Langsung ke konten utama

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini. 

Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu.

Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah dengan ibu, kakak, dan bapak yang memang sejak remaja sudah tak bersama kami lagi. 

Pertama, tentang ibu, kakak, dan bapak. Alhamdulillah setelah mengesampingkin permasalahan yang ada di keluarga kami, komunikasi kami alhamdulillah lancar-lancar saja. Sekarang, kami hidup dengan keluarga masing-masing. Ibu dan kakak, tentu saja masih bersama bersama keluarga kami yang lain. Mungkin, dikarenakan ikatan darah yang memang kuat. Membuat kami tentu saja saling mengkhawatirkan di antara gelombang virus ini. Semoga mereka selalu baik-baik saja meski tak sedang bersamaku. 

Ke-dua, tentu saja anak kami yang masihlah satu-satunya saat ini. Muhammad Aqsa. Saya khawatir tidak cukup menjaga dia dari paparan virus yang ada. Saya juga mengkhawatirkan diri saya sendiri, mana tahu kalau tak pandai jaga diri, sayalah yang akan terdampak dan tak bisa menjaga dia lagi. Saya sedih kalau berpikir meninggalkan dia dengan bapaknya, meski mungkin itu hanyalah sakit yang harus dikarantina dan tak bisa menemui mereka sementara waktu. Pastilah mereka sedih dan kewalahan tanpa saya.

Saya juga mengkhawatirkan keluarga yang saat ini tinggal bersama kami. Ada bapak mertua, tante (kakak dari ibu mertua saya), dan sepupu kami. Bagaimana mungkin saya bisa merangkul mereka semua? Meminta mereka menjaga diri sementara kami masih banyak kebutuhan lain di luar sana. Saya dan suami mungkin cukup teredukasi dengan keberadaan virus ini. Tapi, saya sangat cemas mereka tak sadar seberapa parah kondisi yang terjadi saat ini. Semoga kami pun selalu dalam perlindungan Allah dan baik-baik saja sampai semua ini berakhir. 

Ke-empat, dan terakhir. Saya sedih dan sesak memikirkan ini. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada suami saya 😐 Rasanya sangat berat, bahkan hanya dengan menuliskannya di sini. Beliau seorang Satpol PP yang masih harus bertugas ketika waktu jaganya tiba. Bahkan pekerjaannya memaksa dia untuk turut bersosialiasi tentang kebijakan pemerintah akan virus ini di wilayah kerjanya. Beliau bisa saja terpapar entah apa di luar sana. Meski, selalu saya ingatkan tentang menjaga kesehatan dan kebersihan dirinya. Tapi, yang namanya naluri seorang lelaki, terkadang menjaga kebersihan seperlunya saja. 

Alhamdulillah, dia sadar dengan keadaan yang berbahaya ini. Dan mulai ingat tentang jaga ini-itu demi dirinya dan kami, anak-istrinya. Tetapi, saya tetap saja khawatir. Bagaimana kalau dia khilaf sampai lalai terhadap keberadaan dirinya. Tiba-tiba saya memikirkan hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Saya terkadang berpikir, pasti saya sedih kalau dia kewalahan mengurus dirinya dan anak kami, kalau saya sakit. Tanpa pernah terpikirkan sebelumnya... bagaimana kalau dia yang sakit? Apa jadinya saya dan anak kami?

Rasanya sedih dan sesak sekali bahkan hanya dengan memikirkannya saja.

Covid-19 ini benar-benar menjadi cambuk bagi kita semua. Untuk lebih memikirkan kesehatan diri dan keberadaan kita di sekitar yang lainnya. Mungkin kita sudah kurang akrab dengan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar. Sampai harus dipaksa #dirumahaja dengan keadaan ini. Mungkin kita sudah terlalu banyak makan-minum terlalu keenakan dengan santainya nongkrong di cafe dan mall-mall selama ini. Atau, terlalu keasyikan travelling sesuka hati kita.

Sangat berharap semua ini segera selesai dan berakhir tanpa menyisakan sedih yang terlalu dalam di antara kita semua. 
Kepada mereka yang telah berjuang dan akhirnya pergi meninggalkan kita, semoga mereka pergi dalam keadaan husnul khotimah.
Semoga mereka yang masih berjuang segera sembuh dan baik-baik saja.
Semoga kita diberi kesehatan agar mampu melawan keadaan ini.

Allah sedang membuka mata kita, agar lebih peduli dengan diri dan sekitar kita yang mungkin terabaikan selama ini.
Alam mungkin sudah terlalu tua sampai muak melihat kita berbuat sesuka hati tanpa kendali lalai menjaga diri dan lingkungan sekitar.
Sekarang kita dipaksa hidup lebih sehat dari biasanya.
Kita harus dipaksa menjaga kebersihan lingkungan yang biasanya teledor kita amalkan.
Kita harus baik-baik saja...
Dan, semoga badai ini segera berlalu dengan pengingat yang luar biasa hebat untuk kita cerna bersama.
Sehat-sehat selalu, keluargaku, sahabat-sahabatku, dan kamu semua.

Aamiin Allahumma Aamiin...💖

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan