Langsung ke konten utama

Ibadah Haji

Menunaikan ibadah haji adalah rukun Islam yang ke-4. Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, menunaikan sholat 5 waktu, serta puasa di bulan Ramadhan. Kemudian, menunaikan zakat sebagai pelengkap dari lima rukun Islam.

Untuk menunaikan ibadah haji sendiri, ibadah ini tidaklah wajib bagi mereka yang tidak mampu. Sedang empat rukun lainnya, wajib bagi semua orang. Artinya, orang yang tidak mampu hanya punya empat kewajiban, bagi mereka yang mampu kewajibannya ditambah satu dengan menunaikan ibadah haji itu.

Mampu sendiri, bukan hanya dihitung dari kemampuan finansial seseorang. Meski itu menjadi satu syarat untuk menunaikannya. Butuh uang untuk ikut daftar haji maksudnya. Kalaupun tidak punya banyak uang, bisa dengan ditabung. :) Ok... menurut saya, mungkin mampu itu sendiri lebih dititikberatkan pada siapnya seseorang untuk bisa menunaikan haji. Mampu secara lahiriah dan bathiniah.

Mampu secara lahiriah. Secara fisik misalnya, penting untuk kelancaran ibadah nantinya. Perjalanan panjang selama empat puluh hari tentunya membutuhkan kesehatan fisik yang prima. Calon jemaah haji biasanya mengikuti serangkaian pemeriksaan kesehatan sebelum berangkat haji. Selain itu, keluarga yang ditinggal pergi selama menunaikan ibadah tersebut, insya Allah dalam keadaan berkecukupan.

Mampu secara bathiniah? Saya tak mengerti banyak tentang semua hal ini. Termasuk yang di atas. Tapi, mampu secara bathiniah, salah satunya mungkin saja dimaksudkan dengan kesucian hati. Tak mungkin bertamu di rumah Allah dengan keadaan hati yang sedang kotor kan? Hati bersih, insya Allah ibadah lancar. Selain itu, saya pernah mendengar bahwa butuh keikhlasan dalam melaksanakan ibadah ini. Bertamu ke rumah-Nya, berarti dengan ikhlas datang mengunjungi rumah-Nya, dan… ikhlas… atas hidup-matinya kita. Ah, berat menuliskan ini. Lagipula, saya belum yakin hal itu benar adanya, sebab saya lupa pernah mendengarnya dimana.

Intinya, harus ikhlas dengan semua kemungkinan yang mungkin terjadi disana. Baik-buruk, semua terjadi atas kehendak-Nya. Berdo’a saja untuk yang terbaik. Tak hanya bagi mereka yang pergi berkunjung kesana. Kerabat yang ditinggal, insya Allah selama empat puluh hari, juga mesti ikhlas membiarkan kerabatnya pergi. Yang penting tetap berdo;a, ingat selalu atas segala kuasa-Nya.
Dan… kenapa saya menuliskan tentang ini semua? Ada di postingan berikutnya… hhe :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan