Langsung ke konten utama

Masih bisa bangga??

Bagaimana jika hal yang kau banggakan ternyata masih diragukan orang lain??
Ya, itulah yang kualami sore itu.
Malam itu, rencananya saya dan seorang teman akan ke rumah seorang dosen untuk meminta tanda tangannya di persuratan kepanitiaan. Saya sudah merancang semuanya, hingga akhirnya sepulang dari kampus, teman itu bertanya, “Naik motorki??”
Kujawab, “Iya!!” dengan perasaan bangga.
Ternyata, dia langsung tertawa. Dia memintaku untuk tidak langsung menjemputnya di depan rumahnya. Katanya, ayahnya pernah berkata kalau caraku mengendarai motor belum terlalu lancar. Dan, beliau takut kalau ada apa-apa nantinya.
Saya diam. Tak tahu mesti berkata apa lagi. Kebanggaanku runtuh sudah. Saya yang mengakui bisa mengendarai motor, begitu saja diragukan. Iya, saya akui, saya agak tidak terkontrol kalau mengendarai motor. Tapi, kupikir itu masalah kejiwaan saja. Kalau saya sedang tenang-tenang saja, maka motor yang kukendarai akan baik saja jalannya. Ya, sebaliknya lebih parah pastinya.
Dalam diam, saya berpikir. Tidak mungkin membonceng dia lagi. Dan, kupikirkan berbagai cara agar saya bisa ke rumah bapak dosen tanpa dia. Tanpa membonceng dia.
Akhirnya, saya tiba di rumah. Bertemu dengan paman saya di depan rumah, paman yang setia mengantarku kemanapun. Kuminta beliau untuk mengantarku ke rumah bapak dosen itu, dan beliau setuju.
Saya masuk dalam rumah. Masih dalam keadaan stress pasca runtuhnya kebanggaanku, saya memilih tidur. Tanpa berganti pakaian terlebih dulu.
Saya terbangun, dan mendapati SMS dari si teman tadi. Katanya, dia dilarang kalau saya dan dia pergi dengan saya yang membawa motor. Dia bilang, kami naik becak saja. Plus, Hhehehe di akhir kalimatnya.
Mungkin dia tak tahu, saya benar-benar kecewa atas itu. Apalagi atas embel-embel Hhehehe. Kubalas SMSnya, tapi dengan emoticon menipu. Kataku :) padahal :(
Bla-bla-bla… sampai akhirnya, saya jadi diantar oleh pamanku itu. Dan, alhamdulillah, bisa menemukan rumah bapak dosen tanpa nyasar.. :)
Entahlah…
Mungkin saya memang ditakdirkan untuk tidak pandai mengendarai kuda besi itu. Impianku sejak tujuh tahun lalu. Dan, setelah saya sudah agak bisa mengendarainya. Dan menganggap diriku sudah cukup lancar. Keraguan justru datang dari mereka, orang-orang yang sempat kurasa menganggap saya mampu. :(
Padahal, saya niatnya ingin mahir mengendarai motor agar bisa lebih mudah kemana-mana. Jujur saja, saya sering kesulitan saat sedang menumpang di angkot. Tubuh saya besar, jadi biasanya mengambil sedikit jatah penumpang lain untuk duduk. Makin mempersempit angkot yang memang sudah sempit kan??
Jadi merasa bersalah… Bingung harus bagaimana… :(


23.15 - 220310

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...