Selamat ulang tahun, Bunda...
Hari ini tepat empat puluh tahun kau terlahir menjadi anak dari ibumu. Ibu yang sangat menyenangkan, meski seringkali kugertak akibat sikap paranoidnya yang berlebihan. Semoga beliau memaafkan sikap cucunya yang tak tahu terimakasih ini. Semoga tak sedih hatinya melihat anak dari anaknya berkelakuan berbeda dengan inginnya. Semoga tak sakit juga hatimu melihat tingkahku yang kurang ajar itu.
Kurang dari separuh usiamu, telah diisi dengan kehadiranku. Kau memang masih sangat muda saat aku terlahir dan menjadi salah satu manusia pengisi harimu. menjadi salah satu orang yang kau sangat bertanggung jawab atas segala yang terjadi padanya.
Semoga ada kesempatan dimana aku bisa membahagiakanmu kelak. Dan tak ada waktu untuk mengecewakanmu lagi. Amin...
Tahun ini, tahun dimana kau mendapat berkah melimpah dari-Nya. Insya Allah, kau akan mengunjungi Tanah Suci yang menjadi Rukun Islam yang ke-empat. Akan ada keikhlasan disana. Kau ikhlas kesana. Dan kami disini, ikhlas membiarkanmu kesana.
Kutahu pasti akan ada rindu yang teramat besar, saat berjauhan denganmu, tak bertemu denganmu selama empat puluh hari itu. Semoga bisa aku ikhlas menjalaninya.
Kau tahu aku sangat menyayangimu, tanpa harus kuucapkan dengan lisanku. Kau tahu aku sangat menikmati hangat pelukanmu yang bisa menenangkanku. Semoga selalu baik-baik saja kau, Bunda. Kapan dan dimanapun kau berada.
Kadang, aku merasa kau lebih aman bersamaku. Daripada kau sedang jauh tak bersamaku, hingga aku tak punya daya untuk melindungimu. Tapi, kurasa aku harus belajar untuk tidak mengkhawatirkan itu. Sebab ada Yang Maha Pelindung yang Insya Allah selalu menjagamu.
Sekali lagi, selamat hari lahir, Bun...
Semoga jiwa mudamu tetap menyemangati ragamu yang mulai menua. Bagiku, kau tetap ibu tercantik. Juga memiliki senyum termanis yang bisa mendamaikan setiap amarahku.
Hingga sekarang, kau masih menganggapku putri kecilmu. Putri bungsu yang tetap masih rapuh dan sangat ingin kau lindungi. Sering kau tak mengizinkan aku untuk melakukan yang kusuka dan itu lalu membuatku murung. Hingga akhirnya kau memilih untuk tak melarangku lagi, meski itu seringkali membuatmu gelisah. Sedang putri sulungmu, dengan mudahnya kau izinkan kemanapun. Entah kau merasa dia lebih bisa mempertanggungjawabkan sikapnya atau bagaimana. Tapi, dia bisa dengan mudahnya pergi dan melakukan hal yang disukainya. Akhirnya, aku seperti tertuntut untuk meminimalisir melakukan hal yang kusukai. Sebab kutahu itu kadang meresahkanmu. Jadi, kupilih mengurangi aktivitasku di luar rumah. Kau senang? Semoga saja begitu... amin.
Semoga sehat selalu, Bun... Dan semoga kau selalu dalam lindungan-Nya. Hari yang (mungkin) berat akan kau jalani tak lama lagi. Semoga kau tetap bersemangat menikmati setiap detik waktunya. Amin selalu untuk semua yang terbaik untukmu.
Hari ini tepat empat puluh tahun kau terlahir menjadi anak dari ibumu. Ibu yang sangat menyenangkan, meski seringkali kugertak akibat sikap paranoidnya yang berlebihan. Semoga beliau memaafkan sikap cucunya yang tak tahu terimakasih ini. Semoga tak sedih hatinya melihat anak dari anaknya berkelakuan berbeda dengan inginnya. Semoga tak sakit juga hatimu melihat tingkahku yang kurang ajar itu.
Kurang dari separuh usiamu, telah diisi dengan kehadiranku. Kau memang masih sangat muda saat aku terlahir dan menjadi salah satu manusia pengisi harimu. menjadi salah satu orang yang kau sangat bertanggung jawab atas segala yang terjadi padanya.
Semoga ada kesempatan dimana aku bisa membahagiakanmu kelak. Dan tak ada waktu untuk mengecewakanmu lagi. Amin...
Tahun ini, tahun dimana kau mendapat berkah melimpah dari-Nya. Insya Allah, kau akan mengunjungi Tanah Suci yang menjadi Rukun Islam yang ke-empat. Akan ada keikhlasan disana. Kau ikhlas kesana. Dan kami disini, ikhlas membiarkanmu kesana.
Kutahu pasti akan ada rindu yang teramat besar, saat berjauhan denganmu, tak bertemu denganmu selama empat puluh hari itu. Semoga bisa aku ikhlas menjalaninya.
Kau tahu aku sangat menyayangimu, tanpa harus kuucapkan dengan lisanku. Kau tahu aku sangat menikmati hangat pelukanmu yang bisa menenangkanku. Semoga selalu baik-baik saja kau, Bunda. Kapan dan dimanapun kau berada.
Kadang, aku merasa kau lebih aman bersamaku. Daripada kau sedang jauh tak bersamaku, hingga aku tak punya daya untuk melindungimu. Tapi, kurasa aku harus belajar untuk tidak mengkhawatirkan itu. Sebab ada Yang Maha Pelindung yang Insya Allah selalu menjagamu.
Sekali lagi, selamat hari lahir, Bun...
Semoga jiwa mudamu tetap menyemangati ragamu yang mulai menua. Bagiku, kau tetap ibu tercantik. Juga memiliki senyum termanis yang bisa mendamaikan setiap amarahku.
Hingga sekarang, kau masih menganggapku putri kecilmu. Putri bungsu yang tetap masih rapuh dan sangat ingin kau lindungi. Sering kau tak mengizinkan aku untuk melakukan yang kusuka dan itu lalu membuatku murung. Hingga akhirnya kau memilih untuk tak melarangku lagi, meski itu seringkali membuatmu gelisah. Sedang putri sulungmu, dengan mudahnya kau izinkan kemanapun. Entah kau merasa dia lebih bisa mempertanggungjawabkan sikapnya atau bagaimana. Tapi, dia bisa dengan mudahnya pergi dan melakukan hal yang disukainya. Akhirnya, aku seperti tertuntut untuk meminimalisir melakukan hal yang kusukai. Sebab kutahu itu kadang meresahkanmu. Jadi, kupilih mengurangi aktivitasku di luar rumah. Kau senang? Semoga saja begitu... amin.
Semoga sehat selalu, Bun... Dan semoga kau selalu dalam lindungan-Nya. Hari yang (mungkin) berat akan kau jalani tak lama lagi. Semoga kau tetap bersemangat menikmati setiap detik waktunya. Amin selalu untuk semua yang terbaik untukmu.
Komentar
Posting Komentar