Langsung ke konten utama

Rumah-Kampus-Warung Pempek-Rumah-Rumah-Rumaaaaaah... (empat November)

Hari ke-empat minggu ini, ternyata masih saja ada kuliah pagi yang mengganggu tidur saya. Mahasiswi yang tidak berguna!! Jadi mahasiswi, niat kuliah atau niat tidur!! Mau apalagi!! Sebagai mahasiswi yang baik, harus rajin-rajin kuliah. Meski badai ngantuk datang, itu tak boleh menghadang!! Tapi, ternyata saya belum mampu menjadi mahasiswi yang baik , yang ada saya malah telat sampai ke kampusnya!! *Lupa juga karena apa!!Mungkin seperti kemarin, laptop sedang menganggur.

Selagi dalam perjalanan ke kampus, saya menerima SMS dari Mini. Katanya, dia sudah di kampus. Tapi, dia terlambat dan tidak diperbolehkan lagi untuk masuk kelas. Apalagi saya?!

Maka, saat saya tiba di kampus. Dan berjalan di trotoar dekat rektorat menuju jurusan, kaki saya disengajakan melangkah lambat. Cepatpun tidak berguna!!

Tiba di fakultas, saya melihat beberapa teman duduk di koridor lantai satu. Mereka yang sempat melihat kedatangan saya, keheranan melihat saya. Sebagai alasan keterlambatan saya yang keterlaluan, saya hanya berkata "sudah daritadi saya tahu kalau orang terlambat sudah tidak diperbolehkan masuk, maka saya memperlambat jalan saya."

Pagi-pagi, saya sudah bosan di kampus. Tapi, merasa datang hanya untuk melihat teman saya kuliah rasanya terlalu percuma. Saat teman-teman sudah keluar dari kelasnya, saya lalu memanfaatkan waktu untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan kehadiran saya di kampus. Salah satunya, urusan dengan kak Dini'07. Sejak kemarin, dia mengirim SMS ke saya. Ada urusan dengan saya, sepertinya.

Selagi berbicara dengan teman-teman di koridor tadi, kak Dini tiba-tiba melintas di hadapan saya. Terjadilah aksi kejar-mengejar kak Dini di koridor FIS III pagi itu. Setelah merasa urusan telah selesai, lalu pulang!! Teman-teman saya masih tinggal, sebab masih ada kuliah Siang harinya. *anak Jurnal pulang duluuuu!!

Masih merasa percuma keluar rumah dan pulang dengan sangat cepat, saya memutuskan singgah beli pempek di depan kantor gubernur dulu. Teringat janji dengan tante semalam. Saya sudah janji akan beli pempek untuk dia. Saat berjalan ke depan FISIP untuk naik pete-pete pulang, saya menghubungi beberapa teman yang sering makan di tempat itu. Sekedar mengecek apa tempat itu sudah buka sepagi itu. Ternyata tak ada yang tahu pasti. Terpaksa mengecek sendiri.

Di pete-pete, saya terus memperhatikan jalan di sebelah kiri. Tepat saat warung pempek itu terlihat, sepertinya ada orang yang duduk di kursi pelanggannya. Pasti buka!! Saya singgah lalu membeli beberapa jenis pempek. Sementara menunggu pesanan yang akan saya bawa pulang itu, sebenarnya saya berniat mengisi waktu dengan minum disana. Sayang, es kacang merahnya belum ada.

Pulang dari sana, saya berniat untuk meminta ayah saya untuk menjemput saya disana. Menjemput lalu mengantar lagi ke rumah saya. Tapi, setelah berpikir tidak ingin mengganggu ayah saya, saya memilih pulang sendiri saja. Lagipula, lebih enak pulang sendiri. *Sok mandiri!!

Setiba di rumah, rumah saya sepi. Kakak masih di kampus. Nenek keluar entah kemana (seperti biasa). Adik sepupu saya yang nakalnya minta ampun, yang entah kenapa sangat betah memporak-porandakan rumah saya, serta ibunya yang suaranya menggelegar seisi rumah, juga tidak tampak. Yahhh.. sepertinya adik itu masih di sekolah. Ibunya mungkin masih di rumahnya, atau pergi entah kemana (sama seperti nenek).

Paling yang ada di rumah cuma tante saya. Dan ternyata benar. Dia baru saja turun dari lantai dua. Saya katakan padanya kalau saya membawa beberapa pempek. Kami lalu makan bersama di meja makan. Eh, makan bersama?! Bukannya pempek tadi untuk tante?? Saya tiba-tiba merasa lapar saat melihat bulatan pempek itu.


Sukses makannya, seperti kebiasaan orang malas lainnya, saya memilih tidur. Tapi, bisa juga saya memilih tidur karena kantuk yang belum tertuntaskan semalam. Saat terbangun, ternyata hari sudah hampir sore. Dan rumah mulai ramai. Maklum, malam harinya akan diadakan dzikir-an. Rutinitas di rumah setiap malam Jumat selama ibu saya pergi ke tanah suci sana.

Malamnya, seperti pada dua malam Jumat sebelumnya, dzikir-an pun dilakukan. Entah oleh siapa, sebab saya sibuk mengurung diri di kamar. Oia, malam Jumat sebelunya, tidak sempat saya ikuti. Sebab lupa dan kemalaman pulang dari kampusnya. Waktu tiba di rumah waktu itu, saya tiba-tiba saja kaget melihat kakek-kakek (anik-adik dari nenek) sedang berkumpul di rumah. Rupanya mereka habis mengikuti dzikir-an tadi, seperti di malam Jumat sebelumnya. Dan, bagaimana mungkin saya bisa lupa?!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...