Langsung ke konten utama

"Mauko kayak saya?!"

Pagi itu, pukul 09.30 saya tiba di kampus. Berniat kuliah, pada awalnya. Tapi, mau apalagi, saya sudah telat 90 menit. Saya sempat melirik ke dalam kelas. Kulihat asdos-nya sedang asyik mengajar teman-temanku. Hm... karena alasan takut dimarahi asdos dan malas masuk, saya memilih duduk di koridor saja. Menunggu perkuliahan selesai. Saya duduk di samping dia.

Pagi itu, saya bermaksud menyapanya saja. Mungkin bisa berbagi cerita sedikit di pagi yang cerah itu. Tapi...
Dia : "Kenapako nda masuk??"
Saya : "Telatka datang, adami dosennya."
Dia : "Ih, masuk mko!! baru itu datang dosennya!! cepatko, masukko!!" (dengan sedikit membentak)
Saya : "Edd.. janganmi deh! malaska! lagipula banyak kali mi sy nda masuk. Error mi pasti itu"
Dia : "Nda ji. baru lima menit itu masuk dosenmu. Masukmi cepat!"
Saya : "Tapi jam berapa mi ini, kak!"
Dia : "Masukko! Mauko kayak saya?!"

Saya tersentak, terdiam! Mungkin saja kemalasanku pagi itu, adalah salah satu hal yang disesalinya saat ini. Saat teman-teman angkatannya kebanyakan sudah lulus. Sedang dia, masih mengurus ini-itu tanpa melirik perkuliahannya. Dia tidak ingin saya sepertinya, Dan, mungkin... kebodohanku untuk memilih tidak mengikuti MK itu, menyakiti hatinya.

Pagi itu, saya berniat tidak ingin masuk kuliah saja. Pasrah pada nilai E yang seolah-olah sudah jelas di depan mata. Itu karena saya yang sudah tidak mengikuti MK-nya selama lebih dari dua kali. Kalau tidak salah, empat atau lima kali lah. Dosennya juga jarang masuk, jadi malas kuliahnya. alasan mati!!

Pagi itu, dia memaksaku untuk ikut kuliah itu. Dia memaksa dengan segala cara. Dan, cara yang terjitu, dia mendorong tubuhku yang tiga kali lebih besar darinya itu hingga saya tiba di depan pintu kelas, terlihat oleh dosen yang sedang mengajar dan tak mungkin lagi berbalik arah meninggalkan kelas itu.

Hasilnya, saya jadi lebih sering masuk kuliah itu, mengikuti mid dan final, serta rajin mengerjakan tugas-tugasnya. Dan, nilai saya, B!! Jauh dari E.
Ini karena dia. Karena semangatnya yang sekarang ditularkannya padaku.

Dia masih sering berlalu-lalang di kampus. Mengurus ini-itu. Dan, saya yakin, dia belum lulus sampai sekarang, bukan karena dia tidak cerdas. Dia, mahasiswa yang lulus tanpa test di kampus itu. Tapi, masih saja betah bertahan. Mungkin, seperti yang lainnya, 'mematangkan diri' sebelum menghadapi dunia selepas kuliah nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan