Langsung ke konten utama

Usang Asing

Jangan terpaku pada judulnya. Hanya kata acak di kepalaku.

Apa kabarmu?

Kalimat sederhana yang rasanya begitu sulit diucap pada teman sepertimu. Mungkin, karena terlalu lama tak pernah bercakap denganmu. Juga mungkin karena tak ada lagi yang penting dalam percakapan kita. Padahal, kita pernah berada dalam lingkungan sederhana dengan kalimat sederhana dalam pergaulan sederhana kita. Bertemu dalam ramainya pertemanan. Mengobrol tentang si teman dan temannya yang lain lagi. Atau tentang temanmu yang pernah akrab denganku dan temanku yang juga akrab denganmu. Teman-teman yang sama menyenangkannya denganmu.

Kau itu inspirasi, salah satu motivator kami. Mungkin juga, kau salah satu penyebab eratnya lingkungan pergaulan itu. Kau mengikat kita tanpa tuntutan. Dengan segala kepercayaanmu juga sikap baikmu. Akhirnya menjadikan kami meneruskan kebaikan demi kebaikan kepada mereka yang menjadi teman berikutnya, seterusnya.

Ada janji yang belum kupenuhi padamu. Tentang tulisan yang pernah diminta olehmu. Percayalah, bukan aku mengabaikannya atau tidak peduli pada janji itu. Hanya saja, masa itu terlalu lampau sampai rasanya takut dengan kehadiranku yang tiba-tiba jadi mengganggumu. Yang bisa saja, membuatmu tak lagi merasa harus membaca kelanjutan sebuah kisah, dengan bahasaku, tentang buku yang pernah kau beri tanpa alasan untukku. Sebut saja aku tak pandai berterimakasih. Juga sepertinya kisahnya jadi terlalu usang untuk dilanjutkan olehku. Sampai jadinya hanya kulewatkan waktu demi waktu tanpa ada kelanjutan apapun sebagai terimakasih itu untukmu.

Juga janjiku pribadi, untuk membalas kebaikanmu entah dengan apa saat kau datang lagi di sini. Pun ketika kau pernah datang, lewat informasi dari teman-temanku yang menemuimu, saya tak juga menemuimu. Seperti enggan atau entah harus berbuat apa. Juga terlalu asing, sampai kembali lagi menjadikan pertemanan kita tak lagi sesederhana saling menyapa lewat lambaian tanganmu, anggukan kepalaku, atau tendangan kecil yang katamu jangan diartikan sebagai sikap kasarmu padaku. 

Kau pernah ada saat aku meratapi takdir yang kukira menyengsarakanku. Masih sama seperti sekarang. Takdir yang banyak mengubah inginku akan jalan hidup yang kupunya. Bedanya, meski belum sepenuhnya rela, sekarang mulai bisa kuterima hidup yang kujalani ini. Yang membawaku ke petualangan berbeda, yang membuatku malah banyak belajar dan belajar lagi selama hidupku. Juga jadinya menguatkan lurusnya langkah yang pernah goyah.

Seperti katamu yang pernah mengingatkan bahwa banyak masalah akan mendewasakanku. Mungkin, ini yang kau maksudkan tentang perkataanmu hari itu. Aku melihatnya melintas di televisiku dan membuatku mengingatmu. "Mungkin duri yang pernah tertancap mendewasakan aku dan kamu." Oleh Ferdinand. Yang mungkin kau kutip versi asli dari Ahmad Band, Ahmad Dhani.

Sumber : screenshot videoclip "Sudah" via youtube yang di-edit sedikit
Atas kehadiranmu sebagai teman dan kakak yang begitu baiknya pada adik-adikmu, terima kasih lagi. Dan, selamat hari lahir, selamat ulang tahun (ucapan dariku yang terlambat). Berbahagialah kau dan semoga terus diberkahi hidupmu, Kak. :) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan