"Plak!!"
Sebuah tamparan keras mendarat di pipimu. Sungguh, tak kusengaja itu. Itu hanya reaksi spontanku atas ucapanmu yang bukan-bukan tentang aku dan dya. Tak sengaja. Tak serius.
Tapi, kau langsung meninggalkanku setelah itu. Berusaha menghindariku. Dan malah mengalihkan perhatianmu dariku.
Aku mengejarmu, terus memohon maafmu. Kau bilang, sudah memaafkanku. Lalu, kau menasehatiku tentang tamparan itu. Katamu, selayaknya paku yang telah ditancapkan, seketika paku itu dicabut, tetap akan meninggalkan lubang pada akhirnya. Aku kaget, shock!! Sebegitu parahnyakah aku menyakiti hatimu, teman?
Maaf... Aku terlalu sibuk mengkritiki perilaku orang lain. Sedang perilakuku sendiri menuntut perhatian ekstraku. Perhatian agar tangan ini tak sembarangan lagi beraksi dan menyakiti orang lain.
Mungkin, sakit di pipimu telah hilang. Tapi, lubang di hatimu tidak. Maaf... Andai ada suatu cara untuk mengubah itu. Setidaknya, bisa menghilangkan rasa sakitmu. Meski mungkin menyakitiku.
Tapi, sepertinya kau memilih untuk melupakannya. Seakan-akan aku tak pernah bersalah. Tapi, matamu tak akan pernah berbohong. Ada ketakutan disana. Ketakutan untuk mendekatiku lagi. Maaf... Aku menyiksamu lagi dengan kekuatan itu. Maaf... Maaf, teman...
Sebuah tamparan keras mendarat di pipimu. Sungguh, tak kusengaja itu. Itu hanya reaksi spontanku atas ucapanmu yang bukan-bukan tentang aku dan dya. Tak sengaja. Tak serius.
Tapi, kau langsung meninggalkanku setelah itu. Berusaha menghindariku. Dan malah mengalihkan perhatianmu dariku.
Aku mengejarmu, terus memohon maafmu. Kau bilang, sudah memaafkanku. Lalu, kau menasehatiku tentang tamparan itu. Katamu, selayaknya paku yang telah ditancapkan, seketika paku itu dicabut, tetap akan meninggalkan lubang pada akhirnya. Aku kaget, shock!! Sebegitu parahnyakah aku menyakiti hatimu, teman?
Maaf... Aku terlalu sibuk mengkritiki perilaku orang lain. Sedang perilakuku sendiri menuntut perhatian ekstraku. Perhatian agar tangan ini tak sembarangan lagi beraksi dan menyakiti orang lain.
Mungkin, sakit di pipimu telah hilang. Tapi, lubang di hatimu tidak. Maaf... Andai ada suatu cara untuk mengubah itu. Setidaknya, bisa menghilangkan rasa sakitmu. Meski mungkin menyakitiku.
Tapi, sepertinya kau memilih untuk melupakannya. Seakan-akan aku tak pernah bersalah. Tapi, matamu tak akan pernah berbohong. Ada ketakutan disana. Ketakutan untuk mendekatiku lagi. Maaf... Aku menyiksamu lagi dengan kekuatan itu. Maaf... Maaf, teman...
Komentar
Posting Komentar