Langsung ke konten utama

Merasa Sakit Jiwa

Keanehan kembali terjadi. Dia tersenyum sendiri saat tak ada yang lucu. Menyadari itu, dia selalu mencari alasan atas anggapannya tentang sesuatu yang lucu.

Ibunya menggertaknya! Dia tersenyum. Bahkan nyaris tertawa. Tawanya pun terlalu polos untuk membuat seseorang tetap menggertaknya. Ibunya ikut tertawa. Lalu menanyakan penyebab dia tertawa. Katanya, "Wajah ibu semakin lucu kalau lagi melotot!"

Tak hanya itu. Saat mendengar lagu, dia tertawa. Menonton video pun sama, dia juga tertawa. Bahkan di saat adegan tersedih sekalipun! Dia menertawakan cara sang aktor bersedih, menangis.

Baginya, semua hal lucu, menarik. Tak semenarik kehidupannya.

Dulu, dia selalu menganggap dirinya baik. Sebagaimana anggapan orang terhadapnya, anak baik-baik. Lalu, perkataan seseorang seolah meruntuhkan semua anggapan itu. Seseorang tersebut menggertaknya, seolah membalas gertakan yang seingatnya tak pernah dilontarkannya.

Dia menangis. Lalu, tertidur karena terlalu lelah menangis. Dalam tidurnya, dia meracau tak jelas. Suhu tubuhnya meninggi. Lalu, terbangun empat belas jam kemudian, dalam kondisi mata sembab dan wajah membengkak.

Dia berusaha menetralkan diri dengan lingkungannya. Dia menyetel sebuah alat, lalu mendengarkan musik. Dia menari. Berputar, lalu sesekali bertepuk tangan seiring irama lagu yang disimaknya. Merasa aneh atas itu, dia menghentikannya. Dia duduk, diam. Lalu, mulai tersenyum tak jelas, tanpa alasan yang jelas.

Sehari kemudian, dia masih sama...
Seiring dengan keanehan yang dibawanya setelah bangun tidur kemarin, dia masih mencari jawaban yang sama atas gertakan temannya kemarin. Apa benar dia pernah menyakiti hati orang lain? Apa pernah dia menggertak orang lain? Secara serius. Bukan main-main. Lalu, apakah gertakan itu sempat menyisakan dendam?

Hari kedua...
Dia merasa semakin aneh. Nyaris gila. Lalu, bayangan lalu saat salah satu kerabatnya dibawa ke sebuah tempat untuk menyehatkan jiwa, semakin jelas. Subuh, pukul empat. Saat sebuah kendaraan putih mengangkut wanita yang terus berteriak itu. Bayangan itu semakin jelas. Seolah wanita itu adalah dirinya. Bedanya, dia tak berteriak. Dia hanya tersenyum, lalu tertawa terpingkal-pingkal sesekali.
Dibayangkannya lagi saat sebuah benda dengan energi listrik bertekanan tinggi menyentuh tubuhnya. Entah seberapa banyak tegangan listrik yang digunakan paramedis untuk menyadarkannya, untuk sekedar menyadarkan dirinya bahwa itu akan memberi rasa sakit pada sekujur tubuhnya. Tapi, ekspresinya masih tak berubah, dia masih tersenyum. Dan, membayangkan itu, dia masih tetap tersenyum.

Hari ketiga...
Berusaha mengontrol keanehan. Terutama, saat bersama ibunya. Tapi, sungguh sulit untuk ditahannya agar tidak tersenyum. Satu contoh lagi. Ibunya terbatuk. Entah karena usia atau karena sebuah virus sedang menggerogoti tubuh ibunya. Dan, dia tertawa!!! Seolah wajah ibunya saat berusaha keras menarik nafas, menjadi sangat lucu di matanya. "Argh!!!" dia juga bingung. Hendak berusaha bagaimana lagi untuk mengatasi itu semua?!

Hari keempat...
Lihat saja nanti. Masih tertawakah dia?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...