Langsung ke konten utama

Study Tour Exist'08 (3)

Hari ketiga...

Saatnya berbelanja!! ITC Mangga dua menjadi tujuan kami. Di tempat ini harga barangnya bisa ditawar. Kata seorang teman, tawarannya bisa sampai 80%. Sayang. Saya tidah tahu menawar, cenderung tak tahan merasa kasihan pada si pedagang. Sempat tertipu juga membeli sesuatu dengan harga sekian dua barang, padahal di toko sebelahnya bisa didapatkan tiga barang dengan harga 30% di bawah harga yang kugunakan untuk membelinya. -_- Nasib wanita yang tak doyan belanja. Tapi, sempat mendapat barang dengan harga murah juga. 65% di bawah harga yang tercantum di barang tersebut. (money) (haha)
Waktu bersenang-senang berakhir, lalu melanjutkan perjalanan ke sebuah stasiun TV nasional. Program acara yang akan kami tonton dimulai pada pukul 19.00. Tapi, bapak pendamping menyarankan kami untuk hadir dua jam sebelum acara dimulai. Niat untuk hadir dua jam lebih awal dari jadwal yang ditetapkan rasanya tak mungkin tercapai. Kemacetan ibu kota menahan kami selama dua setengah jam. Sampai-sampai kantuk kembali menyerang. dan membuat wajah dari beberapa orang di antara kami menjadi lesu seolah tak bertenaga.
Lalu, kantuk sontak menghilang, saat kabar, dari dua orang teman yang tak ada di rombongan, menyemangati kami. Katanya, kami diundang untuk menonton sebuah program acara di stasiun TV yang berbeda keesokan harinya. Sebuah program talkshow yang memberikan buku sebagai tanda terimakasih. Yeyeyeah!!!!!!!!!!!!!
Nyaris maghrib saat itu saat kami tiba di stasiun TV swasta nasional yang kami tuju. Setibanya disana, kami hanya menunggu di bagian luar gedung tersebut. Ternyata, tak hanya kami mahasiswa yang akan menyimak tontonan tersebut. Ada tiga rombongan berjas warna lain selain jas merah kami.
Setengah jam sebelum pengambilan gambar dilakukan, kami pun diminta masuk di ruang tunggu studio yang akan kami tempati nonton. Kami pun masuk dan duduk di bagian tengah deretan kursi studio tersebut. Pengalaman menyenangkan? Rasanya tidak. Kantuk yang tadi menyerang datang kembali. Belum lagi pening karena lampu-lampu di studio tersebut sangat terang benderang. *mata saya sensitive cahaya*
Pengalaman lain? Bisa disebut pengalaman tidak menyenangkan. Tiga jam lebih menonton tontonan yang membosankan karena lelucon-leluconnya yang jayus sangat! Belum lagi kami yang diminta tertawa saat tak ada sesuatu yang lucu. Untuk stok ‘tertawa’. Latihan GILA, katanya. Hha. Lucu saja jarang ketawa, bagaimana yang tidak lucu!! Hha… gila, gila, gila!!!!
Dan, ternyata… stok tersebut tidak hanya disiarkan untuk sekali pemutaran saja. Stok tersebut masih diputarkan pada minggu berikutnya. Betul, betul!!! -_- Oh, iya… saya sempat mendapati dua orang bersaudara, kakak-adik sekitar usia 15 tahun dengan 11 tahun. Mereka benar-benar tertawa saat tidak ada adegan lucu sedikitpun. Curiga… dan ternyata mereka sudah biasa menonton program acara tersebut dan tertawa atas segala kejayusannya untuk mendapatkan sesuatu. -_-
Acara usai. Sempat berfoto di lobi televise tersebut. Lalu, teman kami berkurang lagi satu. Diculik pacarnya juga. Ini teman yang berbeda dari yang kemarin. Dipikir-pikir, banyak juga teman saya yang hilang satu persatu karena diculik sama pacarnya! Untungnya saja masih kembali. Hhe *nassami!!*
Keluar dari gedung tersebut, kami singgah makan malam di dekat area gedung tersebut. Gedung tersebut masih terlihat disana. Teman-teman turun dari bus, lalu sekitar satu jam kemudian datang berkumpul lagi. Beberapa dengan wajah puas kekenyangan. Beberapa lagi, masih kelaparan. Kesalahan sang pedagang yang tidak menginformasikan bahwa dagangannya telah habis. Kasihan, mereka. Untung saja saya tidak termasuk diantara dua kaum tersebut. Saya, hanya menunggu di bus. Kantuk dan peningnya kepala ternyata mampu mengalahkan rasa lapar dan membuat saya lebih memilih beristirahat saja di bus. Dan, pulang ke wisma!! Kalau tidak salah, kami tiba disana pukul 23.30 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan