Langsung ke konten utama

Dunia Barumu

Sesuatu yang baru untuk hidupmu yang tampak membosankan. Atau, memang selalu kau rasa membosankan? Aneh memang, tiba-tiba saja memiliki sesuatu untuk kau perhatikan. Juga untuk membiasakan diri diperhatikan berlebihan. Setidaknya, ini memang yang pernah sesekali melintas di pikiranmu, bukan?

Nikmatilah... Meski dengannya, kalian memulainya dengan sebuah ketidakyakinan. Kau yang tak yakin bisa mulai hubungan yang sangat baru bagimu ini. Juga dia yang tak yakin dengan dirinya sendiri yang sudah lama tak menjalin hubungan seperti ini. "Mau belajar denganku?" katanya lagi.

"Boleh, iya, mau..." katamu masih dengan ketidakyakinan.
Kalian pun memulainya. 22 Oktober 2013. Meski kau tak ingin mengingat waktunya. Yang mungkin saja akan membuatmu jadi orang menyebalkan di kemudian hari. Sekarang yang kau bisa hanya menikmatinya. Mencoba percaya pada dirimu dan dirinya. Mencoba memberi kesempatan pada hidup, untuk memberimu warna lain yang selama ini kau anggap cukup membosankan.

Masih sangat dini untuk menganggap ini serius. Nikmatilah... mungkin kau akan mendapati bahagiamu sendiri nanti. Meski sangat takut dengan sisi buruk atau kesedihannya. Bukankah bahagia dan sedih datang dalam satu paket yang sama? Kau tak akan pernah bertemu sesaknya bahagia, kalau tak pernah mencicipi indahnya bersedih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Berdamai dengan Takdir

Sepertimu, saya hanya seorang manusia biasa. Dengan jalan hidup yang sudah ditentukan oleh-Nya. Kita menyebutnya takdir. Saya, kau, dia, dan mereka takkan pernah bisa membuatnya berubah atau bergeser sedikitpun. Ukurannya tepat tanpa bisa digugat. Beberapa tahun ini, ada takdir yang terus saya sesali keberadaannya. Terus bersedih saat mengingatnya. Seringkali menyalahkan hal lain sebagai penyebabnya. Termasuk menghukum diri dengan menganggap kesialan tak pernah punya akhir. Sekarang... saya memilih berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan takdirku juga takdirmu. Saya bukan seorang penting yang bisa membuatnya berubah. Lagipula, kalau ini takdir, bagaimana bisa saya melawannya? Yang saya bisa hanya mencoba berdamai. Mencoba menata hati yang selalu menentang hal yang tak saya sukai. Tapi, bukankah hati tak mesti selalu bahagia? Sedih, gusar, dan kepahitan hidup harus ada agar kau juga bisa menghargai nikmatnya bersenang-senang. Berdamailah... terima takdirmu. :)