Langsung ke konten utama

Rumah-KLink-MTC-KLink-SD Sudirman-Pantai (Tiga November)

Semalam laptop sedang tidak sibuk. Kembalilah sy berduaan dengannya sampai subuh. Bisa ketahuan hasilnya kan??

Paginya saja tidak ke kampus, padahal kuliahnya baru dimulai jam 10. Siangnya saya berniat masuk kuliah selanjutnya di jam 1 siang. Setelah siap-siap dan akan berangkat ke kampus, ternyata saya sudah sangat terlambat. Di kelas, dosen sy sudah masuk. Sedang sy baru akan berangkat ke kampus. Tapi, daripada dicurigai sangat malas ke kampus sama orang serumah, sy lalu keluar rumah saja tanpa tujuan jelas.

Dengan lagu Air Supply (Goodbye) yang ada di playlist mp3 di hp saya, saya lalu naik pete-pete tanpa tahu akan turun dimana. Akhirnya, saya memutuskan untuk turun di karebosi saja. Sy lalu masuk ke k-link. Jalan sendiri tanpa tujuan jelas. Dalam kamus sy, ini boleh saja. Jalan tanpa tujuan jelas, asal sendiri dan tidak beramai-ramai.


Sy mengirim sms ke cue. Bertanya tempat yang dia tuju saat tak tahu mau kemana. Sy bertanya ke dia sebab dari update-an di beberapa akunnya di jejaring sosial, dia bisa dicurigai sering menghabiskan waktunya sendirian saja.
Lama tak dibalas.

Sy lalu mengincar tempat duduk di salah satu sudut k-link. Tapi, terisi sama beberapa ibu-ibu. Padahal, sy sudah niat mau menghabiskan waktu disana sampai sy bosan. Sy lalu belok ke carrefour. Keliling mencari apa yang bisa menghabiskan beberapa jam dari waktu sy. Tapi, tak ada ternyata.
Sy hanya membeli niu green tea (minuman favorit sy selain kopi hitam di rumah). Menengok ponsel, dan ternyata minim sinyal disana.

Saat keluar dari carrefour, sms dari cue baru masuk. Dia ngajak ke pantai (anjungan pantai losari-tempat menyendiri kesukaan dia). Tapi, berhubung di masih di Woodsy Gab bersama temannya, maka saya ke mtc dulu. Mencari tempat untuk menghabiskan waktu. Dari basement MTC yang terhubung dengan K-Link, saya lalu ke lantai 1. Tapi, ternyata salah tempat. Tak ada yang menarik disana.

Saya lalu keluar, di selasarannya. Melihat beberapa orang duduk disana. Kemudian, saya mencari tempat untuk duduk di dekat selasaran itu. Minum minuman botol yang tadi saya beli. Tak lama kemudian, orang-orang yang duduk di dekat saya lalu pergi. Saya merasa ada yang tak beres disitu. Saya lalu memilih berjalan kembali, meski tak tahu mau kemana. Setelah berdiri, barulah saya melihat tulisan yang ditempel di tembok dekat selasaran, "Dilarang duduk di selasaran!!" Oops!!


Saya berjalan lagi dan kembali ke basement. Pergi ke K-Link lagi. Lalu, keluar ke trotoar di Karebosi. Niatnya akan menyeberang untuk membeli burger di depan SD Sudirman. Tapi, saat akan menyeberang jalan, saya melihat jembatan penyeberangan di depan SD Sudirman seolah menjadi mainan yang menarik. Saya yang takut ketinggian, sebenarnya lebih suka menyeberang jalan langsung saja. Tanpa memperhatikan zebracross, apalagi mesti naik jembatan penyeberangan. *Pengguna jalan yang tak berguna!!

