Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2010

Membiarkan Meninggalkan

Malam ini, dia menitikkan air mata lagi karenamu. Setelah membuka kembali semua lukisanmu yang masih disimpannya. Sebagian, ada dia disana. Matanya sembab, itu masih karenamu. Sebagian besar merindukanmu. Sebagian memikirkan betapa hebatnya waktu merubah segala hal tentang kalian. Sebagian lagi, betapa harapan untuk kembali, seolah takkan terjamah oleh kenyataan yang terjadi. Mungkin terlalu bodoh untuk memikirkan semua itu lagi. Apalagi, tentang adanya dirimu disana. Tentangmu yang selalu menyiapkan tempat khusus untuknya, dimanapun pijakan kakimu berada. Tentangmu yang menyempatkan diri untuk menemaninya di 12 tempat berbeda, waktu berbeda, hanya agar dia tak bosan disana. Kau menyempatkan diri diantara tugasmu yang menggunung. Lalu, tanpa menunggu setahun, waktu yang dikiranya akan merubah semuanya secara alami. Kau membiarkan semuanya berubah. Kau berulah seolah kau tak membutuhkan dia lagi. Seolah dia tak penting lagi. Atau memang selama ini kau ada untuk mencuri semua kebutuhanmu

Maaf...

"Plak!!" Sebuah tamparan keras mendarat di pipimu. Sungguh, tak kusengaja itu. Itu hanya reaksi spontanku atas ucapanmu yang bukan-bukan tentang aku dan dya. Tak sengaja. Tak serius. Tapi, kau langsung meninggalkanku setelah itu. Berusaha menghindariku. Dan malah mengalihkan perhatianmu dariku. Aku mengejarmu, terus memohon maafmu. Kau bilang, sudah memaafkanku. Lalu, kau menasehatiku tentang tamparan itu. Katamu, selayaknya paku yang telah ditancapkan, seketika paku itu dicabut, tetap akan meninggalkan lubang pada akhirnya. Aku kaget, shock!! Sebegitu parahnyakah aku menyakiti hatimu, teman? Maaf... Aku terlalu sibuk mengkritiki perilaku orang lain. Sedang perilakuku sendiri menuntut perhatian ekstraku. Perhatian agar tangan ini tak sembarangan lagi beraksi dan menyakiti orang lain. Mungkin, sakit di pipimu telah hilang. Tapi, lubang di hatimu tidak. Maaf... Andai ada suatu cara untuk mengubah itu. Setidaknya, bisa menghilangkan rasa sakitmu. Meski mungkin menyakitiku. Tapi,

"Mauko kayak saya?!"

Pagi itu, pukul 09.30 saya tiba di kampus. Berniat kuliah, pada awalnya. Tapi, mau apalagi, saya sudah telat 90 menit. Saya sempat melirik ke dalam kelas. Kulihat asdos-nya sedang asyik mengajar teman-temanku. Hm... karena alasan takut dimarahi asdos dan malas masuk, saya memilih duduk di koridor saja. Menunggu perkuliahan selesai. Saya duduk di samping dia. Pagi itu, saya bermaksud menyapanya saja. Mungkin bisa berbagi cerita sedikit di pagi yang cerah itu. Tapi... Dia : "Kenapako nda masuk??" Saya : "Telatka datang, adami dosennya." Dia : "Ih, masuk mko!! baru itu datang dosennya!! cepatko, masukko!!" (dengan sedikit membentak) Saya : "Edd.. janganmi deh! malaska! lagipula banyak kali mi sy nda masuk. Error mi pasti itu" Dia : "Nda ji. baru lima menit itu masuk dosenmu. Masukmi cepat!" Saya : "Tapi jam berapa mi ini, kak!" Dia : "Masukko! Mauko kayak saya?!" Saya tersentak, terdiam! Mungkin s

293 Langkah untuk Menghindar

Eits... Langkah yang dimaksud disini adalah pijakan kaki. Bukan tata cara atau proses terjadinya sesuatu. Malam tadi, pukul 19.00... Saya baru pulang dari Kampus plus Bloggers. Lalu, berjalan sekitar seratus meter dari tempat pemberhentian angkot saya, untuk menuju ke rumah. Tapi.... malangnya saya, saya lupa kalau malam ini ada acara di dekat rumah. Tepat di ujung lorong sebelah timur rumah saya. Dan saya baru mengingat itu, saat melihat sebatang kayu dengan angkuhnya menghalangi jalan saya untuk masuk ke lorong itu. Sebenarnya, saya bisa saja melangkahi kayu itu. Tapi, dua meter dari letak kayu tersebut berdiri kokoh, ada kursi berderet-deret rapat, semuanya terisi penuh dan membuat jalan tersebut terlalu sesak untuk kulalui. Hm... Saya punya ide!! Ide bodoh.. :D Saya berjalan memutar agar bisa masuk ke rumah saya tanpa melalui ujung lorong tadi. Jadinya? Saya harus lewat di ujung lorong sebelah Barat sana. Dan untuk itu, saya harus berjalan lagi, sejauh entah berapa langkah

Makassar yang Tidak Kasar

Makassar yang Tidak Kasar Kira-kira begitu nama sebuah group di facebook. Entah untuk apa pencetusnya membuat itu. Mungkin, karena ketidaksukaannya pada orang Makassar yang kasar, atau dia adalah orang Makassar yang sama sekali tidak kasar, entahlah. Tentang Makassar dan 'kasar'... Beberapa orang menyimpulkan bahwa orang-orang Makassar itu, rata-rata kasar semua. Sama seperti menyimpulkan bahwa orang Jawa bersikap lemah-lembut semarah apapun dia, atau orang Batak yang juga kasar. Saya tidak bermaksud rasis disini. Tapi, begitulah beberapa orang menyimpulkan. Saya sangat percaya, latar belakang daerah asal seseorang sama sekali tidak terlibat dengan sikap dan perilakunya. Jadi, jelas saya tidak membenarkan kaitan erat Makassar dengan kasarnya itu, hanya dengan menyangkutpautkan kata kasar yang terdengar sekilas saat kita mendengar kata Makassar. Malah, seseorang sempat berkata, "Lihat, dari namanya saja sudah ada kasarnya!" Begitu kata seseorang, jujur sangat men

Aku Diam...

Kututup telinga, Dari segala pendengaran yang menyesakkan Mereka berdebat Mereka saling tuduh siapa yang bersalah Aku, diam… Kututup mata Dari penglihatan yang menyilaukan Mereka bertarung Mereka saling bertaruh siapa yang paling terang Aku, masih diam… Aku diam… Seakan tuduhanku takkan mampu menjerumuskan siapapun Seolah kilauku terlalu gelap untuk melawan mereka Atau... aku diam… Menyembunyikan tuduhanku yang paling menyesakkan dari yang lain Menyembunyikan kilauku yang pasti akan menjadikan gelap yang lain -200410- Demi menuliskan tulisan ini di sebuah dokumen ber-password di laptopku, tulisanku di dokumen itu yang sebanyak 45 halaman terhapus sudah. Semua makian juga kesenangan tentang apapun selama beberapa saat sebelumnya terhapus. Hanya karena kecerobohan mengetik ctrl+A , lalu menuliskan tulisan diatas setelahnya. Mungkin, seperti beberapa teman-teman yang beberapa file fotonya terhapus atau mendadak hilang entah kemana, 200410 saat itu saya juga stress