Langsung ke konten utama

Confession #1

Mendengarnya berkata, "Jadi, apa kau menyukaiku?"
Setelahnya, mungkin itu diam terlama dalam jeda kau berbicara dengannya. Jelas, kau tak pernah bisa jujur tentang itu. Bukannya tak suka, tapi rasanya masih sulit untuk bisa menyukai seseorang yang berbahaya bagimu. Seperti ingin mendekati sesuatu yang seharusnya kau jauhi. Semacam anak kecil yang suka bermain kembang api. Tahu itu berbahaya tapi tetap saja senang memainkannya.

Kau mungkin belum begitu menyukainya. Tapi, senang ketika tahu ada seseorang yang mendengarkan ketika kau butuh berbicara. Mencoba memperbaiki pemikiranmu yang kadang keliru. Membagi ceritanya denganmu seolah kau orang yang sangat dekat dengannya. Juga seseorang yang bisa kau percayakan untuk membicarakan hal-hal yang tidak kau bagi dengan yang lain. Kau luar biasa senang dekat dengan seseorang yang menenangkan sepertinya.

Tapi, dia tak pernah tahu. Kalimat yang diucapnya pernah jadi kalimat yang paling kau harapkan terucap oleh seseorang yang lain. Meski itu mungkin hal yang tidak benar, tapi bagaimana bisa kau menyukai seseorang, yang di dalam dirinya terdapat hal-hal yang ingin kau lupakan dari seseorang yang lainnya? Ini tak pernah adil. Tapi, kau menikmatinya. Sampai sering kali lupa sedang berbicara dengannya, bukan dengan seseorang yang pernah kau harapkan itu.

Sekarang dia menjadi orang yang paling ingin kau tanya kabarnya bahkan ketika kau sangat sibuk. Lalu, tak jadi menanyakannya karena tahu di sana dia sedang sama sibuknya. Dia seseorang yang bisa membuatmu tersenyum (meski sedikit) di saat kau sedang sangat sedihnya. Kesal dan tertawa di saat yang bersamaan. Senang di saat kau berhasil membuatnya kesal dan merajuk. Lalu, sedih lagi di saat dia benar-benar kesal dan tak peduli denganmu. Kemudian, kau mengalah dan hanya bisa berkata, "Jadi, maunya seperti apa?"

Dia orang yang sepenting itu bagimu. Tapi, tetap tak bisa kau jawab ketika dia mulai bertanya, "Bagaimana saya di matamu?" Yang malah kau jawab dengan, "Kau cukup jujur untuk berani mengungkapkan dirimu yang terdahulu." Ya, dia cukup jujur. Dan tak ada yang bisa menjamin kau akan bertemu orang lebih baik darinya, tapi bisa sejujur itu denganmu.

Terakhir, dia mengucapkan terima kasih. Entah untuk apa. Mungkin sama dengan terima kasih yang disampaikannya ketika pertama kali kau mempercayakan dia menghubungimu. Tapi, entah kenapa ucapan terima kasih terdengar seperti ucapan perpisahan. Sama seperti, "Selamat tinggal, waktu yang kita lalui cukup berharga, tapi saya tak bisa bertahan lebih lama lagi denganmu."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...