Tak ada yang abadi, Teman... Termasuk, mungkin, pertemanan kita. Kau mungkin tidak pernah berpikir tentang ini. Saya maklum, isi kepalamu penuh sesak hingga mungkin tak sempat memikirkannya. Tapi, andai kau tahu... Kau satu-satunya teman yang saya betah dengannya meskipun dalam diam.
Memang, pembicaraan kita kadang tak berada pada alur yang sama. Tapi, seperti yang pernah diceritakan nenekmu, saya bisa mengerti itu. Dan, maaf kalau sering menjadikannya lelucon. Bukan bermaksud merendahkanmu. Hanya saja, wajahmu terlihat sangat lucu tiap kali memprotes kami yang menertawakanmu. Hhe
Kau tahu, saking seringnya bertemu denganmu... saya bisa membaca pikiranmu, juga suasana hatimu. Saya akan segera menjelaskan sesuatu saat wajahmu menyiratkan kebingunganmu. Dan... satu hal... saya paling hafal pada marahmu. Marah yang kau tujukan hanya padaku. Dan tiap kali kau menunjukkan wajah itu, saya akan bertanya pada diri saya sendiri, salah apa lagi yang saya perbuat hingga membuatmu marah. Anehnya, kau tidak pernah mengatakannya langsung. Hingga harus kukuras otakku lagi untuk bisa mendapatkan jawabannya. Tapi, tak butuh waktu lama untuk membuatmu bertahan dengan marahmu itu. Setelah kuluangkan waktuku untuk menemanimu, kau akan lupa pada marahmu. Mungkin, karena itu juga kau dianugerahkan lupa yang berlebih. Agar tak lama marahmu pada teman-temanmu. :D
Pernah kau bercerita tentang seseorang. Beserta kebimbanganmu dalam bersikap padanya. Selalu saya usahakan memberimu saran. Dan, maaf saja kalau itu makin membuatmu bimbang. Saya hanya ingin kau memikirkannya sebaik mungkin. Tapi, sepertinya inilah hasil pemikiranmu. Memilih bersamanya. Dan, tanpa memberitahuku lagi. Ya, sudahlah... mungkin kau sudah tahu apa yang akan kukatakan, hingga kau tak memberiku kesempatan mempengaruhimu di saat kau memutuskan pilihanmu.
Oh, iya... Mungkin harus kubiasakan menjalani waktuku sendiri lagi. Temanku telah menemukan seseorang yang terus berusaha menemani waktunya. Bagaimanapun, teman dan kekasih adalah dua hal yang berbeda. Dia berhak memiliki waktu tersendiri denganmu. Sedang teman, hanya bisa berusaha ada saat kau butuh.
Teman adalah seseorang yang akan mendukungmu, dalam semua hal yang kau lakukan, dalam semua hal yang kau inginkan. Tugasku hanya mengingatkanmu saat kau keliru. Keputusan terakhir tetap ada padamu. Kau bisa sesuka hati memilih jalan hidupmu.
#Sore tadi saya sempat kecewa padamu. Saat kau belum makan siang, sempat kutawarkan agar kita singgah makan di perjalanan pulang kita nanti. Tapi, kau malah menawarkan agar kita pergi bertiga dengan kekasihmu. Awalnya kuiyakan. Apalagi saat kau berkata ada teman kita yang juga akan ikut. Hmmm.. akhirnya saya menolak dan memilih pulang. Bagaimanapun rasanya tak enak mengganggu kalian berdua. Sekalipun saya cukup akrab dengannya. Tapi... kalian juga butuh waktu berdua, kan?! :p
#Saya akan merindukan saat-saat denganmu. Bahkan saat kita hanya diam. Saya bahkan sudah merindukan itu di saat pertama kali merasakannya. Di saat kau tak lagi sempat bersamaku. Ya, sudahlah... rindu tetap rindu... Saya hanya harus membiasakan diri. Selamat berbahagia, Teman!! ;)
Memang, pembicaraan kita kadang tak berada pada alur yang sama. Tapi, seperti yang pernah diceritakan nenekmu, saya bisa mengerti itu. Dan, maaf kalau sering menjadikannya lelucon. Bukan bermaksud merendahkanmu. Hanya saja, wajahmu terlihat sangat lucu tiap kali memprotes kami yang menertawakanmu. Hhe
Kau tahu, saking seringnya bertemu denganmu... saya bisa membaca pikiranmu, juga suasana hatimu. Saya akan segera menjelaskan sesuatu saat wajahmu menyiratkan kebingunganmu. Dan... satu hal... saya paling hafal pada marahmu. Marah yang kau tujukan hanya padaku. Dan tiap kali kau menunjukkan wajah itu, saya akan bertanya pada diri saya sendiri, salah apa lagi yang saya perbuat hingga membuatmu marah. Anehnya, kau tidak pernah mengatakannya langsung. Hingga harus kukuras otakku lagi untuk bisa mendapatkan jawabannya. Tapi, tak butuh waktu lama untuk membuatmu bertahan dengan marahmu itu. Setelah kuluangkan waktuku untuk menemanimu, kau akan lupa pada marahmu. Mungkin, karena itu juga kau dianugerahkan lupa yang berlebih. Agar tak lama marahmu pada teman-temanmu. :D
Pernah kau bercerita tentang seseorang. Beserta kebimbanganmu dalam bersikap padanya. Selalu saya usahakan memberimu saran. Dan, maaf saja kalau itu makin membuatmu bimbang. Saya hanya ingin kau memikirkannya sebaik mungkin. Tapi, sepertinya inilah hasil pemikiranmu. Memilih bersamanya. Dan, tanpa memberitahuku lagi. Ya, sudahlah... mungkin kau sudah tahu apa yang akan kukatakan, hingga kau tak memberiku kesempatan mempengaruhimu di saat kau memutuskan pilihanmu.
Oh, iya... Mungkin harus kubiasakan menjalani waktuku sendiri lagi. Temanku telah menemukan seseorang yang terus berusaha menemani waktunya. Bagaimanapun, teman dan kekasih adalah dua hal yang berbeda. Dia berhak memiliki waktu tersendiri denganmu. Sedang teman, hanya bisa berusaha ada saat kau butuh.
Teman adalah seseorang yang akan mendukungmu, dalam semua hal yang kau lakukan, dalam semua hal yang kau inginkan. Tugasku hanya mengingatkanmu saat kau keliru. Keputusan terakhir tetap ada padamu. Kau bisa sesuka hati memilih jalan hidupmu.
#Sore tadi saya sempat kecewa padamu. Saat kau belum makan siang, sempat kutawarkan agar kita singgah makan di perjalanan pulang kita nanti. Tapi, kau malah menawarkan agar kita pergi bertiga dengan kekasihmu. Awalnya kuiyakan. Apalagi saat kau berkata ada teman kita yang juga akan ikut. Hmmm.. akhirnya saya menolak dan memilih pulang. Bagaimanapun rasanya tak enak mengganggu kalian berdua. Sekalipun saya cukup akrab dengannya. Tapi... kalian juga butuh waktu berdua, kan?! :p
#Saya akan merindukan saat-saat denganmu. Bahkan saat kita hanya diam. Saya bahkan sudah merindukan itu di saat pertama kali merasakannya. Di saat kau tak lagi sempat bersamaku. Ya, sudahlah... rindu tetap rindu... Saya hanya harus membiasakan diri. Selamat berbahagia, Teman!! ;)
Komentar
Posting Komentar