Berhubung perasaan saya sedang kacau, bagaimana kalau dialihkan sedikit dengan naik jembatan penyeberangan itu?? Saya lalu memberanikan diri untuk mendaki tangga itu. Meniti tangga itu dan semakin ke atas, semakin membuat kaki saya terasa berat. Bukan berat karena tertarik oleh gaya gravitasi bumi, tapi terasa berat seolah kaki saya juga takut melangkah. Penuh rasa ketakutan saya meniti jembatan penyeberangan itu. Setidaknya, saat itu hanya satu hal yang ada di pikiran saya, hanya ada satu rasa tanpa dikacaukan perasaan lain, takut!! Oia, saya suka menyeberang langsung seolah saya lebih memilih tertabrak daripada terjatuh dari jembatan penyeberangan!!

Saat akan turun dari jembatan penyeberangan itu, saya berpapasan dengan seorang anak SD yang baru sampai di atas dan hendak meniti jembatan itu. Saya iri!! Kenapa anak itu bisa seberani itu lewat jembatan penyeberangan??

Setibanya di bawah jembaran penyeberangan, saya lalu kegirangan. "Alhamdulillah saya berani juga!!" Sendiri lagi!!
Setelah itu, lanjut ke tujuan semula. Beli burger!! Sebenarnya, saya tidak terlalu suka dengan burger yang dijual dengan gerobak itu. Tapi, saya sudah terlanjur suka dengan burger yang satu itu. Burger gerobak yang di depan SD Sudirman. Waktu SMA, saya dan teman-teman seringkali menyempatkan untuk singgah disana. Karena sering membeli burger disana waktu SMA. Bapak penjual burgernya jadi kenal sama saya dan teman-teman. Meski hanya kenal muka.

Selagi menunggu pesanan saya, SMS dari Cue masuk. Katanya, dia sudah akan berangkat ke Pantai. Setelah pesanan saya jadi, sempat berbasa-basi dengan bapak penjual burger (yang sampai sekarang tidak tahu siapa namanya), lalu saya pamit. Menyeberang lagi ke karebosi, kali ini langsung lewat jalan saja. Sempat melirik pak polisi yang ada di seberang sana. Pikiran saya, pak polisi pasti akan memarahi saya.
Bodohnya lagi, selagi menyeberang saya hanya diam di tengah jalan dengan pikiran saya tadi itu. Sampai-sampai terdengar klakson dari sebuah mobil yang menunggu saya menyeberang. Hhe... Maafkan saya!!

Perjalanan berlanjut!! Tawar-menawar harga dengan daeng becak, lalu naik becak ke pantai!!
Setiba di Pantai. Saya memilih duduk di bagian kiri anjungan tersebut. Di depan RS. Stella Maris. Oia, masih dengan lagu Goodbye di telinga saya. Sambil menunggu Cue, saya mengeluarkan buku konyol yang ada di tas saya. Buku jepang terjemahan. Bukan komik (karena saya tak suka komik), tapi hanya semacam novel kecil (tak tahu apa namanya). Buku ini saya temukan di rumah, katanya punya teman kakak saya. Entahlah...

Sibuk membaca, saya lalu melepas headset saya. Rasanya, mendengar suara angin laut lebih menyenangkan. Aneh juga rasanya, ke anjungan itu hanya untuk membaca.
Sekitar setengah jam setibanya saya disana, dan sedang asyik-asyiknya membaca, barulah Cue datang.

Jujur, saya
tidak keberatan menunggu seberapa lama pun. Asalkan ada hal yang bisa membunuh kebosanan saya. Kali ini, saya membawa buku itu. Jadi, sungguh tidak apa-apa. Lagipula, itu di pantai. Saya sangat tidak keberatan menunggu dengan pemandangan laut semacam itu. Meskipun, laut itu terlihat tak luas lagi sebab banyak yang menghalangi pemandangan itu.

Saya tidak keberatan menunggu. Tidak kesal atau marah sama sekali. Tapi, Cue sangat merasa bersalah. Mengeluhkan sakit kepala akibat rasa bersalahnya itu. Dia memaksa saya menerima ajakan traktirannya. Saya sudah berkata, kalau saya sudah makan burger. Juga sudah makan di rumah sebelum keluar tadi. Tapi, dia tidak percaya.
Dia malah meminta saya membuktikannya. Gimana caranya?!

