Langsung ke konten utama

Postingan

Element (Liversion)

Kalau ditanya, masih suka Element (band)? Masiiiiih... Didi Riyadi? Apalagi! Saya tipe orang yang sekalinya suka ya akan suka terus. Tapi, saya juga orang yang mudah bosan. Jadi, sebisanya menghindari untuk terus mendengarkan lagu2nya. Apalagi dengan kesibukan setelah menikah, yang tidak mungkin cuma melakukan hal2 yang disukai.  Di tengah semua kebosanan dengan masa pandemi sekarang ini, Element Reunion aktif kembali memproduksi ulang beberapa lagunya dengan versi lain. Istilah dari Element sendiri liversion. Dengan 3 lagu yang liversion ini, yang terbaru ada Kupersembahkan Nirwana. Yang astagaaaaa... lagu favoritku walaupun saat dirilis dulu saya masih sangat kecil dengan umur 10 tahun! 😆 yang 21 tahun kemudian baru dirilis versi barunya di aplikasi2 streaming musik online. Saya sertakan link-nya dari Joox di sini. Supaya tidak lupa, gampang didapat, sekaligus membantu publikasi Element di blog saya yang viewers-nya tidak seberapa ini. Selamat menikmati! 😁 Element - Kupersembahkan
Postingan terbaru

Kamu, Do'a Diam-Diamku

Aku akan mendo'akanmu diam-diam Aku masih mendo'akanmu, seperti yang sudah-sudah Tapi, tak selalu... tentu saja banyak hal lain yang ikut kudo'akan Tapi, juga ada kamu di sana Mungkin, tak seperti yang seharusnya Ketika takdir diputuskan dan itu bukanlah kamu Kamu satu-satunya orang, yang entah kenapa membuatku khawatir ketika harus kukabarkan kabar bahagiaku sudah datang Yang hanya kamu jawab, "Benar yang kubilang, kamu akan menikah." Kuminta kehadiranmu, kamu pun menyanggupinya, hadir mengisi bahagiaku seperti yang sudah-sudah Lega rasanya, juga senang tak terkira Seperti gadis kecil yang merajuk, dan dibujuk dengan es krim di tanganmu Atau, seperti ketika Hadirmu dengan segelas air di tangan Saat kuterbaring sakit Dan lagu itu akan selalu mengingatkanku tentangmu Dengan akhir yang sama Dengan do'a yang sama untukmu... Sahabatku, usai tawa ini.  Izinkan aku bercerita:  Telah jauh, ku mendaki.  Sesak udara di atas puncak khayalan.  Jangan sampai kau di sana T

Bukan lagi "Kita"

Entah apa yang akan kau pikir Melihat namaku sekilas di layar handphone mu Meski tak akan sering karena tak lagi sama, memperlihatkan aktivitas terbaruku di media sosial tak akan semenyenangkan dulu Seperti yang memang dulu kulakukan memperlihatkan apa yang kupikirkan, kulakukan Bukan untuk menarik perhatianmu, perhatian dia Tentangmu, bagiku... melihat hal baru tentangmu, cukup memuaskanku Aku cukup puas kita tak mesti bersama Lebih puas lagi kita saling menikmati hidup kita masing-masing Kehidupan kita saat ini Kehidupan yang tak ada dalam bayangan kita,  pada diri sepuluh tahun sebelumnya Belum lama ini, saya bertemu seorang temanmu yang akhirnya memberitahu kenapa dulu kau menghindariku Yang kemudian membuat segalanya menjadi jelas Menjawab semua pertanyaan kenapa dan kenapa yang lama menggangguku Dan yang belum dan mungkin tak akan kuberitahukan padamu saat ini Kenapa tak menerimamu saat kau datang padaku lagi Kau juga mungkin tak tahu Telah menjadi al

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Sebuah Surat sebagai Istri

Menikah tidaklah semudah tidur dan terbangun di sisimu setiap harinya Menikah bukanlah hanya tentang pendapatanmu yang harus rela kau bagi denganku Ya, kau harus mau berbagi sebagai lelakiku Sepertiku, perempuan yang harus rela membagi waktu-waktu bersamamu Ketika yang kulakukan bukan lagi hanya tentang diriku sendiri Meski terkadang, mengurus diriku sendiripun terasa sulit Banyak hal yang mungkin terlihat berantakan di matamu, Sayang Sepertiku yang harus memaklumi apa yang ada padamu Tapi, yakinlah menjelang tiga tahun kita bersama Aku dan juga kamu masihlah harus banyak belajar Belajar sabar, belajar mengertimu seperti kau mengerti aku Tiga tahun bersamamu, ternyata kita sudah berubah banyak Meski sudah lima tahun mengenalmu, tapi dua tahun pertama tak ikut dihitung Sebab 'berpacaran' hanyalah sebuah kamuflase untuk saling mengundang di kehidupan kita masing-masing ✌ Sedari awal meminangku, banyak hal yang coba kau ajarkan pada istrimu yang bengal ini Berm

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan

Aku Kamu Punyaku Punyamu

Rasa minder itu masih ada Ketika melihat mereka punya Apa yang tak saya punya Ketika mereka bisa Apa yang tak saya bisa ... Sedih itu wajar untuk kita sebagai manusia. Biar bisa menghargai apa yang kita punya. Begitu pun dengan penyesalan. Biar kita bisa memilih untuk tak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan. Dan, di sana lah saya sekarang. Separuh sedih, separuh menyesal. Mencari teman bercerita, tapi seperti ada yang salah. Ceritaku tak menarik untuk didengar, mereka mungkin bosan dengan ceritaku, atau saya yang pernah tak memberi kesempatan bercerita ketika mereka butuh. Teman hidup, alhamdulillah saya punya. Tapi, teman dekat sepertinya sedang jauh... AH! Itu yang terjadi ketika gadget yang kau punya, hanya kau jadikan alat pencari informasi orang-orang di sekitarmu. Bukannya malah berkomunikasi dengan mereka. ... Sekian, celotehan awal tahun masehi! ... Pada dasarnya, saya banyak bersyukur Dan memang sudah seharusnya begitu Karena, saya juga punya Yang merek