Langsung ke konten utama

6 - (1+1) = ~

Maret setahun kemarin...

Saat kita itu, kita masih sahabat. Bisa dibilang seperti itu. Masih ada kau untuk menjadi temanku berbagi cerita. Masih ada kau, yang mengingatkanku untuk bersikap dewasa tanpa melukai perasaanku sedikitpun.

Lalu, seseorang memilihmu untuk menjadi seseorang yang istimewa baginya. Saya dengan egoisnya menyarankanmu untuk tidak menerimanya. Ya, waktu itu saya belum mengenal dia dengan baik, dan melarangmu untuk berhubungan dengannya.

Tapi, mau apalagi. Pada kenyataannya, kau memilih untuk bersamanya. Lalu, saya menjauhimu. Sebagai aksi penolakanku atas keputusanmu. Teleponmu tak kuangkat, SMSmu tak kubalas, dan di tempat kita tiap hari bertemu pun saya menghindarimu dan lebih memilih berjalan dengan teman yang lain.

Satu hari, saya menyadari itu salah. Lalu, meminta maaf padamu. Dan, saya kembali menemanimu. Kau pun begitu. Tapi, makin lama, saya makin muak dengan sikapmu. Kau seringkali meninggalkanku untuk pergi bersamanya.

Satu waktu, muak itu memuncak. Saya menemanimu untuk suatu urusan. Kau memintaku untuk menemanimu. Saat itu, saya memang menemanimu, dengan syarat kau tak meninggalkanku lagi. Tapi, pada akhirnya kau meninggalkanku juga. Saya marah, meski tak kuungkapkan padamu. Dan, saya benar-benar menjauhimu. Berbulan-bulan!!!

Kurasa, hidup kita memang sudah berbeda. Dulu, kita dan empat teman kita yang lain. Ya, dulu kita berenam. Tidak selalu berenam. Tapi, setidaknya sesuatu seakan menyatukan kita berenam. Entah apa itu. Yang jelas, tanpa kita sengaja kita berenam selalu saling mencari, seolah ada yang kurang saat salah satu dari kita, tak ada di tengah-tengah kita. Sampai-sampai, teman-teman yang lain selalu mencari yang hilang diantara kita.

Itu dulu, itu kemarin. Saat belum ada hal lain yang kita prioritaskan. Saat kita masih sama-sama mencari jalan kita. Sekarang... Eh, bukan sekarang. Tapi, beberapa hari sebelum tepat setahun dari hari ini. Kau sudah punya prioritas tersendiri, tak lagi memilih jalan dengan kami.

Rasanya, rindu sekali...
Saat setahun kemarin (240309), kami masih sempat menyiapkan kejutan untuk hari ulangtahun-mu. Waktu itu, saya masih sempat-sempatnya singgah ke sebuah tempat membeli sebuah kue tart kecil untukmu. Disusul teman kita yang lain. Sangat menyenangkan, Sayang!! Dan, saya merindukan itu. Apalagi, sore-malamnya kita masih sempat makan gorengan berenam. Meski saat itu kau sudah gelisah karena sudah ada janji dengan orang itu.

Siang tadi, saya cuma sempat mengucapkan, "Happy birthday...". Sembari memelukmu. Berbeda dengan tahun kemarin. Kali ini, kau tak seperti sahabatku. Tapi, disadari olehmu atau tidak, saya masih menganggapnya seperti itu. Saya masih menyayangimu.

Senang, akhirnya hubungan kita, hubunganku denganmu dan dengan orang yang kau pilih, bisa membaik. Saya mulai bisa menerima itu sejak saat kita berdoa bersama. Waktu itu, kita menginap bersama di sebuah tempat. Dan, sesaat sebelum tidur, kita berdoa bersama. Dan, di dalam doa itu, dalam bahasa Arab, ada nama orang yang kau pilih itu. Lalu, kutanya kau, sedikit memastikan padamu lebih tepatnya, "Pasti doa itu yang menjadi doa favoritmu!". Kau jawab, "Iya...". Kau tersenyum saat menjawab itu, lalu tertidur.

Pikirku, apa lagi yang membuatku mesti membenci dia-mu? Apa hanya karena saya menganggap dia merebutmu dariku? Kalau begitu, saya sungguh sangat egois. Membenci seseorang yang sudah membuat dirimu bahagia setahun terakhir ini. Kau tahu? Saya sudah berbaikan dengannya. Maksudku, sikapku padanya sudah lebih baik dari yang kemarin. Karena saya yakin, Setahun lebih bukan waktu yang sebentar bagimu untuk memastikan dia baik, seperti perkataanmu saat saya menolak kehadirannya. Dan, sekarang... saya percaya penilaianmu itu. Penilaianmu tak mungkin salah.

Selamat ulang tahun, saudariku. Saya tetap akan menyayangimu. Apapun itu. Selamat berbahagia dengannya. Janjiku, akan bersikap lebih baik lagi pada kalian. Kau dan dia. Dan, sahabat-sahabatku lainnya.




Ini foto pertama dan terakhir saat kita berenam. Hanya berenam. Dengan editan sebisa mungkin untuk menyamarkannya. Tapi, saya ragu seluruhnya bisa tersamarkan. Hhe.. ^_^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Kamu, Do'a Diam-Diamku

Aku akan mendo'akanmu diam-diam Aku masih mendo'akanmu, seperti yang sudah-sudah Tapi, tak selalu... tentu saja banyak hal lain yang ikut kudo'akan Tapi, juga ada kamu di sana Mungkin, tak seperti yang seharusnya Ketika takdir diputuskan dan itu bukanlah kamu Kamu satu-satunya orang, yang entah kenapa membuatku khawatir ketika harus kukabarkan kabar bahagiaku sudah datang Yang hanya kamu jawab, "Benar yang kubilang, kamu akan menikah." Kuminta kehadiranmu, kamu pun menyanggupinya, hadir mengisi bahagiaku seperti yang sudah-sudah Lega rasanya, juga senang tak terkira Seperti gadis kecil yang merajuk, dan dibujuk dengan es krim di tanganmu Atau, seperti ketika Hadirmu dengan segelas air di tangan Saat kuterbaring sakit Dan lagu itu akan selalu mengingatkanku tentangmu Dengan akhir yang sama Dengan do'a yang sama untukmu... Sahabatku, usai tawa ini.  Izinkan aku bercerita:  Telah jauh, ku mendaki.  Sesak udara di atas puncak khayalan.  Jangan sampai kau di sana T