Langsung ke konten utama

Perasaan Yang Entah Apa

Untuk temanku yang jauh di negeri orang sana, Rukmini Rasyid.

Ini bulan ketiga kau tak lagi menjejakkan kaki di kotamu ini, Makassar. Bahkan negerimu, Indonesia. Saya yakin kau tak pernah lupa tanah air kita ini. Meski kau meninggalkannya untuk mencicipi mimpimu yang lain, berkunjung ke negeri lain di luar sana. Semoga kau masih dan selalu baik-baik saja. Do'a yang sama selalu saya mohonkan untukmu di sana.

"Ingat, sendirian nanti kau di sana." Kalimat tanpa saringan yang saya hadiahkan padamu di malam sebelum kau pergi. Bukan untuk mengingatkan kalau kau akan kesepian di sana. Karena saya yakin kau tak akan kesepian. Kau mudah berteman. Juga mudah membuat orang banyak menyukaimu yang sederhana, mudah berteman, baik hati dan menyenangkan. Semoga selalu saja begitu.

Saya hanya sangat mengkhawatirkanmu. Saya tak lagi bisa menemanimu pulang di gelapnya malam. Berjalan bersamamu sepulang dari entah di mana kita sempat berpijak. Kita selalu berbagi itu. Menyusuri setengah jalan Tendean menuju rumahmu. Menunggu oom menjemputku. Sebagai alasan untuk memulangkanmu dengan selamat setibamu di rumah. Maafkan saya yang seprotektif itu. Mungkin hanya karena tubuhku terlalu besar sampai merasa harus melindungi tubuhmu yang tak sebesar saya. Hehe.

Saya merindukanmu. Sungguh. Dan masih saja merasa kesulitan menemukan waktu yang tepat untuk terus berkomunikasi denganmu. Jujur, saya hanya ingin mendengar kau mengeluh entah apa. Rindu pesanmu di tengah malam hanya demi membagi kepusinganmu. Entah kau sepertinya memilih menyimpan sendiri rindu, gundah, dan kepusinganmu yang membuatmu harus bertahan sendiri di sana. Ataukah memang kau sangat menikmati seluruh harimu di sana. Atau kau mungkin kelelahan sampai tak sempat membagi waktu luangmu untuk sekedar bercerita denganku.

Tapi, saya punya satu perkiraan alasan lain yang menjadikan komunikasi kita tak selancar dulu. Kau menemukan teman-teman baikmu yang lain di sana. Saya turut berbahagia dengan itu. Berarti permintaanku yang lain agar harimu tak sepi, sudah terobati dengan itu. Apalagi dengan kejutan mereka (yang meskipun katamu terlambat itu) untuk tahun ke-26 yang kau jejaki di bumi. Masih saya ingat betapa kau khawatir usia ini menyulitkanmu untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota ini. Kenyataannya, sebelum usia itu datang kau malah mendapatkan rejekimu di negeri lain itu.

Berbahagialah di sana. Sebagaimana kami yang tak menemanimu di sana mencoba berbahagia di sini.

Sebenarnya, di hari-hari terakhir kau masih bersamaku di sini... adalah hari-hari yang sangat ingin saya bagi bersamamu. Tapi, keluargamu lebih membutuhkanmu membagi waktu-waktu itu. Juga saya bukan satu-satunya teman dekat dalam hidupmu. Saya sama sekali tidak punya alasan untuk menahanmu bersamaku. Bahkan, ketika seseorang menemaniku. Yang mungkin kau kira akan mengisi seluruh pikiranku dengannya, sampai melupakanmu, masih juga tidak membuatku mengalihkan pikiranku dari hari-hari berlalu yang kuhitung mundur, yang membuktikan semakin menipisnya kesempatanku bersamamu. Tapi, saya menghormati keinginanmu untuk ingin terus berdiam di rumah yang kau tinggal pergi jauh sementara ini. Maka, saya tak banyak mengusik waktumu.

Beruntung saya masih berkesempatan menemani beberapa kepanikanmu sebelum kau berangkat menjauh. Berkat printermu yang berpindah tangan padaku. Lalu, menemanimu makan siang, sesuai permintaan ibumu padaku. Menemanimu berberes beberapa keperluan. Menunggumu mandi dan bersiap. Saya menikmati waktu kita. Tanpa tangis, sesuai janji kita. Dan sekarang saya menangis lagi. Hahahaha.

Ah, begitu saja dulu. Saya terlalu merindukanmu. Dan tiga bulanmu di sana hari ini, semoga menyempatkanku bersinggah menemani keluargamu sejenak di rumahmu hari ini. Baik-baiklah di sana. Kau tak sendirian. Dan saya tak perlu khawatir tentang itu. Ada Allah yang menjagamu di sana. Amiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...