Kau yang baru kukenal sore tadi. Ya, sejak kau memanggilku tadi sebenarnya saya sudah senang. Sekalipun pikirku yang akan kau tanyakan adalah kenalanmu yang mungkin saja adalah kenalanku juga.
Kau menyapaku, entah menanyakan apa padaku. Kuminta teman di sampingku untuk menerjemahkannya. Maaf saja, selain mataku rabun tak jelas, pendengaranku pun tak berfungsi baik diantara hunyi rintik hujan itu. Selagi memastikan, kau malah memintaku duduk di sampingmu.
Awalnya, bercerita tentang jalan kita yang berbeda. Lalu, kau meyakinkanku bahwa kaummu tak semuanya jahat, yang mungkin telah didoktrinkan kaumku. *eh, kau menuduh kaumku mendoktrinku, hah?!
Kuyakinkan kau bahwa kaumku bukan orang-orang seperti itu. Kaumku mengizinkanku bergaul dgn siapapun, berfikir tentang apapun.
Pembicaraan berlanjut, kau memintaku terbuka dan berkata jujur apapun pertanyaanmu nanti. Oia, kau memintaku santai dan tidak tegang. *heiiii, bagaimana mungkin saya tak tegang, dipanggil mengobrol dengan seseorang yang tak kukenal?!
Kau mulai menanyakan teman yang tadi duduk di sampingku. Teman yang masih duduk di tempatnya sementara aku mendatangimu dan duduk di sampingmu. *hmmm... Mulai ada yang tak beres. Mulai tak suka. Mulai tak nyaman. Mulai kesal!!
Dan, benar saja. Sepanjang pembicaraan kau memintaku menjelaskan apapun tentangnya. Sesekali menanyakan tentangku. Tapi, mungkin hanya sebagai selingan agar aku tak merasa dimanfaatkan.
Hha... Kau tak tahu saja, saya sudah sangat berpengalaman akan ini. Didekati hanya untuk mendekatkan seseorang dengan seorang lainnya. Sudah kenyang, boss!! Dan, jujur saja... Saya muak seperti ini. Benci dan kesal teramat sangat!!!!!!!!!!!
*oia... Apa orang itu tak sadar, telah kucubiti paha kiriku sampai semua fokusku berpusat pada rasa sakit itu??
Kau menyapaku, entah menanyakan apa padaku. Kuminta teman di sampingku untuk menerjemahkannya. Maaf saja, selain mataku rabun tak jelas, pendengaranku pun tak berfungsi baik diantara hunyi rintik hujan itu. Selagi memastikan, kau malah memintaku duduk di sampingmu.
Awalnya, bercerita tentang jalan kita yang berbeda. Lalu, kau meyakinkanku bahwa kaummu tak semuanya jahat, yang mungkin telah didoktrinkan kaumku. *eh, kau menuduh kaumku mendoktrinku, hah?!
Kuyakinkan kau bahwa kaumku bukan orang-orang seperti itu. Kaumku mengizinkanku bergaul dgn siapapun, berfikir tentang apapun.
Pembicaraan berlanjut, kau memintaku terbuka dan berkata jujur apapun pertanyaanmu nanti. Oia, kau memintaku santai dan tidak tegang. *heiiii, bagaimana mungkin saya tak tegang, dipanggil mengobrol dengan seseorang yang tak kukenal?!
Kau mulai menanyakan teman yang tadi duduk di sampingku. Teman yang masih duduk di tempatnya sementara aku mendatangimu dan duduk di sampingmu. *hmmm... Mulai ada yang tak beres. Mulai tak suka. Mulai tak nyaman. Mulai kesal!!
Dan, benar saja. Sepanjang pembicaraan kau memintaku menjelaskan apapun tentangnya. Sesekali menanyakan tentangku. Tapi, mungkin hanya sebagai selingan agar aku tak merasa dimanfaatkan.
Hha... Kau tak tahu saja, saya sudah sangat berpengalaman akan ini. Didekati hanya untuk mendekatkan seseorang dengan seorang lainnya. Sudah kenyang, boss!! Dan, jujur saja... Saya muak seperti ini. Benci dan kesal teramat sangat!!!!!!!!!!!
*oia... Apa orang itu tak sadar, telah kucubiti paha kiriku sampai semua fokusku berpusat pada rasa sakit itu??
Komentar
Posting Komentar