Mungkin kau menganggapku anak kurang ajar. Terserah, itu hakmu. Meski kutahu kau mungkin tak akan setega itu padaku. Malaikat di sampingku mungkin pula telah mencatat amal burukku itu. Tapi, semoga dia juga tahu alasanku berbuat demikian.
Kau tak hendak mengunjungi rumahku, yang dulunya juga rumahmu. Kau memintaku ke rumahmu. Tapi, tak kuindahkan. Sebab aku tak ingin sungkeman dengan orang lain disana. Maaf, aku keras kepala. Masih tak mau memaafkannya. Dan hanya ingin sungkeman denganmu.
Malam tadi kau datang. Mencariku, tapi aku masih saja sibuk mengerjakan sesuatu. Hingga akhirnya mesin sepeda motormu kau nyalakan lagi, hendak kembali ke rumahmu. Kukatakan, "Tunggu..." Dan kau menunggu, terimakasih!!
Akhirnya, bisa sungkeman denganmu. Meski dengan kau berada di atas sepeda motormu, dan aku berdiri di gerbang rumahku masih dengan setelan mukenah yang belum kubuka sejak Maghrib untuk menunggu Isya. Terimakasih. Maaf. "Pamapporanga, Tetta!!"
Kau tak hendak mengunjungi rumahku, yang dulunya juga rumahmu. Kau memintaku ke rumahmu. Tapi, tak kuindahkan. Sebab aku tak ingin sungkeman dengan orang lain disana. Maaf, aku keras kepala. Masih tak mau memaafkannya. Dan hanya ingin sungkeman denganmu.
Malam tadi kau datang. Mencariku, tapi aku masih saja sibuk mengerjakan sesuatu. Hingga akhirnya mesin sepeda motormu kau nyalakan lagi, hendak kembali ke rumahmu. Kukatakan, "Tunggu..." Dan kau menunggu, terimakasih!!
Akhirnya, bisa sungkeman denganmu. Meski dengan kau berada di atas sepeda motormu, dan aku berdiri di gerbang rumahku masih dengan setelan mukenah yang belum kubuka sejak Maghrib untuk menunggu Isya. Terimakasih. Maaf. "Pamapporanga, Tetta!!"
Komentar
Posting Komentar