Tentang hari ini, mungkin kau sama sepertiku. Menantinya dengan tidak sabar. Terus memikirkannya. Tapi, mungkin juga tidak. Mungkin kau malah menganggapnya biasa saja. Seperti yang lain. Memperlakukanku sama sedang aku terus menganggapnya istimewa.
Tentang janjimu kemarin tentang sesuatu di hari ini. Mungkin kita sama. Aku gelisah karena penasaran akan janjimu. Dan kau penasaran melihat ekspresiku saat melihat sesuatu yang hendak kau berikan. Atau, mungkin... kau malah gelisah terbebani karena harus menepati janjimu?
Aku tak melihat kesungguhan saat kau berjanji. Tapi, terus kau ulangi sampai aku terus mengingatnya. Lalu, bagaimana bisa aku tidak terus memikirkannya? Kau membuatku terlihat seperti anak kecil dijanjikan coklat kesukaannya. Terus menantikannya dengan penuh kesungguhan. Bedanya, tak akan kuperlihatkan betapa gelisahnya aku menantikan pemberianmu nanti itu.
Kenapa masih kuterus berharap? Bukan tentang pemberianmu itu, sebenarnya. Tapi, tentang penegasan sikapmu yang sudah membuatku merasa bersalah pada sahabatku yang sepertinya menyukaimu. Kenapa aku ikut menyukaimu? Anehnya, kau memperlakukan kami sama. Seolah bingung memilih yang mana. Parahnya, terlalu lama kau memutuskan pilihanmu dan membuatku sesak setiap hari. Sesak karena kesulitan menyembunyikan rasaku. Sesak menanti hari nanti saat bukti nyata itu tiba. Harus bagaimana aku kepada sahabatku itu?
Aku masih mengharapkan pembuktian. Bahkan di 9 Januari yang sudah semakin jauh dari 5 Januariku. Kenapa masih aku menunggu sesuatu yang berbeda? Sesuatu yang menunjukkan kalau aku lebih istimewa daripada mereka. Atau... sesuatu yang membuktikan ada orang lain yang lebih istimewa daripadaku.
*Ditulis di tengah kebiasaan tengah malam.
Melepas sim card dan memory card dari handphone.
Memasang ke modem dan berselancar ria di kemayaan.
Komentar
Posting Komentar