Langsung ke konten utama

Dari yang Cuek kepada yang Sensitif

"Hubungan baik tak mesti dinilai dari sering tidaknya kita berinteraksi." itu kata beliau. Kita bisa saling berinteraksi, sering berbagi tawa dan cerita. Tapi, mana tahu hati kita menyimpan rasa tak suka. Kemudian menjadikan kita munafik karena mesti berbaik hati di hadapan orang itu. Kita juga bisa jarang berinteraksi, bahkan tak saling menyapa. Tapi, mana tahu dalam hati kita masing-masing menyimpan kekaguman satu sama lain.

"Yang penting itu, senyum-salam-sapa!!" Itu katanya lagi. Itu yang bisa kita lakukan untuk saling menjaga hubungan baik. Kalau kita sering melakukan 3S tadi pada orang lain, apalagi alasan mereka tak baik pada kita?? Kecuali, ya... memang banyak sifat dasar kita yang menjadikan kita buruk di hadapan mereka.

"Amalkan Asma'ul husna!!" masih kata-kata dari beliau. Mengasihi sesama. Saling memaafkan. Dan masih banyak kebaikan lainnya. Khusus untuk memaafkan, beliau menegaskan kalau ini adalah hal yang penting. Dan, benar... Memaafkan adalah hal yang paling melegakan. Lebih melegakan dibanding harus menunggu orang lain meminta maaf duluan. Padahal, masih ada kemungkinan kita yang bersalah, malah mengharap dimintai maafnya. *mulai membayangkan betapa banyak orang yang saya dendam kepadanya, tak menyukainya. Padahal, belum tentu mereka yang salah sama saya. Maaf...

"Buang jauh-jauh sensitivitas yang berlebihan." *mulai mau nangis waktu beliau menyinggung ini. Betapa sering kepekaan yang tidak pada tempatnya membuat saya berjauhan dengan beberapa teman. Sering mereka tak bermaksud menyakiti, tapi lalu dibuat merasa bersalah oleh saya yang marah (merasa tersinggung).

Tak cukup sampai disitu, beliau juga mengatakan, "Terlalu cepat tersinggung adalah hal yang harus dihindari di dunia kerja nanti. Bayangkan, jika rekan kerjamu nanti masih harus memusingkan bagaimana harus berbicara denganmu! Harus berbicara baik-baik kepadamu, sedang masih banyak hal penting yang harus dikerjakan." *cuma bisa meringis. Dan terus berkata, "Iye'..."

"Sebenarnya, egois tidaknya kita hanya kita yang tahu. Bertanya pada orang lainpun, mereka tak akan mengakui di depan kita kalau kita egois." masih terus berbicara dengan segala kalimat benarnya. -_- Asli semua itu ada di saya. Sangat egois. Bahkan, sering kali meminta banyak hal dari orang lain, sedang diri sendiri tak pernah memberi sesuatupun pada orang tersebut. Sungguh manusia bodoh!! -_-

##

Mungkin masih banyak lagi hal positif yang akan diberinya kepada saya, jika saja jarak FISIP UNHAS-MTOS tak sedekat itu. Masih merasa perlu mendengarnya, untuk menjadikan diri ini lebih baik lagi. Kalau kata salah satu idola saya, Arya Adhi Prasetyo (gitaris eLeMeNt) "Menjadi manusia yang lebih berkualitas setiap harinya."
Tapi, di saat yang bersamaan, merasa tak ingin mendengarnya lagi. Merasa tak sanggup lagi. Hanya berdua di kendaraan itu dan terus mendengar kalimat-kalimat yang menyinggung hati untuk menjadi lebih baik lagi. Belum lagi harus menatap matanya yang terus menoleh ke saya untuk meyakinkan saya. Sungguh tidak sanggup!! Agak takut sebenarnya. Takut menyadari kalau diri ini terlalu banyak salah. Dan tak sanggup memperbaikinya. Betapa menyedihkannya menjadi manusia sok benar dan selalu menyalahkan manusia lain. Maaf...



*Terimakasih, teman. Atau... Kakak, jika kau mengijinkan saya memanggilmu begitu. Berharap bisa mendapat kesempatan berbagipikiran denganmu lagi. Senang bisa berdekatan denganmu dan mengetahui jalan pikiran orang cuek sepertimu. Mungkin, ada baiknya orang (sensitif) sepertiku berbagipikiran lagi dengan orang (cuek) sepertimu. Kali ini, benar adanya bahwa perbedaan itu untuk saling melengkapi. Terimakasih atas tumpangan kendaraan dan semua kebaikan saran darimu. :))

*terimakasih untuk kakak Kiky, semoga bersedia ponselnya dipinjam untuk membuat dan memposting ini. :))

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan