Langsung ke konten utama

Diam?!.........

Diam. Saya selalu saja diam. Diam saat mereka sibuk berbicara. Diam saat tak ada lagi yang berani bicara. Bahkan, diam saat dipaksa bicara.

Saya tidak suka bicara. Saya benci bicara. Salahkah?

Pernah, saat sedang saling mengkritik dengan teman-teman. Seorang teman, bahkan mengkritik itu. Katanya, saya selalu saja diam saat teman-teman sedang seru-serunya berbicara.

Kenapa? Kenapa saya tidak suka bicara saat di depan banyak orang?

Itu karena saya benci jadi perhatian. Saya benci semua mata hanya tertuju pada saya. Benci menjadi titik fokus. Karena saya merasa, saat sedang menjadi titik fokus, sebenarnya semua mata yang memandang hanya berusaha mencari kesalahan pada tiap kata yang saya ucapkan. Saya benci itu!

Saya juga tidak suka menimpali pembicaraan orang. Saya tidak suka menyuarakan pendapatku di tengah orang-orang yang berdebat. Saya benci berdebat!

Saya selalu diam. Saat orang-orang di sekitarku sedang mengobrol dengan serunya. Tapi, saya hanya diam. Tak berkomentar sedikitpun. Hanya tersenyum saat ada cerita lucu, di saat yang lain tertawa 'ngakak'. Bukan inginku seperti itu, tapi memang sulit menjangkau selera humorku. Harus benar-benar sangat lucu, baru saya bisa tertawa. Salah lagi?

Bagiku, lebih baik diam daripada bicara sesuatu yang tidak berguna (tidak diperhatikan orang lain). Lebih baik diam, daripada berdebat tidak berguna. Berdebat dengan orang yang tidak mau kalah debat. Saya bisa berdebat. Tapi, hanya dengan orang yang memang ingin mencari kebenaran. Kebenaran yang bukan hanya untuk kepentingan dirinya. Bukan dengan orang yang ingin semua orang membenarkan pendapatnya.

Diamku bisa berarti saya sedang berpikir. Berpikir mencari yang benar-benar BENAR. Diamku juga bisa berarti, saya sedang tidak suka dengan topik pembicaraan orang-orang di sekitarku. Tidak tertarik.

Saya suka melihat mereka bercerita. Karena itu saya masih bertahan duduk-diam-memperhatikan pembicaraan mereka. Saya tidak terlibat sama sekali. Hanya diam. Bahkan mungkin tak disadari keberadaannya. Tapi, itu tak apa. Asal saya masih bisa berada di tengah-tengah mereka. Menikmati pembicaraan mereka. Memperhatikan mimik wajah mereka satu per satu. Menikmati tiap ekspresi mereka. Itu sudah cukup. Sudah cukup menenangkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Kamu, Do'a Diam-Diamku

Aku akan mendo'akanmu diam-diam Aku masih mendo'akanmu, seperti yang sudah-sudah Tapi, tak selalu... tentu saja banyak hal lain yang ikut kudo'akan Tapi, juga ada kamu di sana Mungkin, tak seperti yang seharusnya Ketika takdir diputuskan dan itu bukanlah kamu Kamu satu-satunya orang, yang entah kenapa membuatku khawatir ketika harus kukabarkan kabar bahagiaku sudah datang Yang hanya kamu jawab, "Benar yang kubilang, kamu akan menikah." Kuminta kehadiranmu, kamu pun menyanggupinya, hadir mengisi bahagiaku seperti yang sudah-sudah Lega rasanya, juga senang tak terkira Seperti gadis kecil yang merajuk, dan dibujuk dengan es krim di tanganmu Atau, seperti ketika Hadirmu dengan segelas air di tangan Saat kuterbaring sakit Dan lagu itu akan selalu mengingatkanku tentangmu Dengan akhir yang sama Dengan do'a yang sama untukmu... Sahabatku, usai tawa ini.  Izinkan aku bercerita:  Telah jauh, ku mendaki.  Sesak udara di atas puncak khayalan.  Jangan sampai kau di sana T