Langsung ke konten utama

Antara Karya-karya Itu, dan...

Kali pertama mendengar dia mengungkapkan kegundahanmu
Rasa tak nyaman itu sungguh tak ingin lagi beranjak dari hatinya
Kau sangat bingung, katamu

Bagaimana harus adil mengapresiasi karya orang-orang itu
Sedang karya yang dihasilkan tidaklah sama rata bagusnya

Dia sudah tersentil duluan!
Bukan karena kepekaan yang luar biasa
yang memang menjadi sifat dasar dirinya
Tapi, karya yang dihasilkannya
sudah pastilah tidak memuaskan
Mengingat betapa jarangnya dia berlatih

Sekuat hati harap itu mengatakan bukan dia yang dimaksud
Ditambah lagi, kenyataan bahwa hasil karya itu
tak seburuk apa yang dia pikirkan


Tapi, keinginan tiada sejalan dengan kenyataan hidup
(ada yang ingat lirik lagu apa itu?)

Lalu, permintaan yang sungguh sangat menyesakkan itu
terpaksa diterimanya
Demi nama baik kita bersama
Dia, kau, dan juga orang-orang itu

Hanya ingin menegaskan ini:
Dia tidak berambisi karya dia dinilai bagus dan dipuji orang lain
Bukannya tak ingin karya itu memang bagus
Dia hanya ingin, karya dia ada
Lalu, dinilai oleh orang lain dengan jujur
Agar saya bisa tahu, sampai dimana kemampuan dia
Kalau memang tak ada karya yang layak ditampilkan
Berarti... jelas sudah dia tak lagi layak disana :'(

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)