Langsung ke konten utama

293 Langkah untuk Menghindar

Eits...
Langkah yang dimaksud disini adalah pijakan kaki. Bukan tata cara atau proses terjadinya sesuatu.

Malam tadi, pukul 19.00...
Saya baru pulang dari Kampus plus Bloggers. Lalu, berjalan sekitar seratus meter dari tempat pemberhentian angkot saya, untuk menuju ke rumah. Tapi.... malangnya saya, saya lupa kalau malam ini ada acara di dekat rumah. Tepat di ujung lorong sebelah timur rumah saya.
Dan saya baru mengingat itu, saat melihat sebatang kayu dengan angkuhnya menghalangi jalan saya untuk masuk ke lorong itu. Sebenarnya, saya bisa saja melangkahi kayu itu. Tapi, dua meter dari letak kayu tersebut berdiri kokoh, ada kursi berderet-deret rapat, semuanya terisi penuh dan membuat jalan tersebut terlalu sesak untuk kulalui.
Hm...
Saya punya ide!! Ide bodoh.. :D

Saya berjalan memutar agar bisa masuk ke rumah saya tanpa melalui ujung lorong tadi. Jadinya? Saya harus lewat di ujung lorong sebelah Barat sana. Dan untuk itu, saya harus berjalan lagi, sejauh entah berapa langkah itu.

Saya mulai berjalan. Menghitung setiap langkah saya untuk menghilangkan rasa gugup karena merasa semua mata tertuju padaku. Pada gadis berkemeja (alhamdulillah masih rapih saat itu) dengan tas ransel di punggungnya, berjalan melalui arah yang tidak mungkin dilalui untuk pakaian serapih itu. Saya berjalan sambil menunduk memandangi setiap pijakan kakiku yang berusaha kumantapkan di setiap pijakannya.

Di pijakan 50-an..
"Perasaan saya belum melangkah jauh... Tapi, kenapa sudah ada di hitungan lima puluh?? Atau, langkah kakiku yang memang pendek-pendek??"
Pijakan 100-an..
-mulai curiga dengan kakiku yang terasa pendek langkahnya itu...
Pijakan 200-an..
Rumah masih agak jauh.. "Berapa langkah lagi?? Berapa pasang mata lagi yang akan memangangiku??"
Pijakan 270-an..
Mulai dekat dengan rumah, lalu saya melihat beberapa ibu-ibu yang nongkrong di warung di samping rumah, yang sedang memandangi orang-orang di hajatan itu. Lalu, ternyata saya menarik perhatian mereka!!!
Perwakilan Ibu-Ibu: "Eka, lewat mana??"
Saya: "Iye, lewat sanaka tadi. Tapi, mutarka. Banyak skali orang disana. Mariki'!"
Sayapun bergegas menuju rumah, dan para ibu-ibu masih saja cerita tentang saya. Katanya, "De'e... coba lewat situ mi saja! Tabe'-tabe'mi. Bisa ji itu!"
Saya dalam hati, "Maaf, saya pemalu!! dan tidak suka menarik perhatian orang!" :D

-220410-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...