Langsung ke konten utama

Tak Lagi Sama

Apa yang kau miliki sekarang, bisa jadi bukanlah yang pernah kau harapkan dulu.
Apa yang tak lagi kau miliki sekarang, mungkin malah jadi yang sangat kau harapkan dulu.
Hidup memang begitu. Hidupku dan hidupmu.

Saya dan kamu berbeda nasib, berbeda jalan hidup. Ada saya yang memilih membangun keluarga lebih dulu, ada yang membangun karir dan masa depan yang semoga sesuai inginmu, ada yang juga sibuk bekerja menata masa depan, dan yang lainnya berusaha mengimbangi karir dan keluarga kecil yang belum lama ini dinikmatinya. Saya menikmati apa yang saya punya, begitupun kuharap kalian sama.

Bukan tak mau berharap kehidupan yang lebih baik dari kerja kerasku sendiri. Yakinlah, saya juga menginginkan hal yang sama. Meski rasanya makin sulit ketika diberi pilihan untuk meninggalkan pangeran kecilku, lebih dari setengah hari yang kupunya. Ya, saya juga berniat untuk bekerja suatu hari nanti, sama seperti kalian. Menunggu waktu saja. Dan, hati yang ikhlas menjalani rutinitas yang berbeda nantinya.

Ada lagi yang berbeda dengan kehidupan kita saat ini...
Komunikasi yang tak lagi dekat. Tapi, percayalah... saya masih orang yang sama, yang merindukan dan merasakan sayang yang sama seperti apa yang kita punya dulu. Hanya saja, kita tak lagi saling memperhatikan. Berbeda rutinitas, beda ritme hidup. Yang saya yakin, kalian pun punya teman berbagi yang lebih bisa mengerti kalian saat ini. Meskipun saya iri jadinya, karena teman dekat yang kupunya hanyalah kalian. Sekarang jadinya kalau tak bisa curhat dengan suami, ya sama bayi yang cuma bisa merespon tak mengerti dengan senyum, tangis, dan tawanya.

Hanya sedang rindu kalian seperti yang sudah-sudah...
Meski keadaannya tak lagi sama, saya menyayangi kalian di mana pun kalian berada. Semoga Allah menjagamu, menjaga sayang di antara kita.

_Rizka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)