Jangan terpaku pada judulnya. Hanya kata acak di kepalaku.
Apa kabarmu?
Apa kabarmu?
Kalimat sederhana yang rasanya begitu sulit diucap pada teman sepertimu. Mungkin, karena terlalu lama tak pernah bercakap denganmu. Juga mungkin karena tak ada lagi yang penting dalam percakapan kita. Padahal, kita pernah berada dalam lingkungan sederhana dengan kalimat sederhana dalam pergaulan sederhana kita. Bertemu dalam ramainya pertemanan. Mengobrol tentang si teman dan temannya yang lain lagi. Atau tentang temanmu yang pernah akrab denganku dan temanku yang juga akrab denganmu. Teman-teman yang sama menyenangkannya denganmu.
Kau itu inspirasi, salah satu motivator kami. Mungkin juga, kau salah satu penyebab eratnya lingkungan pergaulan itu. Kau mengikat kita tanpa tuntutan. Dengan segala kepercayaanmu juga sikap baikmu. Akhirnya menjadikan kami meneruskan kebaikan demi kebaikan kepada mereka yang menjadi teman berikutnya, seterusnya.
Ada janji yang belum kupenuhi padamu. Tentang tulisan yang pernah diminta olehmu. Percayalah, bukan aku mengabaikannya atau tidak peduli pada janji itu. Hanya saja, masa itu terlalu lampau sampai rasanya takut dengan kehadiranku yang tiba-tiba jadi mengganggumu. Yang bisa saja, membuatmu tak lagi merasa harus membaca kelanjutan sebuah kisah, dengan bahasaku, tentang buku yang pernah kau beri tanpa alasan untukku. Sebut saja aku tak pandai berterimakasih. Juga sepertinya kisahnya jadi terlalu usang untuk dilanjutkan olehku. Sampai jadinya hanya kulewatkan waktu demi waktu tanpa ada kelanjutan apapun sebagai terimakasih itu untukmu.
Juga janjiku pribadi, untuk membalas kebaikanmu entah dengan apa saat kau datang lagi di sini. Pun ketika kau pernah datang, lewat informasi dari teman-temanku yang menemuimu, saya tak juga menemuimu. Seperti enggan atau entah harus berbuat apa. Juga terlalu asing, sampai kembali lagi menjadikan pertemanan kita tak lagi sesederhana saling menyapa lewat lambaian tanganmu, anggukan kepalaku, atau tendangan kecil yang katamu jangan diartikan sebagai sikap kasarmu padaku.
Kau pernah ada saat aku meratapi takdir yang kukira menyengsarakanku. Masih sama seperti sekarang. Takdir yang banyak mengubah inginku akan jalan hidup yang kupunya. Bedanya, meski belum sepenuhnya rela, sekarang mulai bisa kuterima hidup yang kujalani ini. Yang membawaku ke petualangan berbeda, yang membuatku malah banyak belajar dan belajar lagi selama hidupku. Juga jadinya menguatkan lurusnya langkah yang pernah goyah.
Seperti katamu yang pernah mengingatkan bahwa banyak masalah akan mendewasakanku. Mungkin, ini yang kau maksudkan tentang perkataanmu hari itu. Aku melihatnya melintas di televisiku dan membuatku mengingatmu. "Mungkin duri yang pernah tertancap mendewasakan aku dan kamu." Oleh Ferdinand. Yang mungkin kau kutip versi asli dari Ahmad Band, Ahmad Dhani.
Seperti katamu yang pernah mengingatkan bahwa banyak masalah akan mendewasakanku. Mungkin, ini yang kau maksudkan tentang perkataanmu hari itu. Aku melihatnya melintas di televisiku dan membuatku mengingatmu. "Mungkin duri yang pernah tertancap mendewasakan aku dan kamu." Oleh Ferdinand. Yang mungkin kau kutip versi asli dari Ahmad Band, Ahmad Dhani.
Atas kehadiranmu sebagai teman dan kakak yang begitu baiknya pada adik-adikmu, terima kasih lagi. Dan, selamat hari lahir, selamat ulang tahun (ucapan dariku yang terlambat). Berbahagialah kau dan semoga terus diberkahi hidupmu, Kak. :)
Komentar
Posting Komentar