Langsung ke konten utama

So Real/Surreal

Buku ini saya dapat dari seorang teman yang menjual kembali buku-bukunya. Berhubung saya penganut lebih baik banyak tapi oke daripada sedikit tapi lebih oke, saya memilih yang banyak. :D Saya hanya ingin membaca.  Lebih banyak buku lebih bagus. Dan saya tak perlu buku baru, *meskipun saya sangat suka aroma buku baru, hanya untuk bisa membaca. Jadilah saya membeli tiga bukunya yang ada dalam satu paket yang sama, waktu itu.

Sebelumnya, sebenarnya saya tak suka membuat tulisan tentang isi buku. Hal ini akan menghilangkan penasaran bagi orang yang akan membacanya. Tidak enak juga sama penulisnya, yang mungkin akan kehilangan orang yang akan membeli bukunya. Oke... sepertinya saya terlalu berpikir jauh. -__-
  • So Real/Surreal
  • Nugroho Arifin
  • 173 halaman
Buku ini bercerita tentang empat orang yang berbeda profesi dan latar belakang. Sudut pandang orang pertama. Dan empat orang ini memiliki sudut pandang masing-masing. Jadi, ada empat orang yang bercerita disini. Empat orang sebagai 'aku', 'saya', 'gue', dan satu lagi 'gue'. Tapi, tenang... kalau membacanya dengan tenang, kita tidak akan dibuat pusing oleh penokohan ini. Ini yang saya suka. Saya jadi berpikir, "Siapa lagi ini yang bercerita?". Kita hanya perlu memperhatikan 'yang bercerita ini sedang menyebut dirinya 'aku', 'saya', 'gue', atau 'gue' yang satu lagi. Kalau untuk 'gue' yang hadir dua kali, tak usah khawatir karena ada pembedaan jenis font dalam buku ini.

Empat orang ini terhubung dalam kisahnya masing-masing. Meski mereka tidak berada dalam lingkup pergaulan yang sama. Orang-orang ini memiliki dua sisi kehidupan. Satu nyata, satu fiksi. Fiksi atau... topeng yang coba disembunyikannya. 
Ada seseorang yang tampaknya baik-baik saja. Meski terlalu pendiam dan tak banyak bergaul. Hanya menjalani hidupnya begitu saja. Rutin. Membosankan. Di awal cerita, tak terbaca dia ini perempuan atau lelaki. Kita akan tahu begitu tiba di pertengahan cerita. Ketika terlalu sulit meninggalkan bacaan buku ini. Kenyataannya, orang ini mengalami terlalu banyak kekecewaan dalam hidupnya. Hingga dia memilih pergi dan menjalani hidup yang dia mau. Dalam persembunyian ini, dia mendapat dua pilihan. Kenyataan yang ada di kamar sebelahnya. Dan seseorang nyata tak nyata lainnya yang ditemukannya di dunia maya. Akhirnya? Dia memilih menolak kenyataan yang pernah lebih dulu menolaknya.

Lalu, seseorang hectic yang larut dalam pekerjaannya. Memiliki kekasih yang selalu menemaninya di penghujung hari. Tapi, menyembunyikan ambisinya untuk berselingkuh. Di tengah kesibukannya dia mendapat kesempatan itu. Dan harus mengalami kecewa lebih dulu tanpa sempat mengiyakan kesempatan yang datang itu.

Ada lagi seseorang yang mesti bertopeng untuk menutupi jati dirinya. Hanya agar membuat dirinya terlihat normal. Bukan untuknya, tapi untuk keluarga yang terlalu kolot untuk menerima dirinya yang sebenarnya. Di tengah usaha itu, dia mencoba menjadi normal. Mencari seseorang untuk membuatnya benar-benar normal, ia harus kehilangan orang tersebut meski masih terus mengejarnya.

Dan, seseorang lagi yang sebenarnya beruntung. Tapi, terlalu serakah. Diakhiri dengan penyesalannya dimana ia meninggalkan orang yang menjadi pelariannya dan harus mengejar orang yang sudah dicampakkannya.

Empat orang inilah yang mencoba lari dari kenyataan hidupnya. Dan, mendapatkan jalannya masing-masing di akhir cerita. Menurutku bagus, bisa membuatmu sadar untuk mensyukuri hidupmu apa adanya. Adalagi, sebenarnya, yang saya merasa risih untuk dituliskan disini. Tanya langsung ke saya atau pinjam bukunya saja yak! :D

Komentar

  1. saya memilih untuk pinjam bukunya saja kak! :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkeun... :D
      Ingatkan sj saya nanti.. Selesaikan yg kemarin dulu tapinya yak.. ;)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)