Langsung ke konten utama

Hidup Bercerita!!

Pernah merasakan tidak punya pegangan untuk mengabadikan cerita??

Ya, itu saya alami beberapa minggu terakhir. Keadaan yang sangat menyesakkan ketika ingin mengabadikan cerita tapi tak pernah bisa. Kalau tidak ingin diabadikan sebenarnya bisa saja. Bercerita dalam hati, sehingga yang tahu hanya saya dan Dia saja. Tapi, ingatanku terlalu rawan terlupakan. Jadi, bisa-bisa tidak meneruskan cerita yang sama seperti yang kuceritakan di awalnya.

Oh, iya... banyak hal yang membuat cerita itu tidak terabadikan...

Satu...
Laptop rusak. Entah terserang virus apa, sampai-sampai terinstall ulangpun tak bisa. Baru coba diperbaiki oleh seorang teman. Masih sementara mencari teman-teman yang lain untuk memperbaikinya. Ada yang bersedia?? :)

Kedua...
Posting blog lewat ponsel??
Ponsel menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Susah terkoneksi ke internet. :(

Tiga...
Ada fitur notes di ponsel saya!! Yippie!! :))
Pengabadian cerita terlampiaskan disini. Tapi...

Empat...
Si ponsel tipe 5000 itu rusak!! :'(
Tanpa diapa-apakan langsung rusak begitu saja. Layarnya pecah di dalam. Ada bercak hitam berbentuk dauN yang memenuhi 75% layar 320x480 itu. Sisa layar yang tidak terkena bercak hitam tidak kalah parah!! Warnanya memutih tidak jelas. Cahayanya terang-redup bergantian, bikin sakit kepala!!
Putus asa saya disini. Ponsel rusak. Nomor tidak aktif berhari-hari. Tapi, belakangan menyenangkan juga hidup tidak bergantung pada benda putih-ungu itu.

Lima...
Sempat berpikir untuk menulis di kertas atau buku saja, tapi... TIDAAAAAKKKK!!!!!!!!!! Tulisan saya bisa saja hilang, tercecer entah dimana dan dibaca oleh orang-orang yang saya berharap tidak dibaca oleh mereka.

Enam...
Sempat nekad menggunakan laptop, tapi ternyata error terus... :(

Tujuh...
Jeng.jeng.jeng!!!!!!
Kakake dibelikan ponsel baru. Saya pakai ponsel lamanya saja untuk mengaktifkan nomor. Dan menggunakan ponsel barunya untu tetap menulis... Eh, mengetik!! Hhe :))

Terimakasih, Tuhan. Menyayangi-Mu selalu. Yang telah memberi semuanya dan menyadarkan hamba untuk mensyukuri semuanya. :))
Hidup menulis!! eh, mengetik!! :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)