Saya kehilanganmu, teman. Dan sepertinya kau sudah melupakanku. Itu tak apa. Biar saja itu menjadi masa kini kita. Dan, izinkan saya bercerita sedikit tentang masa lalu kita.
Kau pernah menjadi teman terbaik untukku. Ingat, untukku kau memang yang terbaik.
Saya pernah tidak mengikuti suatu kegiatan karena sakit. Sebagai konsekuensinya, saya harus rela mendengar cerita teman-teman kita yang mengikutinya. Satu hal yang paling tidak saya sukai. Mendengar pengalaman teman-teman yang saya tidak terlibat di dalamnya. Mereka bercerita tentang senang, sedih, takut, dan marah yang mereka lewati bersama. Dan, saya jadi iri karenanya. Mungkin karena itu juga kebersamaan itu tidak melekat padaku. Seringkali saya merasa terasing, sendiri.
Dan, kau berbeda. Kau tidak pernah menyinggung sedikit pun tentang kegiatan itu. Sampai-sampai saya mengira kau juga tidak mengikutinya. Baik sekali kau, teman. Kau mengerti bagaimana rasanya terasing diantara teman-teman dengan cerita mereka yang sama. Dan kau tak mengizinkanku merasakan hal itu saat bersamamu.
Pada kegiatan selanjutnya, kau mulai menghilang. Hadirmu tak bisa kami deteksi. Yang bisa tahu keberadaanmu hanya dirimu sendiri. Kami tak bisa menebak kapan kau datang ataupun pergi. Mungkin, itu sebagai salah satu usahamu sebelum meninggalkan kami dan kota ini.
Oh, iya... tentang sikapmu yang tak membiarkan orang-orang di dekatmu terasing. Maafkan saya yang tak bisa menirunya. Pada satu kegiatan selanjutnya saya ikut, sedang beberapa teman dan juga dirimu tak bisa ikut serta. Setelahnya, saya menceritakan kegiatan itu pada beberapa teman yang tak ikut. Bukan padamu, memang. Sebab kau sudah menghilang saat itu. Maaf... saya terlalu tak tahu bagaimana berterimakasih padamu. Harusnya bisa kutahan hasrat untuk bercerita itu. Tapi, rasanya saat itu saya terlampau senang. Senang hingga melupakan rasa prihatinku pada teman-teman kita. Maaf... :(
Mungkin bagimu saya bukan teman terdekat denganmu. Tapi, saya jamin... jika saja kau bertahan bersama kami di kota ini, kau akan menjadi teman dekat beberapa orang. Tak terkecuali saya.
Padamu, saya pernah membagi beberapa cerita. Kau mungkin lupa saat kita duduk berdua di halte, dari siang hingga sore datang dan kita terpaksa pulang. Kau pendengar terbaik saat cerita-cerita itu mengisi waktu kita. Kau bukan orang yang menyalahkan saat saya keliru, kau ada untuk membantu saya memperbaiki kekeliruan itu. Kau siap menjadi penyemangat kapanpun itu. Orang yang benar-benar senang saat mendengar temanmu bercerita tentang hal yang membuatnya senang. Kau akan sedih saat seseorang mengecewakan temanmu. Juga menjadi orang pertama yang membenci orang yang menyakiti temanmu.
Padaku, kau tak banyak bercerita. Kau hanya bercerita tentang satu hal, dia. Dan saya mengerti betapa kecewanya kau saat dia tak sama dengan yang kau harapkan. Andai saja saya bisa sadar dengan cepat kalau dia itu tak baik. Ya, andai. Pasti bisa kuselamatkan teman kita yang tersakiti olehnya. Dia pernah mengecewakanmu. Tapi, kenapa saya tak langsung sadar yah kalau dia itu bejat?! Ah... untunglah kau segera pergi dan tak menjadi korbannya. Setidaknya kecewamu tak perlu berganda. Baiklah, kekecewaan tentang itu tak perlu dipikirkan lagi. Lupakan!! :D
Saat ini, kau kembali ke kota ini. Mungkin sekedar mengingat apa yang pernah kau jalani disini. Pernah kutanyakan kepastiannya, tapi tak direspon olehmu. Tapi, tak apalah. Nikmati saja liburanmu. Meski tak denganku, kuharap kau bisa bahagia menikmati waktumu. Selalu. :))
Kau pernah menjadi teman terbaik untukku. Ingat, untukku kau memang yang terbaik.
