Langsung ke konten utama

Ingat, Baca - Tulis!

Saya percaya, perlu banyak membaca untuk bisa membuatmu banyak menulis. Banyak bacaan, banyak tulisan. Jadi, untuk menulis tentu perlu banyak membaca terlebih dulu. Dan, saya lupa dengan kebiasaan ini.

Saya tak lagi banyak membaca buku. Sedikit membaca pun sudah sangat jarang. Lalu, kenapa menulis? Saya tak tahu harus menulis apa. Membaca saja jarang, apalagi dengan menulis? Hanya karena kebiasaan membaca saya jauh berkurang, saya bahkan kehilangan minat untuk menjadi seorang penulis. Satu-satunya mimpi yang pernah membuat hidup saya jadi bersemangat.

Memangnya apa saja yang pernah saya baca? Hahahaha. Saya tak lagi ingat. Ingatan saya selalunya payah. Dan semakin diperparah dengan kemalasan saya untuk menulis. Itulah kenapa, harusnya saya banyak lagi membaca, lalu menulis kemudian.

Lagi-lagi, membaca, menulis, untuk mengingat apa yang pernah singgah di pikiran. Untuk membuat kepalaku masih terus berguna. Bukan hanya menjadi benda yang hinggap di atas leherku saja.

Suatu waktu, seorang adik di kampus pernah berterimakasih pada saya. Tentang kebiasaan membaca yang saya tularkan ke dia. "Ah, untung saja saya sempat diingatkan waktu itu, kak. Ternyata banyak membaca, memang banyak manfaatnya!" Saya hanya membalasnya dengan senyum. Tanpa ingat kapan pernah saya mengatakan itu padanya.

Saya jadi sadar, isi kepala adikku itu, pastilah lebih berat dari isi kepalaku yang begitu ringan ini. Sebegitu ringannya sampai mudah dibawa angin dan jadi terlupakan. Ah! Sudah tahu ingatan ini payah. Masih saja malas baca-tulis. Padahal itu satu-satunya jalan untuk menyimpan ingatanku yang terbatas.

Karena itulah tulisan ini saya buat. Sebagai pengingat untuk banyak membaca lagi. Lalu ingat lagi, hal penting yang mungkin saja terlupakan. Biar bisa lagi banyak menulis. Kemudian, kenapa harus menulis? Biar kembali ke hidupku yang bersemangat. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...