Langsung ke konten utama

Seketika (Instant)

Kau mungkin terkejut jika kujelaskan ini padamu
Sekedar untuk menjawab 'cinta buta'
yang sempat kau katakan tentang rasaku
Tidak! Ini bukan 'cinta buta'
Aku sadar betul banyak hal yang bisa membuat rasaku hilang
Hanya saja coba kupertahankan,
dengan dalih tak ingin kau menyesal kemudian
Tapi... ya, sudahlah! Berlalu... :)

Seketika rasa itu ada. Instant!
Tepat di hari kedua mengenalmu. Kali pertama kau membangunkan tidurku. Setelah sempat berbagi cerita denganmu. Juga saat kau dan aku berusaha dipasangkan oleh teman-teman kita. Bodohnya, aku hanyut. Merasa tak ada yang salah. Membiarkan mereka melanjutkan semuanya sesuka hati mereka.

Ternyata salah...
Membiarkan mereka membuatku berani berharap lebih. Menganggap kau juga merasa. Mengabaikan segala hal yang menandakan kau tak ada di jalan yang sama. Menolak segala anggapan buruk tentangmu. Menjagamu. Memberi perhatian lebih. Hanya agar kau tidak terluka. Hanya agar bukan kau yang tersakiti. Seolah sudah lama denganmu. Seolah akan terus bersamamu.

BOOM!
Kita mulai jauh. Kita mulai terpisah. Bukan lagi itu yang kita butuh. Kau dengannya. Aku denganmu, meski tak ada kau di sisiku. Menunggumu berbalik. Kembali ke arahku untuk jalan kembali bersamamu. Kau tak datang. Mempertegas bahwa kau untuknya saja. Tanpa memberiku sedikit kesempatan untuk mengubah keadaan. Aku menegarkan diri. Menerima kenyataan yang tak selalu sejalan dengan keinginan. Melapangkan hati.

Cheers!!!:)
Seperti pada kali pertama rasa itu tiba... seketika semuanya kembali. Kau bukan siapa-siapa lagi. Terlalu singkat? Seperti pada proses semuanya dimulai. Tak butuh waktu banyak. Begitulah saat membiarkannya berakhir. Sulit? Tidak juga. Mungkin karena waktu yang membuatnya bergejolak. Waktu juga yang membuatnya padam. Waktu yang membuatnya senang terlalu cepat, sakit dalam waktu yang tak lama, dan pulih sesegera mungkin. Tiba-tiba saja. SEKETIKA!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan