Langsung ke konten utama

Pengabaianmu

Di sudut jalan, hari itu... kita bertemu. Seperti biasa, kalau bukan aku yang menyapamu, kita tak akan pernah bicara lagi kan? Kenapa? Sepertinya kau terus menghindariku. Pernahkah ada salah yang tak kusadari? Kau tak pernah mau memberitahuku itu. Huh... kau membiarkanku bertanya sendiri. Mencari jawabannya sendiri. Kenapa tak kau bantu? Sekedar memberi petunjuk atau apalah yang bisa membuatnya menjadi mudah.

Bisa saja semuanya kuabaikan. Sikap tak pedulimu. Bahkan saat sedang sibuk tidak memperhatikanku. Bisa saja aku juga tak peduli itu. Tapi, kau membuatku merasa bersalah. Salah karena tak pernah tahu salah dan tiba-tiba ditinggalkan. Tanpa diberitahu apa kesalahanku, apalagi diberi waktu untuk memberi penjelasan. Sudah, ditinggal saja.

Kau sempat membuatku kebingungan sampai beberapa hari setelahnya. Lalu, atas dukungan teman-temanku, kuputuskan mengabaikan semuanya saja. Lagi. Tapi, semua pengabaian itu sia-sia saat bertemu denganmu. Bertemu dengan sikap dingin yang seolah sudah kau patenkan ketika bertemu denganku.

Tak bisakah menjadi biasa saja?
Saling menyapa lagi...
Seperti yang lain
Tertawa lagi...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)