Langsung ke konten utama

Tanggal Sebelas Bulan Sebelas


Saya tak ingat pernah merayakan hari ini atau tidak. Yang teringat, dua kali darinya sewaktu kecil, dilalui di rumah temanku. Rumah serupa gedung bertingkat entah empat atau lima lantai. Itu hari ulang tahunnya. Teman SD yang hilang entah kemana, tanpa menunggu hari kelulusan kami waktu itu.

Saya tahu, hari ini juga hari istimewa untuk dua orang lainnya. Hari yang tak pernah sekalipun dirayakan sejak saya mulai mampu mengingat sesuatu. Tapi, kini tak lagi penting. Sebab dua orang itu bisa jadi orang yang paling ingin menghilangkan hari ini dalam kalender mereka. Hari istimewa. Juga hari yang selalu mengingatkan luka.

Saya tak tahu, harus memberi selamat kepada siapa. Jika sekali saja saya mengingatkan mereka tentang keberadaan hari ini, maka terlalu besar kekecewaan yang bisa hadir kemudian. Dalam hati saya senang. Tanpa bisa membaginya dengan siapapun.

Ya, saya hanya bisa bersyukur dalam diam. Ini menjadi hari dimana dua orang pernah mengikat janji suci. Berikrar saling menjaga. Bertahan pada cinta yang mengisi hari mereka. Saya bersyukur. Sebab tanpanya, entah di alam mana saya tersesat tanpa pernah melihat dunia dan mengenal mereka. Saya tahu, takdirku adalah dengan mereka. Takdir pula yang membuat hari ini tak perlu disesali. Termasuk dengan keputusan mereka untuk berpisah yang tepat diresmikan 21 tahun berikutnya.

Tahun berlalu, tak seorangpun ingin mengungkit bahwa hari ini pernah istimewa. Tak ada lagi yang berbahagia menyambutnya. Tak ada lagi pesan singkat ucapan selamat. Seperti yang pernah sekali waktu kukirimkan pada dua orang tadi. Saya bahagia. Sekaligus sesak. Bagaimana mungkin ada senang yang hanya boleh kutanggung sendiri? Bagaimana mungkin saya tega merasa senang di saat ada hati-hati lain yang terluka? Bukankah saya juga merasakan duka?

11-11-2012
Bertahun kemudian, tanggal cantik, banyak hati yang memilih bersatu di hari ini. Termasuk om muda, tetangga yang selalu mengingatkan saya pulang cepat setiap kali melihat saya keluar rumah. Yang rumahnya selalu dipenuhi pemuda pendukung persatuan sepak bola di kota ini. -_- Ada juga kakak dari seorang teman baik. Memilih bersatu dengan yang terkasih di hari ini. Tanggal dan bulan kelahirannya. Bukankah hari ini memang harusnya selalu istimewa? Semoga langgeng dan bahagia selalu sekalipun badai datang menerpa perjalanan bahtera kalian. :')

11-11-1988... 11-11-2009...
Saya selalu mencintai kalian. Sampai kapanpun yang kubisa. Meski hati memilih terpisah. Kita tahu, kita mesti bahagia dengan pilihan kita, tanpa lagi perlu merasa resah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan