Langsung ke konten utama

Masih Bodoh

Ehmmmm!!
Izinkan saya menarik nafas sebelum membaca lagi tulisan itu. Menenangkan diri sebelum kembali tegang mengingat hari kemarin yang tertinggal. Tulisan itu berisikan dua kata. Satu kata kerja, satunya lagi sebuah nama. *jangan memaksaku menceritakan apa kedua kata itu

Ini bukan tentang dua kata itu. Ini, tentang seseorang yang pernah mengirimkannya. Dan tanpa sengaja, saya meminta seseorang membawa kembali dua kata itu di hadapan saya.

Belum saya buka saat dia membawanya. Saya masukkan langsung ke tasku. Lalu, saat baru kuletakkan di sampingku, baru kukeluarkan dari tasku, baru hendak kuraih lagi lalu membacanya, tanganku masih kurang lincah untuk meraihnya lebih dulu. Seorang teman yang duduk di sisiku meraihnya selagi saya masih bergelut dengan tali tasku yang rumit itu.

Ya... kubiarkan dia membacanya lebih dulu. Toh saya akan bebas membacanya setiba di rumah nanti, kalaupun tak ada yang menghambat.

Waktu bergerak, lalu membawaku pada suatu kenangan. Si teman yang membaca tadi menemukan sesuatu. Ia lalu berkata padaku, "Ini 'kan...??"
Mataku berusaha berkontraksi sebisanya. Dan dibacalah olehku dua kata itu. Ah... Tidak!!

Bagaimana mungkin benda itu bisa kembali padaku?? Dua kata yang pernah menjadi penghubungku dengan seseorang. Bagaimana mungkin ia menggangguku lagi?? Sungguh... tak ingin lagi saya dibodohi olehnya. Oleh orang yang datang dan pergi sesukanya. Tapi, dua kata ini datang lagi!! Apa yang dicarinya?? Apa hanya ingin memastikan apa saya masih bisa dibodohi dengan kembali mengingat cerita kemarin lalu menuliskannya?? Kalau iya, dia benar... saya masih bodoh...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan