Langsung ke konten utama

Rindu yang Tersimpan?

Biarkan aku memberi tahumu sesuatu. Salah. Bukan. Menanyakan sesuatu padamu. Aku tahu kau juga tak tahu apa jawabnya. Hanya penasaran. Lebih tepatnya, sempat membayangkan tentang sesuatu ini...
Apa jadinya kalau kau ada disini?
Lucu sendiri membayangkan seperti itu. :) Mungkin aku akan selalu terlihat malu dan tak pernah berani berbuat apapun. :D Lalu, menghabiskan hariku berbagi kabar denganmu. Meski dalam pertukaran kabar itu, kita tak pernah berani menanyakannya secara langsung. Hanya saling berbagi cerita. Setidaknya, kita bisa saling tahu apa yang kita rasa.

Menyenangkan, sebenarnya. Belum ada yang menandingi betapa penuh warna hari-hari seperti itu. Tapi, kalau itu yang terjadi, takkan kudapati diriku yang seperti hari ini. Bebas karena tak ada kau yang akan memperhatikan keberadaanku. Bebas karena tak perlu mengkhawatirkan keadaanmu disini. Disana kau aman-aman saja kan? Ya, aku tahu. Banyak yang memperhatikanmu lebih baik daripada yang bisa kulakukan. :')

Sebenarnya, aku rindu! :') Dan tulisan ini semestinya menyedihkan. Tapi, apa yang bisa kulakukan jika hanya terus bersedih? Itu takkan membuatmu kembali. Sedihpun akan kutanggung sendiri karena hanya aku dan Tuhan yang tahu itu. Kau takkan kubiarkan untuk tahu itu. Dan, belum berani kuceritakan hal ini pada teman-temanku. Termasuk sahabat terdekatku.

Kalau kau benar-benar mengenalku, tentu kau tahu alasanku atas semua ini. Alasan untuk tidak langsung mengatakan rindu padamu. Padahal, mudah saja untuk itu. Cukup menghubungimu dan pasti akan kau tanggapi dengan cara yang tidak biasa. Tapi, tenang... tak akan kulakukan. Biar kita simpan sendiri-sendiri saja dulu. :)


26 Januari 2012
Kau tahu aku selalu merindukanmu?
Tapi, harap kau memperhatikan ini.
Aku hanya merindukanmu!
Sama sekali tak menunggumu kembali kesini. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)