Saya pernah tidak mengikuti suatu kegiatan karena sakit. Sebagai konsekuensinya, saya harus rela mendengar cerita teman-teman kita yang mengikutinya. Satu hal yang paling tidak saya sukai. Mendengar pengalaman teman-teman yang saya tidak terlibat di dalamnya. Mereka bercerita tentang senang, sedih, takut, dan marah yang mereka lewati bersama. Dan, saya jadi iri karenanya. Mungkin karena itu juga kebersamaan itu tidak melekat padaku. Seringkali saya merasa terasing, sendiri.
Dan, kau berbeda. Kau tidak pernah menyinggung sedikit pun tentang kegiatan itu. Sampai-sampai saya mengira kau juga tidak mengikutinya. Baik sekali kau, teman. Kau mengerti bagaimana rasanya terasing diantara teman-teman dengan cerita mereka yang sama. Dan kau tak mengizinkanku merasakan hal itu saat bersamamu.
Pada kegiatan selanjutnya, kau mulai menghilang. Hadirmu tak bisa kami deteksi. Yang bisa tahu keberadaanmu hanya dirimu sendiri. Kami tak bisa menebak kapan kau datang ataupun pergi. Mungkin, itu sebagai salah satu usahamu sebelum meninggalkan kami dan kota ini.
Oh, iya... tentang sikapmu yang tak membiarkan orang-orang di dekatmu terasing. Maafkan saya yang tak bisa menirunya. Pada satu kegiatan selanjutnya saya ikut, sedang beberapa teman dan juga dirimu tak bisa ikut serta. Setelahnya, saya menceritakan kegiatan itu pada beberapa teman yang tak ikut. Bukan padamu, memang. Sebab kau sudah menghilang saat itu. Maaf... saya terlalu tak tahu bagaimana berterimakasih padamu. Harusnya bisa kutahan hasrat untuk bercerita itu. Tapi, rasanya saat itu saya terlampau senang. Senang hingga melupakan rasa prihatinku pada teman-teman kita. Maaf... :(
Mungkin bagimu saya bukan teman terdekat denganmu. Tapi, saya jamin... jika saja kau bertahan bersama kami di kota ini, kau akan menjadi teman dekat beberapa orang. Tak terkecuali saya.
Padamu, saya pernah membagi beberapa cerita. Kau mungkin lupa saat kita duduk berdua di halte, dari siang hingga sore datang dan kita terpaksa pulang. Kau pendengar terbaik saat cerita-cerita itu mengisi waktu kita. Kau bukan orang yang menyalahkan saat saya keliru, kau ada untuk membantu saya memperbaiki kekeliruan itu. Kau siap menjadi penyemangat kapanpun itu. Orang yang benar-benar senang saat mendengar temanmu bercerita tentang hal yang membuatnya senang. Kau akan sedih saat seseorang mengecewakan temanmu. Juga menjadi orang pertama yang membenci orang yang menyakiti temanmu.
Padaku, kau tak banyak bercerita. Kau hanya bercerita tentang satu hal, dia. Dan saya mengerti betapa kecewanya kau saat dia tak sama dengan yang kau harapkan. Andai saja saya bisa sadar dengan cepat kalau dia itu tak baik. Ya, andai. Pasti bisa kuselamatkan teman kita yang tersakiti olehnya. Dia pernah mengecewakanmu. Tapi, kenapa saya tak langsung sadar yah kalau dia itu bejat?! Ah... untunglah kau segera pergi dan tak menjadi korbannya. Setidaknya kecewamu tak perlu berganda. Baiklah, kekecewaan tentang itu tak perlu dipikirkan lagi. Lupakan!! :D
Saat ini, kau kembali ke kota ini. Mungkin sekedar mengingat apa yang pernah kau jalani disini. Pernah kutanyakan kepastiannya, tapi tak direspon olehmu. Tapi, tak apalah. Nikmati saja liburanmu. Meski tak denganku, kuharap kau bisa bahagia menikmati waktumu. Selalu. :))
Komentar
Posting Komentar