Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2010

Selalu Ada Jalan

Selalu ada jalan, saya percaya itu. Seperti semua rahasia yang selama ini tanpa sengaja membuka diri padaku. Bukan salah saya! Sungguh tak pernah ada maksud untuk tahu semua hal yang memang ingin saya ketahui. Selalu saja ada hal yang membuat saya tahu tentang sebuah rahasia. Saya tak pernah sengaja mencarinya. Dia yang muncul sendiri. Mempertontonkan aksinya padaku. Sungguh!!! (haha)

Merasa Sakit Jiwa

Keanehan kembali terjadi. Dia tersenyum sendiri saat tak ada yang lucu. Menyadari itu, dia selalu mencari alasan atas anggapannya tentang sesuatu yang lucu. Ibunya menggertaknya! Dia tersenyum. Bahkan nyaris tertawa. Tawanya pun terlalu polos untuk membuat seseorang tetap menggertaknya. Ibunya ikut tertawa. Lalu menanyakan penyebab dia tertawa. Katanya, "Wajah ibu semakin lucu kalau lagi melotot!" Tak hanya itu. Saat mendengar lagu, dia tertawa. Menonton video pun sama, dia juga tertawa. Bahkan di saat adegan tersedih sekalipun! Dia menertawakan cara sang aktor bersedih, menangis. Baginya, semua hal lucu, menarik. Tak semenarik kehidupannya. Dulu, dia selalu menganggap dirinya baik. Sebagaimana anggapan orang terhadapnya, anak baik-baik. Lalu, perkataan seseorang seolah meruntuhkan semua anggapan itu. Seseorang tersebut menggertaknya, seolah membalas gertakan yang seingatnya tak pernah dilontarkannya. Dia menangis. Lalu, tertidur karena terlalu lelah menangis. Dalam

Diam?!.........

Diam. Saya selalu saja diam. Diam saat mereka sibuk berbicara. Diam saat tak ada lagi yang berani bicara. Bahkan, diam saat dipaksa bicara. Saya tidak suka bicara. Saya benci bicara. Salahkah? Pernah, saat sedang saling mengkritik dengan teman-teman. Seorang teman, bahkan mengkritik itu. Katanya, saya selalu saja diam saat teman-teman sedang seru-serunya berbicara. Kenapa? Kenapa saya tidak suka bicara saat di depan banyak orang? Itu karena saya benci jadi perhatian. Saya benci semua mata hanya tertuju pada saya. Benci menjadi titik fokus. Karena saya merasa, saat sedang menjadi titik fokus, sebenarnya semua mata yang memandang hanya berusaha mencari kesalahan pada tiap kata yang saya ucapkan. Saya benci itu! Saya juga tidak suka menimpali pembicaraan orang. Saya tidak suka menyuarakan pendapatku di tengah orang-orang yang berdebat. Saya benci berdebat! Saya selalu diam. Saat orang-orang di sekitarku sedang mengobrol dengan serunya. Tapi, saya hanya diam. Tak berkomentar se

Masih Berani Berharap??

Terimakasih untuk sapaan malam tadi. Untuk pertanyaan yang mungkin basa-basi, tapi terdengar sebagai bentuk perhatianmu untukku. (haha) mulai berharap lagi saya!! Hhe... Tidak akan lagi!! :D Tapi, terimakasihlah!! Setidaknya, harapanku dua tahun lalu, mulai membuahkan hasil enam bulan ini. Meski, sudah terlambat. Ya, sudah terlambat, sayang!! :) Oh, iya... Tentang sapaanmu padaku tadi. Kau menyapaku, bukan di saat kita tepat berpapasan. Apalagi, di saat kita masih bertatap muka. Kau menyapaku, saat aku sudah berjalan dua meter dari tempatmu berdiri. Maaf, bukannya aku tak ingin menyapa duluan. Tapi, wajahmu tadi tak berarah padaku. Jadi, kuputuskan untuk tidak menyapamu saja. Daripada sakit hati karena menyapamu, lalu sapaanku tidak dibalas olehmu?! :D Kau menyapaku, saat aku berjalan menjauh darimu. Itupun karena indera pendengarku cukup peka mendengarmu memanggilku. Andai aku tak menoleh?? Kira-kira seperti apa jadinya?? Akankah kau mengejarku?? Membiarkanku berlalu?? Atau, ter

Mulai kesalkah kau??

Tak tahu apa yang terjadi denganmu. Mungkin, kau sudah kesal denganku. Kesal padaku. Yang slalu diam saat yang lain sedang asyik bercerita. Hanya tersenyum saat yang lain tertawa terbahak. Hanya melirik saat yang lain menampakkan ketertarikannya akan sesuatu. Kesal padaku. Yang terlalu sensitif. Yang tidak bisa diajak berdebat denganmu dan malah langsung marah padamu. Ya, aku tidak suka berdebat. Kukira kau tahu itu. Aku sangat benci berdebat!!! Berdebat hanya membuat salah satu diantara kita tersinggung. Dan aku tak suka itu. Sekarang, mulai pulang sendiri-sendiri yah??? Hha... terserah dirimu mau apa. Kurasa, aku sudah cukup berbaik hati saat mengajakmu berbicara kembali sesudah aku menggertakmu. Tapi, kalau kau yang mau sekarang sikap kita akan berbeda, berubah, ya sudahlah. Aku selalu disini. Kau tahu itu. Dengan atau tanpa dirimu. 300310

Masih bisa bangga??

Bagaimana jika hal yang kau banggakan ternyata masih diragukan orang lain?? Ya, itulah yang kualami sore itu. Malam itu, rencananya saya dan seorang teman akan ke rumah seorang dosen untuk meminta tanda tangannya di persuratan kepanitiaan. Saya sudah merancang semuanya, hingga akhirnya sepulang dari kampus, teman itu bertanya, “Naik motorki??” Kujawab, “Iya!!” dengan perasaan bangga. Ternyata, dia langsung tertawa. Dia memintaku untuk tidak langsung menjemputnya di depan rumahnya. Katanya, ayahnya pernah berkata kalau caraku mengendarai motor belum terlalu lancar. Dan, beliau takut kalau ada apa-apa nantinya. Saya diam. Tak tahu mesti berkata apa lagi. Kebanggaanku runtuh sudah. Saya yang mengakui bisa mengendarai motor, begitu saja diragukan. Iya, saya akui, saya agak tidak terkontrol kalau mengendarai motor. Tapi, kupikir itu masalah kejiwaan saja. Kalau saya sedang tenang-tenang saja, maka motor yang kukendarai akan baik saja jalannya. Ya, sebaliknya lebih parah pastinya. Da