Langsung ke konten utama

Tentang Seorang Teman Baik

Biarkan saya menulis sesuatu tentang seorang teman. Teman yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri. Kami memang mungkin tak begitu dekat. Tak berkabar setiap harinya. Dan, mungkin saja bukan hanya saya yang dekat dengannya. Dia hanya sering bersikap baik ke banyak teman. Dan, saya hanya punya sedikit teman yang begitu dekat dengan saya. Maaf, saya orangnya mungkin cukup terbuka ke banyak orang. Tapi, masih sedikit orang yang bisa kuanggap 'nyaman' berbagi cerita dengannya. Si teman ini salah satunya. Biar saya tulis tentangnya. Biar saya tetap ingat punya teman sebaik dia.

Dia ini... (maaf, saya lebih suka tidak menuliskan identitas seseorang saat menuliskannya. Hehe)

Dia termasuk orang pertama yang saya kenali di kampus. Selain tiga orang teman kuliah yang saya kenal dari waktu SMA dulu. Dia ini, satu dari dua orang yang saya temui di Baruga kampus dulu. Dan, satu teman yang lain juga masih jadi teman terdekat dan terbaik saat ini. Kenapa orang pertama yang kita temui di satu tempat baru, selalu jadi orang terdekat dan terawet? Saya tidak mengerti. Tapi, anehnya selalu saja mengalami hal ini. Mungkin, kita memang selalu mengenali sejak awal orang yang akan dekat dengan kita. Mungkin saja sudah ada kode awal, "Orang ini yang akan dekat denganmu nanti. Percayalah!"

Dan, sepertinya tulisan ini akan menjadi tulisan yang lumayan panjang...


Saya dan dia pernah tidak berinteraksi selama empat bulan lamanya. Saya mendiami dia hanya karena dia pernah membentak saya. Bukan karena bentakannya. Tapi, karena saya tak mengerti alasan pembentakan itu. Juga karena saya tak menyangka, orang yang saya anggap dekat seperti dia, bisa membentak saya seperti itu. Dia juga tak pernah menyapa saya lagi. Bahkan, cenderung seperti menganggap saya tak ada di sekitarnya. Sampai saya mengira pertemanan kami sudah terputus. Kami tak akan seakrab dulu lagi. Butuh waktu lama, mulai dari teman-teman yang mempertanyakan kerenggangan pertemanan kami. Kemudian, teman yang mulai mengusik kekakuan antara kami. Sampai pada, dia mendatangiku, menjabat tanganku, dan kami berteman lagi. Saya pernah menulis tentang hal ini di sini.

Kami pernah terlibat dalam kesibukan kampus. Sering. Pernah terlibat dalam banyak kegiatan. Pernah membantunya dengan segala kesibukan. Juga pernah meninggalkannya karena saya juga terlibat dalam kesibukan lain. Hehehe. Pernah juga kami terikat dalam satu kepengurusan organisasi kampus. Saya dan beberapa teman lain harus berurusan dengannya berkaitan dengan kelancaran berbagai kegiatan. Dan, semua kaitan itu semakin mengakrabkan kami juga teman-teman yang lain.

Waktu itu, kami dan teman-teman seolah berdiri dalam dua kubu. Kami dan beberapa teman lain yang memilih menjaga organisasi. Sedang beberapa teman lainnya, menjaga kelancaran akademisnya. Pilihan ini yang kemudian mengakrabkan kami juga teman-teman yang lain. Pada saat itu, saya juga jadi semakin mengenal dia. Mendengar keluhan saat dia mungkin begitu lelah dengan keadaan yang ada. Meringis dan tersenyum garing saat dia sudah marah-marah tak jelas. Saya tahu, dia begitu pedulinya dengan organisasi yang menjadi rumah kecil kami itu. Bahkan, sampai hari ini, sampai kami tak lagi intens menengok rumah kecil itu. Kami masih sangat memikirkannya. Sangat berharap kebaikannya terus-menerus ke depannya. :)

Dia ini, teman yang begitu saya percayai. Bahkan, termasuk orang yang tahu orang-orang yang pernah saya sukai. Entah kenapa, saya begitu percayanya sampai menceritakan hal seperti itu dengan dia. Hahahah. -_-. Mulai dari seseorang yang pernah ada waktu kami belum saling mengenal, Orang-orang yang sama-sama kami kenal dekat, sampai yang terakhir yang mungkin tak kami kenal. Untuk yang terakhir, saya bersyukur belum pernah menceritakannya dengan jelas. Bersyukur karena ternyata yang terjadi juga sama tak jelasnya. Untung belum saya ceritakan. Hihi.

Beberapa orang, rutin menanyakan kelancaran studi saya. Termasuk dia. Bahkan dia pernah dengan seriusnya memanggil saya, hanya untuk menceramahi saya begitu panjangnya tentang pentingnya menyelesaikan studi ini. Dia ini memang teman yang begitu perhatian. :')

Beberapa waktu belakangan, saya sedang labil, begitu cepat berubah rasa. Pernah sangat senang, kemudian merasa sangat sedih dan terpukul (Oke, ini kalimat yang berlebihan). Sampai sering kali saya berganti status di jejaring sosial, persis abege labil. Saya pernah menuliskan, "Alhamdulillah... masih punya banyak teman." Dan, memang di saat itu saya sedang berusaha bangkit untuk tidak terlalu larut dalam sedih. Sedang mencoba bersyukur masih dibiarkan bersama orang-orang yang menyayangi saya. Tak lama setelah publikasi status itu, lewat pesan privat dia menuliskan, "Saya temanmu, Bro!" Kubalas, "Makasih, Bro!"

Sampai hari ini, saya sudah mengenal dia selama lima tahun lebih. Dan, memang masih ada banyak cerita tentangnya. Tentang teman baik yang selalu bisa menghibur dan menguatkan di saat terlemah. Teman yang mengingatkan di saat lupa dan berjalan tak tentu arah. Salah satu teman tersayang. Salah satu teman yang membuat saya sadar, masih banyak orang yang menyayangi saya. Dan saya bersyukur (pernah dan selalu) bisa bersama dan memiliki mereka. Mereka, dia, dan orang-orang yang membuat saya terus ingin bermanfaat dan lebih menghargai hidup ini. Seperti mereka yang penuh manfaat dan menghargai orang-orang di sekitar mereka. Saya sayang ki'! :')

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)