi penting. Sebab dua orang itu bisa jadi orang yang paling ingin menghilangkan hari ini dalam kalender mereka. Hari istimewa. Juga hari yang selalu mengingatkan luka. Saya tak tahu, harus memberi selamat kepada siapa. Jika sekali saja saya mengingatkan mereka tentang keberadaan hari ini, maka terlalu besar kekecewaan yang bisa hadir kemudian. Dalam hati saya senang. Tanpa bisa membaginya dengan siapapun. Ya, saya hanya bisa bersyukur dalam diam. Ini menjadi hari dimana dua orang pernah mengikat janji suci. Berikrar saling menjaga

Tentang MenungguMU...

Saya tahu, saya orang yang cukup sabar kalau kau memintaku untuk menunggu sesuatu. Meski sangat mudah bosan, rasanya tidak cukup buruk untuk menunggu beberapa saat. Sepuluh menit, tiga puluh menit, satu setengah jam, tiga jam... masih bisa saya atasi. Saya bisa bertahan menunggu. Ini... jika saja ada buku yang menemani saya. Buku yang akan dibaca sampai yang saya tunggu datang. Kalau lupa membawa buku, maka handphone yang akan menjadi pembeku waktu saya. Mulai dari koneksi internet. Lalu, bermain game yang saya tahu sudah tak lagi menarik hati. Tapi tetap menjadi pembunuh bosan yang efektif. Atau... mencoba menulis di aplikasi notes . Tanpa mereka... saya bisa jadi orang yang paling merasa terkutuk. Terkutuk karena terlalu sering membiarkan orang-orang menunggu saya untuk banyak hal. Paling seringnya, kalau ada file penting yang hanya dipegang oleh saya, ternyata sedang dibutuhkan oleh banyak orang. Dan saya seperti biasa bangun terlalu siang dan mengabaikan janji bertemu. Seme

Hanya Rindu, Bukan Ingin Kembali

Dia tak lagi ingat, betapa saat dia menghilang dua hari saja, duniamu seolah terbalik. Kau hidup tapi tak tahu mesti berbuat apa. Kau hanya bisa diam. Lalu, sehari sebelum kau bertemu muka dengannya, dia datang melalui suaranya. Masihkah kau ingat senyum yang tak bisa kau sembunyikan waktu itu? Kau sungguh bahagia. Setidaknya kau tahu dia baik-baik saja. "Kenapa diam?" tanyamu padanya saat kau hanya bisa mendengar desau nafasnya. Tanpa kau melanjutkan kalimat, "Masih ingin aku mendengar suaramu." dia menjawab, "Saya sedang mengerjakan sesuatu." Oh, ternyata dia sedang sibuk saat itu. Tak apa. Asalkan dia tak kekurangan sesuatu apapun. Selang beberapa saat, dia datang kemudian. Dan, kau hanya bisa menghindar. Kenapa? Karena kau hanya sangat merindukannya. Dan, terlalu takut kau tak mampu mengendalikan rasa ingin bersamanya lagi. Dia datang. Tanpa pernah tahu betapa kau ingin segera berlari memeluknya tanpa membiarkan dia pergi lagi. Kalian bersama lagi

Entahlah...

Saya lupa sedang merasakan apa saat ini. Tiba-tiba saja seperti dalam kehampaan tanpa tahu apa sebabnya. Pagi tadi memang mendung. Ya, Jum'at yang mendung. Saya tak sedang mengingat apa-apa. Tiba-tiba saja seperti bersedih sendiri tanpa sebab. Tadinya, saya berniat ke kampus. Untuk memperbaiki sesuatu yang sudah sembilan minggu ini terbengkalai. Berharap keajaiban yang memang sudah mustahil. Itu jika saja saya berangkat lebih awal dan tiba disini pukul 10.00 pagi tadi. Tapi, ternyata saya baru berhasil berangkat lebih dari pukul 10.00 itu. Dan, tibalah saya disini. Perpustakaan pusat. Entah untuk apa. Entah merasa apa. Semestinya saya merasa senang hari ini. Tapi, entahlah... Rasanya seperti sedang tak merasa apapun. Mungkin sedang sangat bosan dengan keadaan beberapa bulan belakangan. Dimana waktu seperti berjalan lebih cepat, dan langkahku semakin melambat. Perpustakaan  Pusat Kampus Ruangan sejuk sebelah kiri pintu masuk