Langsung ke konten utama

Sekilas tentang POEXT

POEXT (People Of Exact Two) disebut seperti itu sebab kami adalah orang-orang dari IA (Ilmu Alam)-2. Kami dipertemukan di Kartika Wirabuana-1 atau lazimnya disebut Kachak (KCK - Kartika Chandra Kirana - nama dulu sekolah kami).
Waktu kelas X, saya di kelas X-2. Itu belum disebut POEXT. Lalu, kelas dirombak untuk membentuk dua kelas unggulan dan beberapa kelas lainnya, saya Alhamdulillah tetap di X2. Kelas dirombak lagi saat kenaikan kelas, saya mendapat XI IA 2. Masing-masing satu orang dari X1, X5, X8, dan X9, dua dari X7, tiga dari X3, dan empat dari X4. Sisanya mayoritas X2. Lalu, berlanjut ke XII IA 2 tanpa perombakan lagi.
Di kelas XII IA 2 POEXT baru terbentuk. Dimulai dari sebuah acara yang dibuat oleh beberapa anak XII IA 2 yang mengatas namakan kelas kami dengan nama POEXT. Sampai sekarang, kami masih menyebut diri kami POEXT. Meski dengan nama tak sengaja itu. hhe
Jangan pernah mengira kami akur. Sebab selalu ada konflik yang memperkeruh ikatan kami ini. Tapi, anehnya ujung-ujungnya berbuah kekompakan yang mempererat kami. Di kelas kami juga terbentuk beberapa geng yang membuat kami kadang terpecah dalam beberapa kelompok. Bukan sengaja, tapi entahlah... semua terjadi begitu saja dan mengelompokkan diri masing-masing. Di kelas XI saya tergabung dalam "Black Bracelet" anggotanya adalah mereka yang menggunakan gelang hitam yang terbuat dari manik-manik. Yang membuatnya adalah Oya, salah seorang dari kami yang gemar membuat kerajinan tangan ini. Awalnya, karena keisengan Oya membuat gelang cantik itu. Lalu, kami minta dibuatkan juga. Nah, melihat mulai banyaknya orang di kelas kami yang memakai gelang itu, Ade, salah satu teman kami iseng menamai kami BlBr (Black Bracelet). Lagi-lagi hanya karena iseng dan tak sengaja. Bubar karena satu dan lain hal. Tapi, saya masih merasa kami masih ada. Eh, pas di buku tahunan saya justru ada dalam geng "Kabel Error" atau Kawasan Belakang yang Error semua. Hha. Aneh. Padahal kami tidak duduk di deretan belakang. Atau, terbelakang? Tidak juga. Sekali lagi, entahlah... Di buku tahunan yang sama juga ada geng "Schillernd" (Pelangi, dalam bahasa Jerman. Kalau tak salah begitulah tulisannya), "Wali Songo" , dan lupa satu lagi geng apa.
Pernah kelas kami yang dilombakan dalam "kelas tercantik" di sekolah kami. Sampai pakai urat waktu bicara tentang bagaimana sebaiknya kami menghias kelas kami. Waktu pemilihan konsep Buku Tahunan sampai terjadi insiden pembantingan pintu dan pelemparan kursi. Ckckckck. Belum lagi waktu pemilihan tempat liburan di akhir masa SMA kami. Kami sampai tak jadi liburan bersama saking ribetnya mengurus puluhan orang keras kepala itu, juga karena tak ada yang bersedia menjadi sang pengurus. Dan beberapa konflik kecil dan besar lainnya.

Pernah juga terjadi sebuah konflik yang berbeda. Saya menyebutnya insiden 22 Agustus 2007, tepat tiga tahun yang lalu. Di dalam sebuah geng, tentu terjalin persahabatan. Meski tidak dengan semua anggotanya, kita tentu bisa sangat akrab dan menjalin persahabatan. Anggap saja empat dari delapan anggota geng itu terlibat dalam konflik ini. Tak perlu penjelasan detail tentangnya. Apalagi yang bisa diharapkan dari seorang sahabat yang ternyata menjalin hubungan dengan orang yang disukai sahabatnya; seorang sahabat yang menjadi orang yang mempererat terjadinya jalinan itu; juga seorang sahabat (yang merayakan hari jadinya yang ke-17 hari itu, sehari setelah hari jadi yang sebenarnya) yang terpaksa tutup mulut dalam kerahasiaan terjalinnya hubungan itu; dan... seorang sahabat yang (saat itu) tersakiti sebab dengan hebatnya dia bisa mengetahui terjalinnya hubungan itu hanya dengan mengamati tingkah ketiga sahabatnya dan tingkah orang yang dipujanya yang diam-diam menjalin hubungan dengan sahabatnya itu.
Sempat terjadi aksi diam dan terus menangisi nasib. Diam dan terus menyalahkan diri sendiri. Diam dan tak memperhatikan sekitarnya lagi. Setidaknya, hari itu membuatnya sadar akan tak adanya sahabat yang pernah setia terhadapnya. Setidaknya, dia tak bergantung kepada siapa-siapa lagi, hingga saat ini. Segala masalah itu datang untuk mencairkan kebekuannya dari terlalu mudahnya dia mempercayai seseorang. Bahkan kucing kecil manis di depannya bisa menjadi harimau yang siap menerjangnya kapan saja tanpa memikirkan akankah dia tersakiti atau tidak olehnya.

Di balik itu semua kekompakan kami bisa terjadi dan menguatkan kami. Kami pernah berbahagia bersama. Mengunjungi sebuah panti asuhan sebelum kami UN. *berbuat baik dulu* :)) Awalnya, beberapa orang yang menjadi pengurus kegiatan itu pesimis akan banyaknya yang ikut dalam kegiatan itu. Tapi, Alhamdulillah, semua anak POEXT ikut berpartisipasi dalam acara itu. Mengunjungi panti asuhan itu, lalu menuju Pantai Akkarena di sore harinya. Kenangan yang manis, teman!!^^

Ujian akhir Nasional kita sempat terhambat beberapa masalah. Mendapat keharusan pengulangan di satu sekolah. Tapi, Alhamdulillah, masalah itu menguatkan kita. Pengulangan itu membuat kita semakin giat belajar. Masih teringat betapa giatnya kita semua belajar. Sampai-sampai beberapa teman yang tak pernah melirik satu rumus mate-matika pun ikut belajar sampai terbiasa mengerjakan soal yang sangat rumit itu. Dan, Alhamdulillah, giatnya kita belajar itu berbuah manis. POEXT semuanya LULUS!! Padahal, saat ujian kita tidak mengandalkan siapa-siapa selain diri kita sendiri. Buah manis selanjutnya, banyak dari kita yang lulus di PTN dan kampus terbaik lainnya.
Dan, semoga jalan terbaik masih selalu menyertai kita. Amin... ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...