Saya menerima ajakannya dan memilih makan di rumah makan yang tak jauh dari situ. Kami duduk di kursi yang paling luar. Saya memilih duduk menghadap ke pantai. Dan memesan Gado-gado dan teh tawar. Cue, memesan coke.
Capek menjelaskan efek negatif minuman itu, saya pun berlagak tidak peduli lagi.

Kami menghabiskan waktu dengan bercerita di pertemuan ketiga kami itu. Baru kali ini kami bisa bercerita panjang-lebar. Dua pertemuan kemarin hanya diisi cerita singkat/basa-basi. Kebanyakan, kami bercerita tentang perkuliahan kami, pertemanan kami dengan orang lain, dan keluarga. Di tengah pembicaraan, sebenarnya saya merasa saya yang sedang dalam perasaan kacau. Tapi, kenapa lebih banyak dia yang bercerita yak?!


Langit mulai gelap. Setelah benar-benar gelap, pembicaraan pun berakhir. Dia ngotot mengantar saya pulang ke rumah, hanya karena saya berkata tidak boleh pulang malam. Sebab, bahaya naik pete-pete malam-malam. Ehhhh, dia mikirnya saya takut pulang malam!!
Orang cuma khawatir dengan nenek saya yang paranoid sama kemungkinan-kemungkinan buruk kalau cucunya pulang malam.

Cue ikut naik pete-pete dengan saya. Mulai dari pete-pete trayek B yang akan mengantar saya sampai jalan Diponegoro. Lalu, dia masih ngotot, sampai saya naik pete-pete trayek C, dia masih saja ikut. Ngotot mengantar saya pulang. Saya juga ngotot tidak mau pulang. Dia lalu berjanji akan turun di tengah jalan, tempat dia akan menyambung pete-petenya. Tapi... sampai di jalan Pongtiku dia belum mau turun juga. Saya lalu bilang, "KIRI!!". Pete-pete berhenti dan kami turun disitu.

Dia belum mau pulang juga. Sekitar satu jam kami berdebat. Saya akan pulang kalau dia pulang. Dia juga ngotot baru pulang kalau saya pulang. Hmmm... Saya menurunkan syarat saya. Saya akan pulang (naik pete-pete lagi untuk pulang) kalau dia mau menyeberang di jalan yang mengarah ke jalan pulangnya dia. Dia ngotot tidak mau menyeberang!! Saya lalu menyeberang dan dia ikut menyeberang.
*Berhasil!!

Saya kembali menyeberang, akan naik pete-pete untuk pulang. Dia tetap di seberang menunggu saya naik pete-pete lalu dia akan pulang.


Hari yang menyenangkan. Jalan sendiri. Naik jembatan penyeberangan. Lalu, menikmati sore di pantai dengan Cue. Meskipun berakhir kurang menyenangkan, sebab Cue mengatakan kalimat yang tidak menyenangkan.
Sudah pertemuan ketiga. Saya membatasi hanya bertemu tiga kali dengan orang lain. Supaya tidak terlalu dekat.
Semoga ini tidak benar-benar pertemuan terakhir kita, Cue!! Menyenangkan berkenalan denganmu. Tolong jangan mengakhirinya hanya karena takut dekat lagi dengan orang lain.

Komentar

  1. mau di susahin ine orang kl begi2.. yyah.. tunggu sjaa smpai....... (tongue)

    BalasHapus
  2. halo, Anonim!! sampai kapan?? bikin penasaran saja dirimu!! (blush) (haha)

    BalasHapus
  3. (doh)(doh)(doh) ada apa dengan jiwa serba kebetulan ini (baca: bukan lagi menstalking ini nah)?
    dan Kenapa jg kubaca sampai akhir (doh)(doh)

    BalasHapus
    Balasan
    1. (hassle) apa maksud itu 'jiwa serba kebetulan'? jelaskankaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!! (bringit)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan