Langsung ke konten utama

Maaf, Membuatnya Memburuk Kembali :'(

Jujur, saya sangat malas bermasalah dengan orang lain. Tapi, kenapa begitu mudah bermasalah denganmu??

Untuk kedua kalinya, keadaan kita memburuk. Iya, mungkin ini salahku.

Kemarin, saya mangkir dari jadwal yang sudah kita dan teman-teman tetapkan. Tapi, izinkan saya membela diri sedikit. Kemarin, saya tahu kalau kita ada jadwal. Tapi, tak ada kepastian hingga saya sempat berpikir kalau kegiatan itu batal dilakukan. Beberapa waktu kemudian, saya baru berinisiatif untuk memastikannya pada salah seorang teman kita. Dan, ternyata saya yang tak tahu kalau kegiatan itu jadi dilaksanakan. Sampai saya datang terlambat. Sangat terlambat hingga akhirnya saya seolah datang hanya sebagai 'tamu'. Dan... mulailah keadaan itu memburuk!!

Kau terus menyinggung keterlambatanku. Menyinggung dengan mempersilahkan saya masuk ke ruangan itu sebagai tamu. Dan, kau jadi tuan rumahnya. -_-
Saya sudah teramat merasa bersalah jauh sebelum kau menyinggungnya. Tapi, kenapa harus kau singgung terus?? Apa tak kau lihat wajah kusutku tiap kali kau singgung?? Mungkin kau bercanda. Tapi, saya terlanjur marah. Dan, terus menghindar saat kau berniat meminta maaf. :(

Maaf... Saya selalu butuh waktu untuk meredakan marah. Sebentar saja. Asalkan orang yang membuat saya marah tak membujuk saya terus-terusan. Dan, saat marah itu reda, saya kira keadaan kita sudah membaik. Saya mulai mengajakmu bercanda. Tapi... kau salah mengira dan menganggap itu bagian dari marahku. Kau mungkin menyerah dan memilih menyikapinya juga dengan marah.
Detik itu juga saya sadar, keadaan itu memburuk kembali. :'(

Sungguh tak ada niat saya untuk membuat keadaan kembali memburuk. Dan, saya tak rela kita kembali tak saling berbicara selama berbulan-bulan. :'( Kau salah satu teman yang akan menanggapi semua cerita saya dengan nasehat konyolmu. Nasehat konyol yang selalu mampu membuat suasana hati membaik. Tak pernah menyalahkan. Dan, kau sudah kuanggap seperti kakakku sendiri.

Saya tak rela kita terus diam saat bertemu. Dan, saya akan semakin merasa bersalah kalau menunggu kau meminta maaf lagi. Tapi, maaf jika saya tak bisa meminta maafmu secara langsung. Saya kehabisan kata-kata tiap kali ingin melakukannya. Maka, saya memilih untuk terus mengajakmu berbicara. Meski dengan topik tak penting dan seringkali tak kau pedulikan. Tapi, saya ingin kau tahu kalau saya sudah tak marah lagi. Dan, kuharap begitu juga dirimu. Jangan kelamaan tidak mempedulikan saya. :) Kapan kita berbaikan lagi?? Dan kembali berbagi masalah kita bersama?? Sekarang, kau mungkin sedang ada masalah. Jadi, tolong libatkan saya untuk membantumu. Meski mungkin hanya bisa membantu mengurangi bebanmu dengan membagi masalahmu padaku. Kapanpun itu, saya siap. Dan, ingatkan saya untuk tak marah lagi padamu. :)) Separah apapun salahmu padaku. Karena, marah padamu hanya membuatku seperti terus tersiksa dengan rasa bersalahku padamu. :'(

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan