Langsung ke konten utama

Mengapa.mengapa.mengapa??

Desember 2009

Siang itu, di suatu cafe. Kami bertemu karena suatu urusan. Tak hanya berdua, ada banyak teman disana.

Keadaan memaksa kami duduk bersisian. Lalu, pembicaraan pun dimulai. Kami berbicara tentang notes, catatan, tulisan, dan semacamnya.

Dia bertanya, mengapa saya lebih memilih menulis daripada berbicara. Mengapa saya tak berbicara langsung dengan target tulisan saya.

Dia bertanya, mengapa saya dengan begitu mudahnya bisa menuliskan apapun di catatan sebuah situs pertemanan. Mengapa saya bisa dengan begitu leluasanya mengungkapkan apa yang saya rasa, apa yang saya pikirkan.

Saya diam. Tak tahu bisa menjawab apa. Lalu, sejak saat itu saya mulai berpikir.

Mengapa saya seperti itu? Mengapa saya dengan begitu bodohnya, mengungkapkan semuanya? Seolah apa yang saya ceritakan, penting saja bagi orang lain. Padahal, di situs pertemanan itu, bukan hanya teman dekatku saja yang bisa membaca tulisan itu. Bahkan seseorang yang saya tak tahu jelas ada dan tiadanya saja juga bisa membacanya. Lebih parah lagi, pasti ada beberapa orang yang menganggap tulisan itu "tidak penting".

Bukan salah mereka untuk beranggapan seperti itu. Saya yang tidak tahu dimana harus menempatkan tulisan saya dimuat, itu yang salah.

Saya masih terus berpikir, sampai satu bulan kemudian. Saya lalu memutuskan. Untuk kembali berpikir dimana tempat yang sepantasnya tulisan itu dimuat.

Mungkin, di blog ini jawabannya. Setidaknya, tidak memenuhi notif orang yang sebenarnya tak peduli, kan? Atau, tidak mengisi news feed orang-orang yang menganggapnya tak penting. Tidak juga akan dibaca seseorang yang secara tak sengaja membukanya. Karena, yang membuka blog ini pasti secara sengaja kan? Ya, kalau tidak sengaja, silahkan ditutup dan jangan dibuka lagi di lain waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Kamu, Do'a Diam-Diamku

Aku akan mendo'akanmu diam-diam Aku masih mendo'akanmu, seperti yang sudah-sudah Tapi, tak selalu... tentu saja banyak hal lain yang ikut kudo'akan Tapi, juga ada kamu di sana Mungkin, tak seperti yang seharusnya Ketika takdir diputuskan dan itu bukanlah kamu Kamu satu-satunya orang, yang entah kenapa membuatku khawatir ketika harus kukabarkan kabar bahagiaku sudah datang Yang hanya kamu jawab, "Benar yang kubilang, kamu akan menikah." Kuminta kehadiranmu, kamu pun menyanggupinya, hadir mengisi bahagiaku seperti yang sudah-sudah Lega rasanya, juga senang tak terkira Seperti gadis kecil yang merajuk, dan dibujuk dengan es krim di tanganmu Atau, seperti ketika Hadirmu dengan segelas air di tangan Saat kuterbaring sakit Dan lagu itu akan selalu mengingatkanku tentangmu Dengan akhir yang sama Dengan do'a yang sama untukmu... Sahabatku, usai tawa ini.  Izinkan aku bercerita:  Telah jauh, ku mendaki.  Sesak udara di atas puncak khayalan.  Jangan sampai kau di sana T