Langsung ke konten utama

Pemilik 7 Februari - Trianasari


Ini untuk dua orang saudari yang berulangtahun di 7 Februari kemarin. Biar diceritakan satu-satu yak! :D
Mohon maaf atas keterlambatan ini. Tahulah, keadaan kita kemarin itu bagaimana. hehe...

Trianasari (Tria) atau ada yang mengenalnya dengan ID @treea_sary.

Saya lupa kali pertama mengenalnya. Yang jelas, kami tidak dalam lingkup pergaulan yang sama sewaktu MABA. Beda geng! Hhahahaha. Waktu yang berjasa mendekatkan kami. Tapi, saya juga lupa kapan kali pertama kami dekat. Saya tidak ingat ada dia di sekitar saya waktu kuliah-kuliah MKU dulu. Tapi, saya ingat kami merasa senasib saat sosialisasi almamater kami sama tak sempurnanya. Ya, barangkali rasa 'sama' ini yang membuat kami mulai merasa ada di kelompok yang sama.

Dia ada waktu saya kebingungan saat panik menyukai seorang teman. Dia ada saat saya kehilangan teman dekat yang berpacar dan mulai tidak memprioritaskan kami, teman-temannya. Oh, iya... ada saat saya merasakan hal itu untuk kedua kalinya, dengan teman kami yang lainnya. Dan, dia juga mengalaminya. Kami menyebutnya, syndrom teman punya pacar.


Seorang teman yang identik dengan tokoh Olive Oyl, kekasih Popeye The Sailor Man. Entah kenapa, tiap liat Olive jadi ingat dia. Padahal postur tubuhnya tidak setipis Olive. Dia masih baik-baik saja, menurutku. Mau bertanding siapa yang lebih jaim (jaga imej)? Dia bisa jadi pemenangnya. Saat study tour dulu, dia pernah berjalan dengan cantiknya saat dia dan satu teman yang lain ketinggalan bus. Bus kami mesti berputar kembali di jalur yang sangat padat. Bus kembali menjemput mereka. Dan dia tidak mencoba jalan cepat, sampai kami yang di atas bus sudah sangat panik meminta mereka cepat berjalan, bahkan lari kalau perlu.

Temanku ini sangat penyayang. Sendiri perempuan diantara 4 orang bersaudara. Mungkin karena itu juga dia melihat kami seperti saudaranya sendiri. Dia seseorang yang rajin. Rapih. Pandai mencocokkan sepatu-pakaian-sepatu-gelangnya. Fashionable? Menurutku, sangat! Dia juga punya buku agenda yang sangat gemuk. Gemuk sebab dia menggunakannya untuk mencatat apa saja. Catatannya entah dimulai sejak kapan. Tapi, kita bisa menemukan hal yang terlupakan dengan catatan itu. Apalagi yak? Ummm… dia kolektor struk pembayaran, yang biasanya kita buang setelah mengecek ketepatan harga barang yang kita beli, di mini-super market. Dia juga akan menyertakan tanda-tangan orang-orang yang menemaninya disana. Ini aneh? Mungkin. Tapi tak lagi aneh saat kau sudah mengenalnya.

Kadang dia datang terlambat. Tapi, bisa dimaafkan mengingat jarak rumahnya dengan kampus TIGA KALI jarak rumahku ke kampus. Saya pernah menafsirnya lewat google map. Meski tak yakin tepat. Emmm..Tentang ketidaktepatan waktu, saya pernah sangat mengecewakannya. Waktu itu, sehari sebelum dia KKN. Kalau saya tak salah ingat. Kami ingin bertemu, sebelum pisah selama dua bulan itu. Saya sangat terlambat sampai batal bertemu dengannya. Dan, dia marah entah sampai beberapa hari setelahnya.

Kami semakin dekat saat sama-sama mengurus KOSMIK. Dua biro-klub yang jauh beda. Broadcast dengan banyak peminat. Dan CSC yang menurutku begitu penting, tapi sangat sulit menarik massa. Irikah saya? Kalau iya, saya paling iri dengan keluwesan dia bergaul. Mengakrabkan diri dengan kakak-kakak pendahulunya di Broadcast. Juga begitu ramah pada adik-adik yang kelak menjadi penerusnya. Saya sangat tidak memiliki keahlian itu. Iri! -_-

Sekarang, setelah kepengurusan periode kami berakhir, dia mungkin kembali fokus ke tujuan awal kami berkuliah. Menyelesaikan kuliah. Berhubungan dengan proposal yang akan diseminarkannya nanti, saat saya sedang di lokasi KKN nanti (mungkin?). Ya, tidak sepertiku, perkuliahan dia lancar-lancar saja. Sudah tak ada kuliah di kelas lagi. Kalaupun ada, paling hanya Internship. Menyangkut magang-nya di Keker-Fajar saat ini, bersama Fheny, teman kami yang lain.

Saya sensitif. Keseringan tersinggung akan hal-hal kecil. Mudah menangisi hal biasa. Susah mengendalikan amarah. Saya tahu itu. Tapi, terkejut saat tahu ada yang sepertiku. Ya, tidak separah saya yang begitu mudah emosi. Tapi, ada juga yang mudah tersinggung rupanya. Dia akan merasa seolah-olah tidak dianggap saat terlupakan dalam ajakan senang-senang teman lainnya. Suasana hatinya akan memburuk. Dan akan berimbas pada orang-orang yang sebenarnya tidak ada hubungan dengan itu. Dia akan berpikiran buruk pada beberapa orang. Juga menjadi sangat sedih, merasa terabaikan. Ok, mungkin tebakan saya akan apa yang dirasakannya tidak tepat. Tapi, itu yang bisa saya baca. Saya ‘pernah’ selalu dalam perasaan itu. Merasa ditinggal. Tapi, lama setelah itu, saya jadi kebal. Bukan kebal, sebenarnya, hanya merasa itu biasa. Mulai tidak mengekang teman-teman terdekat saya untuk terus berdekatan dengan saya. Saya beranggapan, temanku bukan hanya berteman dengan saya saja. Dia/mereka bebas bersenang-senang, dengan siapapun. Meski tanpa saya.

Kita bebas berteman dengan siapa saja. Seperti yang pernah saya bicarakan (kalau tak mau dibilang ‘bergosip’) dengannya. Saat mendapati seorang teman yang begitu mengekang ‘teman dekatnya’. Ya, kita bebas berteman. Teman kita juga bebas berteman, meski bukan dengan kita. J

Yak… semangat selalu, saudariku! Kau tahu kau tak pernah sendiri. Hanya, mungkin sesekali lupa. Yang perlu kau ingat, tak pernah ada yang sengaja meninggalkanmu. Dan, seperti yang pernah kubilang (kalau masih kau ingat), kita memang tak bisa mengandalkan adanya seorang teman dekat di perkuliahan. Dari sebelum sekolah, saya sudah memperkirakan itu. Di pikiran saya, kita kuliah beda tujuan. Perkuliahan di kelas hanya jembatan untuk tujuan kita masing-masing. Tapi, kuliah kita ternyata tak hanya menjembatani tujuan kita. Kesibukan di luar kelas, menjembatani kebersamaan kita. Seperti tema NURANI KOSMIK kita yang tak pernah benar-benar kita ikuti bersama. “Bersama Berbagi Kebersamaan.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)