Langsung ke konten utama

Untuk Teman TerBAIK

Saya kehilanganmu, teman. Dan sepertinya kau sudah melupakanku. Itu tak apa. Biar saja itu menjadi masa kini kita. Dan, izinkan saya bercerita sedikit tentang masa lalu kita.

Kau pernah menjadi teman terbaik untukku. Ingat, untukku kau memang yang terbaik.

Saya pernah tidak mengikuti suatu kegiatan karena sakit. Sebagai konsekuensinya, saya harus rela mendengar cerita teman-teman kita yang mengikutinya. Satu hal yang paling tidak saya sukai. Mendengar pengalaman teman-teman yang saya tidak terlibat di dalamnya. Mereka bercerita tentang senang, sedih, takut, dan marah yang mereka lewati bersama. Dan, saya jadi iri karenanya. Mungkin karena itu juga kebersamaan itu tidak melekat padaku. Seringkali saya merasa terasing, sendiri.

Dan, kau berbeda. Kau tidak pernah menyinggung sedikit pun tentang kegiatan itu. Sampai-sampai saya mengira kau juga tidak mengikutinya. Baik sekali kau, teman. Kau mengerti bagaimana rasanya terasing diantara teman-teman dengan cerita mereka yang sama. Dan kau tak mengizinkanku merasakan hal itu saat bersamamu.

Pada kegiatan selanjutnya, kau mulai menghilang. Hadirmu tak bisa kami deteksi. Yang bisa tahu keberadaanmu hanya dirimu sendiri. Kami tak bisa menebak kapan kau datang ataupun pergi. Mungkin, itu sebagai salah satu usahamu sebelum meninggalkan kami dan kota ini.

Oh, iya... tentang sikapmu yang tak membiarkan orang-orang di dekatmu terasing. Maafkan saya yang tak bisa menirunya. Pada satu kegiatan selanjutnya saya ikut, sedang beberapa teman dan juga dirimu tak bisa ikut serta. Setelahnya, saya menceritakan kegiatan itu pada beberapa teman yang tak ikut. Bukan padamu, memang. Sebab kau sudah menghilang saat itu. Maaf... saya terlalu tak tahu bagaimana berterimakasih padamu. Harusnya bisa kutahan hasrat untuk bercerita itu. Tapi, rasanya saat itu saya terlampau senang. Senang hingga melupakan rasa prihatinku pada teman-teman kita. Maaf... :(

Mungkin bagimu saya bukan teman terdekat denganmu. Tapi, saya jamin... jika saja kau bertahan bersama kami di kota ini, kau akan menjadi teman dekat beberapa orang. Tak terkecuali saya.

Padamu, saya pernah membagi beberapa cerita. Kau mungkin lupa saat kita duduk berdua di halte, dari siang hingga sore datang dan kita terpaksa pulang. Kau pendengar terbaik saat cerita-cerita itu mengisi waktu kita. Kau bukan orang yang menyalahkan saat saya keliru, kau ada untuk membantu saya memperbaiki kekeliruan itu. Kau siap menjadi penyemangat kapanpun itu. Orang yang benar-benar senang saat mendengar temanmu bercerita tentang hal yang membuatnya senang. Kau akan sedih saat seseorang mengecewakan temanmu. Juga menjadi orang pertama yang membenci orang yang menyakiti temanmu.

Padaku, kau tak banyak bercerita. Kau hanya bercerita tentang satu hal, dia. Dan saya mengerti betapa kecewanya kau saat dia tak sama dengan yang kau harapkan. Andai saja saya bisa sadar dengan cepat kalau dia itu tak baik. Ya, andai. Pasti bisa kuselamatkan teman kita yang tersakiti olehnya. Dia pernah mengecewakanmu. Tapi, kenapa saya tak langsung sadar yah kalau dia itu bejat?! Ah... untunglah kau segera pergi dan tak menjadi korbannya. Setidaknya kecewamu tak perlu berganda. Baiklah, kekecewaan tentang itu tak perlu dipikirkan lagi. Lupakan!! :D

Saat ini, kau kembali ke kota ini. Mungkin sekedar mengingat apa yang pernah kau jalani disini. Pernah kutanyakan kepastiannya, tapi tak direspon olehmu. Tapi, tak apalah. Nikmati saja liburanmu. Meski tak denganku, kuharap kau bisa bahagia menikmati waktumu. Selalu. :))

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...