Langsung ke konten utama

Membiarkan Meninggalkan

Malam ini, dia menitikkan air mata lagi karenamu. Setelah membuka kembali semua lukisanmu yang masih disimpannya. Sebagian, ada dia disana.

Matanya sembab, itu masih karenamu. Sebagian besar merindukanmu. Sebagian memikirkan betapa hebatnya waktu merubah segala hal tentang kalian. Sebagian lagi, betapa harapan untuk kembali, seolah takkan terjamah oleh kenyataan yang terjadi.

Mungkin terlalu bodoh untuk memikirkan semua itu lagi. Apalagi, tentang adanya dirimu disana.

Tentangmu yang selalu menyiapkan tempat khusus untuknya, dimanapun pijakan kakimu berada. Tentangmu yang menyempatkan diri untuk menemaninya di 12 tempat berbeda, waktu berbeda, hanya agar dia tak bosan disana. Kau menyempatkan diri diantara tugasmu yang menggunung.

Lalu, tanpa menunggu setahun, waktu yang dikiranya akan merubah semuanya secara alami. Kau membiarkan semuanya berubah.

Kau berulah seolah kau tak membutuhkan dia lagi. Seolah dia tak penting lagi. Atau memang selama ini kau ada untuk mencuri semua kebutuhanmu dari dia?

Tak lama kemudian, kau bersikap bodoh agar dia meninggalkanmu. Katamu, kau tak sanggup melihat dia ditinggalkan. Maka, kau memberi dia hal untuk meninggalkan. Pun dengan bodohnya, dia mengabulkan permohonan itu. Merasa tak lagi dibutuhkan. Merasa tak lagi penting. Pergi menuju sepi meninggalkan dirimu yang juga merasakan kesunyian yang teramat sangat menyakiti. Lalu, untuk apa semua itu? Sekedar menguji dirikah?

Sekali lagi. Dia tak pernah meninggalkan. Dia hanya mengabulkan permohonan orang yang ingin ditinggalkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Kamu, Do'a Diam-Diamku

Aku akan mendo'akanmu diam-diam Aku masih mendo'akanmu, seperti yang sudah-sudah Tapi, tak selalu... tentu saja banyak hal lain yang ikut kudo'akan Tapi, juga ada kamu di sana Mungkin, tak seperti yang seharusnya Ketika takdir diputuskan dan itu bukanlah kamu Kamu satu-satunya orang, yang entah kenapa membuatku khawatir ketika harus kukabarkan kabar bahagiaku sudah datang Yang hanya kamu jawab, "Benar yang kubilang, kamu akan menikah." Kuminta kehadiranmu, kamu pun menyanggupinya, hadir mengisi bahagiaku seperti yang sudah-sudah Lega rasanya, juga senang tak terkira Seperti gadis kecil yang merajuk, dan dibujuk dengan es krim di tanganmu Atau, seperti ketika Hadirmu dengan segelas air di tangan Saat kuterbaring sakit Dan lagu itu akan selalu mengingatkanku tentangmu Dengan akhir yang sama Dengan do'a yang sama untukmu... Sahabatku, usai tawa ini.  Izinkan aku bercerita:  Telah jauh, ku mendaki.  Sesak udara di atas puncak khayalan.  Jangan sampai kau di sana T