Langsung ke konten utama

Confession #2

Kau masih tak juga yakin
Benarkah mulai menyukainya?
Benarkah akan terus bertahan dengannya?
Yang kau coba hanya, menjalaninya sebaik mungkin

Beberapa hari setelah memutuskan bersama dengannya
kau malah bertemu dengan seseorang yang pernah kau sukai
Masih ada rasa... meski tak lagi ada harap
Yang kau coba hanya, mengingatkan diri tentang dia di sana

Kau tahu, sepertimu dia juga sama tak yakinnya
Kalian hanya belajar menjalani apa yang kalian punya
Kau sendiri, belajar memberi dan menerima yang ada
Juga menjaga sikap, agar tak terlalu mengganggu hidupnya

Kalian masih sangat baru, bukan?
Mungkin jadinya wajar saja kalau mesti sekaku ini
Tapi, juga manis ketika sepertinya kalian menikmati keadaan
Sekarang, kau yakin yang kau bisa hanya bertahan untuknya

Kau masih tak juga tahu jelas
Seperti apa rasa yang dia punya untukmu?
Untuknya sendiri, kau merasa senang bisa bersama dengannya
Meski, sesekali masih ada ragu

Kau hanya belajar menyukai
Dan sepertinya tak ada yang salah dengan itu
Kalaupun mesti ada sakit yang kau rasa nanti
Anggap saja itu bagian dari kesenangan yang kau punya kini

* 29 Oktober 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)