Langsung ke konten utama

Bukan lagi "Kita"

Entah apa yang akan kau pikir
Melihat namaku sekilas di layar handphonemu
Meski tak akan sering
karena tak lagi sama,
memperlihatkan aktivitas terbaruku di media sosial
tak akan semenyenangkan dulu

Seperti yang memang dulu kulakukan
memperlihatkan apa yang kupikirkan, kulakukan
Bukan untuk menarik perhatianmu, perhatian dia

Tentangmu, bagiku...
melihat hal baru tentangmu, cukup memuaskanku
Aku cukup puas kita tak mesti bersama
Lebih puas lagi kita saling menikmati hidup kita masing-masing

Kehidupan kita saat ini
Kehidupan yang tak ada dalam bayangan kita, 
pada diri sepuluh tahun sebelumnya

Belum lama ini, saya bertemu seorang temanmu
yang akhirnya memberitahu kenapa dulu kau menghindariku
Yang kemudian membuat segalanya menjadi jelas
Menjawab semua pertanyaan kenapa dan kenapa yang lama menggangguku

Dan yang belum dan mungkin tak akan kuberitahukan padamu saat ini
Kenapa tak menerimamu saat kau datang padaku lagi

Kau juga mungkin tak tahu
Telah menjadi alasanku untuk mengganti nomor handphone 
biar tak bisa kau hubungi lagi
Bahkan mengganti ringtone 
yang selalu mengingatkan padamu lagi

Kau bukan siapa-siapa
Hanya sebuah kebiasaan yang membuat kita terikat
Bukan... hanya sebuah kebiasaan yang membuatku terikat
Bahkan kita tak pernah punya hal romantis untuk dibagi bersama
Kita tak pernah menjadi apa-apa

Hanya saja, sikapmu yang mendadak menghilang tanpa masalah
Tak pedulikan keberadaanku di sekitar
Menyakiti egoku yang merasa tak punya salah
Kemudian membuatku tak goyah sedikit pun
ketika kau datang memperlihatkan ketertarikanmu lagi

Bahkan ketika akhirnya pilihanku jatuh pada yang lain
Di saat kau mengumandangkan lagu-lagu patah hatimu
Aku melihatnya,
dan tak peduli!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan