Langsung ke konten utama

Sedikit Introspeksi

Kadang butuh waktu yang terlalu lama. hanya untuk sadar dan menyesal atas salah yang pernah kau perbuat. Dua tahun, misalnya.

Menyesal dua tahun ini pikiran melayang-layang tak jelas. Padahal tugasnya ya cuma kuliah. Mahasiswi malas. Bodoh.

Pernah suka menulis. Bercita-cita jadi penulis. Lalu malas. Takut dikritik. Berhenti menulis. Tentulah kualitas tulisan jadi tak meningkat.

Dulu berminat di fotograsi. Dikritik (non verbal) langsung ciut. Mogok pegang kamera. Bagaimana mungkin bisa jadi fotografer meski cuma pemula?

Sangat berkeinginan bertemu, berteman, di lingkungan yang baik-baik. Tapi, imannya naik turun tak jelas. Kapan ketemunya sama orang baik-baik?

Tak begitu pandai dan cukup baik untuk benar-benar berteman dengan yang lainnya. Dinding gengsi yang dibangun terlalu tinggi. Mereka pergi dan kau tak pernah bisa meminta mereka sekedar untuk tinggal lagi sejenak.

Punya keterbatasan dalam menyampaikan ekspresi, rasa, dan pikiran. Sering disalah mengerti orang-orang. Mereka menjauh dan kau hanya bisa kebingungan.

Tentu akan ada rasa kehilangan. Juga sedih tak mampu menjaga mereka. Padahal sebenarnya, sangat sayang.

Kurang dari empat bulan lagi sudah 23 tahun. Masih menyusahkan ibu, kakak, tante, nenek, semuanya! Kenapa belum mandiri juga?

Pernah berpikir, setelah berkeluarga akan menjadi setengah perempuan berkarir atau sepenuhnya ibu rumah tangga. Padahal, karir belum jelas terbentuk seperti apa. Juga belum cukup modal untuk jadi ibu rumah tangga ideal. Kemampuan belum berkembang banyak.

Mau jadi penulis, jurnalis, pegawai kantoran swasta/negeri? Pikiran belum mantap. Apalagi untuk menentukan bagaimana jalan yang akan dipilih kelak.

Mencoba belajar masak, mencuci pakaian dan peralatan masak/makan, ikut membersihkan rumah, semuanya masih bergerak lambat. Setengah malas.

Tak pernah melakukan sesuatu yang menyenangkan apalagi membanggakan orang tua dan keluarga. Hanya karena saya melakukan apa yang dimau. Bukan apa yang harus dilakukan.

Tahu kondisi kesehatan terus menurun. Bahkan tak jarang memburuk. Tapi, makan dan tidur tetap tak teratur. Olahraga juga kurang. Mau mati cepat?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...