Langsung ke konten utama

Rasanya Ditinggalkan

Sangat sedih...
Kupikir itu sudah cukup menggambarkan rasaku saat ini. Saat dimusuhi, dibenci, tidak disukai oleh orang yang pernah dianggap sahabat olehku. Mungkin itu hanya perasaanku saja. Tapi, kita tak lagi saling menyapa. Kau bahkan memalingkan wajahmu saat seharusnya kita bertatapan. Sakit!!!!

Mungkin tak sesakit rasamu kemarin saat mengalami pengkhianatanku. Mengecewakan percayamu saat membiarkanku bergabung dengan tim yang seharusnya menyukseskan karya final kita, di salah satu Mata Kuliah. Saya tak melihat tangisanmu kemarin. Tapi, langsung tahu siapa penyebabnya ketika pertama kali tahu itu. Saya sampai membuatmu menangis!!!!

Saya hanya tersenyum ketika tahu perihal tangismu itu. Lalu, sempat berpikir untuk lompat saja dari lantai dua kampus saat itu juga. Ya, pikiran itu sempat terlintas begitu saja. Tapi, lalu luruh saat sadar saya belum cukup baik untuk pergi begitu cepat.

Saya menyakitimu dan sama sekali tak menyadari itu kemarin. Dan, kupikir wajar saja kalau bencimu meningkat saat ini padaku. Mungkin, sudah pada level tertinggi? Silahkan, itu hakmu, resikoku. Meski rasanya aneh saja tidak berbicara dengan orang yang pernah kuanggap sahabat itu.

Ya, PERNAH! Sebab akhir-akhir ini kita memang tak lagi sedekat dulu. Kau yang dulu tidak menyukai kesempurnaan, malah seperti mengejar kesempurnaan. Dan saya masih memilih bersama hal sederhana, tak rumit sepertimu. Bukan inginku, semata hanya karena saya belum bisa menerima segala kerumitan itu.

Dan sekarang... semua tampaknya semakin jauh meninggalkanku. Bukan hanya kau, sepertinya. Beberapa orang juga berkelakuan sama sepertimu. Bahkan, seseorang yang kuajak berbicara kemarin tampaknya ingin melihatku enyah saja secepatnya, saat harus berbicara denganku.

Kenapa ini rasanya begitu menyakitkan? Melihat kalian beranjak menjauh saja saya tak sanggup! Apalagi saat merasakan sudah ada kesengajaan dan faktor pendukung lainnya untuk menjauhiku. Ya, harusnya kuingatkan saja sejak awal, bahwa saya tak cukup baik untuk dianggap teman. Terlalu sering merusak, terlalu sering mengecewakan. Saya bahkan tak cukup baik untuk sekedar mendapat maaf, meski sangat mengharapkan itu. Dan, itu... memang menyedihkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Paris dan Jo

Singkat saja kali ini. Aku akan menyusul kalian. Seminar proposal. Segera. Segera, setelah bulat tekadku menghadap ibu PA cantik dan baik hatinya. Serta bapak Ketua Jurusan yang tak kalah baiknya. Ttd., Rizka dan sisa-sisa semangat demi menghabiskan 08 yang tersisa di sisa-sisa akhir kesempatan bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, eh, Sarjana Sosial dari kampus merah.

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Kamu, Do'a Diam-Diamku

Aku akan mendo'akanmu diam-diam Aku masih mendo'akanmu, seperti yang sudah-sudah Tapi, tak selalu... tentu saja banyak hal lain yang ikut kudo'akan Tapi, juga ada kamu di sana Mungkin, tak seperti yang seharusnya Ketika takdir diputuskan dan itu bukanlah kamu Kamu satu-satunya orang, yang entah kenapa membuatku khawatir ketika harus kukabarkan kabar bahagiaku sudah datang Yang hanya kamu jawab, "Benar yang kubilang, kamu akan menikah." Kuminta kehadiranmu, kamu pun menyanggupinya, hadir mengisi bahagiaku seperti yang sudah-sudah Lega rasanya, juga senang tak terkira Seperti gadis kecil yang merajuk, dan dibujuk dengan es krim di tanganmu Atau, seperti ketika Hadirmu dengan segelas air di tangan Saat kuterbaring sakit Dan lagu itu akan selalu mengingatkanku tentangmu Dengan akhir yang sama Dengan do'a yang sama untukmu... Sahabatku, usai tawa ini.  Izinkan aku bercerita:  Telah jauh, ku mendaki.  Sesak udara di atas puncak khayalan.  Jangan sampai kau di sana T